09 Juni 2008

Kompas: Sinetron Melecehkan Dunia Pendidikan

Senin, 9 Juni 2008, Kompas menulis : Tayangan sinetron di televisi nasional yang ber-setting sekolah dan menggunakan seragam sekolah justru telah melecehkan dunia pendidikan dan memberi contoh tidak baik dan tidak mendidik. Untuk itu, pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap tindakan eksploitasi dunia pendidikan secara tak benar itu.
Depdiknas seharusnya turun tangan, mengeluarkan larangan untuk hal-hal tertentu kepada produser, agar tayangan untuk anak dan remaja tak kebablasan.

Demikian benang merah perbincangan Kompas dengan pakar pendidikan Hasrul Piliang dari Universitas Negeri Padang (dulu IKIP Padang), pengamat masalah pendidikan anak dan Redaktur Majalah Kritis! Media untuk Anak Ike Utaminingtyas, dan Direktur Pendidikan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Erman Syamsuddin, yang dihubungi Kamis dan Jumat (6/6) di Padang dan Jakarta.

Hasrul mengatakan, ”Negara harus bertindak tegas. Tak cukup hanya pernyataan ’memprihatinkan dan/atau menyesalkan’. Ada etika-etika yang harus dipenuhi.”
”Pelecehan seksual antarpelajar seolah-olah sesuatu yang wajar. Mereka berdalih sinetron adalah potret remaja dewasa ini. Padahal, tak ada dunia pendidikan yang seperti digambarkan di sinetron-sinetron,” katanya.

Ike menegaskan, dunia sekolah sering digambarkan sebagai ajang berpacaran dan guru sering dilecehkan seolah-olah hanya bisa mengatakan anak didiknya bodoh, tolol, dan kata-kata lain yang tak pantas diucapkan pendidik. ”Sekolah adalah tempat menuntut ilmu dan guru harus menularkan nilai-nilai positif, menjadi orang yang digugu dan ditiru (diikuti kata-katanya dan diteladani),” ujar Ike. Menurut dia, boleh-boleh saja sinetron memakai atribut sekolah, tetapi harus memilah, patut atau tidak patut, dan memikirkan dampak negatifnya. ”Depdiknas harus mencermati, mana yang boleh dan yang tidak boleh ditayangkan,” ujarnya.

Erman mendesak pihak pengelola stasiun televisi menyeleksi ketat tayangan, terutama sinetron dengan sasaran anak-anak dan remaja, apakah ada unsur pendidikan atau tidak, berdampak positif atau tidak terhadap motivasi belajar dan kreativitas.
”Tayangan sinetron bukannya mendidik pemirsa (anak-anak dan remaja), tetapi cenderung merusak dan memberi contoh tak patut dicontoh,” ujarnya.
Agar bermanfaat bagi dunia pendidikan, sinetron harus berdasar komitmen, misalnya antara pihak sekolah dan produser. Kalau perlu, juga dengan gubernur/wali kota/bupati, sesuai dengan otonomi daerah.

Catatan saya :
1. Kebanyakan sinetron diproduksi oleh Rumah Produksi, maka PH harus dikumpulkan untuk diberikan pengertian. Jika masih terjadi, berikan teguran hingga teguran keras. Jika masih melanggar juga, maka PH tersebut bisa dicabut izin operasinya.

2. Pengelola Televisi juga harus mampu menolak sinetron-sinetron yang dianggap melecehkan dunia pendidikan. Jangan asal hasil produksi PH ternama atau PH rekanannya, maka otomatis sinetron itu dianggap pantas diputar untuk masyarakat.

3. Masyarakat harus diberdayakan dan dididik untuk kritis dan mampu menolak jika ada karya-karya yang sejenis itu. Kan ada KPI yang diberikan wewenang untuk menindaknya?

6 komentar:

Anonim mengatakan...

setuju dengan kompas

Anonim mengatakan...

Betul sekali.... se777777

Anonim mengatakan...

kompas maju

Anonim mengatakan...

Kalo mau jadi orang gak kelas, tonton aja sinetron biar tambah bego sekalian :-(

Buyunk

Anonim mengatakan...

Hidup moderator Dunia TV, lebih tajam dan solutif

Bram Adimas mengatakan...

mengapa masyarakat sengaja dibodohi? sekalipun mereka tahu dibodohi, mereka masih cuek aja. ada apa dgn masyarakat kita?