22 Juni 2008

Kompas: Yang Berkualitas Itu yang Mendidik

Kompas Minggu, 22 Juni 2008 menurunkan tulisan BE Satrio, sbb. :
Menyajikan informasi, menghibur, dan mendidik adalah tiga hal utama di antara fungsi sosial media televisi. Di antara ketiganya, Survei Kompas menunjukkan, fungsi mendidik menjadi parameter yang utama dalam menilai suatu acara berkualitas atau tidak. Hasil Survei Kompas ini tidak terlalu berbeda jauh dengan hasil Survei Rating Publik yang dilakukan gabungan beberapa organisasi nonpemerintah beberapa waktu lalu.

Acara-acara seperti Kick Andy (Metro TV), program berita seperti Liputan 6 (SCTV) dan Metro Realitas (Metro TV) menduduki peringkat atas sebagai acara yang dianggap bermutu oleh pemirsa televisi.

Adanya perbedaan hasil pemeringkatan oleh Survei Rating Publik—diselenggarakan Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi (SET), didukung Yayasan TIFA, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), The Habibie Center, dan London School of Public Relations—dan Survei Kompas ini disebabkan perbedaan metodologi dan pemilihan responden.

Survei Rating Publik menggunakan metode Peer Review Assessment dengan responden yang dipilih secara sengaja (purposive). Sementara Survei Kompas melalui telepon dengan nomor telepon responden yang dipilih secara acak sistematis (systematic random). Meski demikian, perbedaan tersebut tidaklah menghasilkan gambaran yang berbeda mengenai seperti apa acara yang berkualitas itu. Jika bisa disimpulkan bersama, kedua survei ini menunjukkan bahwa program berita dan acara bincang-bincang (talk show) secara umum adalah acara yang dianggap berkualitas oleh pemirsa televisi.

Lebih jauh, Survei Kompas mengungkap, mendidik, realistis, dan informatif adalah tiga alasan utama responden menilai sebuah acara itu berkualitas atau tidak. Bahkan, hal mendidik ini juga termasuk jadi alasan bagi sebagian responden yang memilih acara berita sebagai yang berkualitas. Artinya, acara-acara berita di televisi kita pun tidak hanya dituntut informatif dan aktual, tetapi juga harus mendidik.

Namun, meski acara berita dan talkshow dianggap acara yang berkualitas, hanya program-program berita saja yang benar-benar menjadi acara yang paling sering ditonton. Pada kenyataannya, responden masih lebih sering menonton acara-acara sinetron dan ajang kontes idola ketimbang menyimak talkshow.

Bisa jadi, karena memang sinetron adalah program acara yang paling sering tayang dan tentu saja paling banyak durasi waktunya. Bisa jadi juga, bagi sebagian orang sinetron itu memang menarik ditonton, tidak peduli pada kualitas baik atau buruknya. Meski sinetron masih menduduki peringkat tinggi sebagai acara yang paling sering ditonton, namun Survei Kompas kali ini juga mengindikasikan penurunan kualitas sinetron. Dua dari tiga (67,1 persen) responden menilai kualitas sinetron Indonesia saat ini buruk. Sementara pada survei serupa enam bulan yang lalu, mereka yang memberikan apresiasi positif maupun negatif terhadap sinetron Indonesia ini relatif masih seimbang. Hal ini bisa berarti tidak ada perbaikan kualitas sinetron Indonesia selama enam bulan ini, yang terjadi malah penurunan. Setidaknya ini yang tergambar dari hasil survei. Sementara itu, umumnya harapan responden pada perbaikan kualitas sinetron Indonesia masih tetap sama, yaitu sinetron yang mendidik dan realistis.

Bagi kebanyakan keluarga di negeri ini, tampaknya menonton televisi itu adalah kegiatan kolektif daripada kegiatan yang bersifat individual. Survei menunjukkan, tidak sampai satu dari sepuluh (8,4 persen) responden yang tidak pernah menonton televisi bersama keluarga. Selebihnya punya acara-acara favorit yang selalu ditonton bersama anggota keluarga.
Dan ternyata, acara-acara favorit bersama keluarga itu tidak jauh dari tayangan ajang kontes idola dan sinetron. Maka tidak heran jika hal mendidik ini begitu sentral sebagai parameter menilai acara-acara televisi kita. Sebab, tontonan yang mendidik itulah yang sangat ingin dihadirkan di tengah ruang keluarga.

Catatan Saya :
1. Pengelola TV tahu benar seperti apa acara yang bermutu. Namun mereka menghindari keinginan pribadinya itu untuk menutupi biaya operasional. Pemasukan mereka dapatkan dari iklan. Iklan berpatokan pada rating ACNielsen. Agency belum percaya selain ACNielsen. Bagi pengelola TV, ini bagaikan buah Simalakama. Membuat acara yang bermutu tapi gak ada iklan. Membuat acara yang mendatangkan iklan, tapi di cap gak mutu. Populasi penduduk yang mayoritas pemimpi, pendidikan rendah, miskin dan 'norak', jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan populasi yang menginginkan kualitas acara televisi yang bermutu.

2. Apakah ada cara lain untuk memberikan penghargaan terhadap acara bermutu? Ya, tentu saja ada. Industri Penyiaran bisa mengusulkan kepada ACNielsen membuat rating acara-acara sesuai formatnya. Mungkin acara type A untuk kategori berita/info/talkshow "bermutu" dan type B untuk kategori acara hiburan umum, tapi tidak perlu disebut "tidak bermutu".

3. Hentikan perdebatan tentang acara TV yang bermutu atau tidak. Gunakan waktu, pikiran, tenaga dan uang untuk menciptakan program berkualitas dari sisi produksi, seperti cerita, gimmick, thema, teknologi, seni peran, koreografi, lighting, dll. Biarkan selera masyarakat berkembang dan dimanjakan oleh banyak station televisi di Indonesia. Golongan menengah atas bisa berlangganan TV kabel untuk menonton CNN, HBO, ESPN, MTV, FOX, BBC, dll. Biarkan penonton sinetron melupakan sejenak kehidupan yang sedang sulit. Penghiburan diri itu mungkin bisa jauh lebih baik dari pada stress menyaksikan berita kekerasan, pembunuhan, bunuh diri, pemogokan, harga-harga naik atau perbincangan dengan bahasa yang terlalu 'tinggi', dan lain sebagainya.

4. Saya tidak anti program bermutu. Saya suka mengamati saja. Terima kasih

9 komentar:

deals365 mengatakan...

hi,
welcome to Dunia Tv it is so stylish than others when ever wants to go for online shopping for books just visit site http://www.deals365.us, get huge discounts on purchasing of books and save money and enjoy the offer

Thankyou,
shivareddy.

Anonim mengatakan...

Lho kok malah jualan di kolom komentar? How come?

Anonim mengatakan...

how come ?

Bram Adimas mengatakan...

semenjak tidak adanya departemen penerangan, acara tv indonesia semakin gila. tayangan yang mendidik pun hanya ditayangkan segelintir stasiun televisi. marilah kita buat lebih banyak stasiun agar masyarakat semakin memiliki banyak pilihan acara.

Dunia TV mengatakan...

Ya, begitulah seharusnya. PH dan TV Inhouse Production harus mulai lebih kreatif, kreatif dan kreatif!

Dijaman kebebasan ini, mau bebas dari siapa dan mau bebas untuk siapa?

Sekali diberi kebebasan, bebas sekaliii...

Jaga, jangan sampai ke-beblas-an.
Salam...

Akhyari mengatakan...

lah...kasihan bener bangsa ini. setiap bulan saya ditugasi kantor ke malaysia atau singapore, keduany mampu menerima tayangan TV kita hanya menggunakan antena sederhana. Yang menarik, selain sinetron, mereka juga senang acara acara berita yang penuh dengan kekerasan, berita negative, perkosaan, demo rusuh, pilkada rusuh, dll. Seorang teman terpaksa membatalkan rencana liburannya ke jogja karena bosnya melarangnya cuti berlibur ke indonesia, kecuali si dia mau mengubah lokasi liburannya. bayangkan, berapa ribu orang yang nggak jadi datang karena itu? berapa investor yang males masuk ke negeri ini? berapa uang yang hilang karena mereka nggak jadi masuk? apakah para pengelola TV mau bertanggungjawab? tentu saja tidak. Jangan jauh jauh mimpi membuat tayangan mutu, wong ditanya KEWAJIBAN dan TANGGUNGJAWAB berbangsa dan bernegara pun mereka juga nggak mau tau.
kasian bener bangsa ini...

Indonesian Dreaming mengatakan...

Bener apa kata bung akhyari, saya juga lihat TV indonesia di hotel-hotel singapore. Berita kekerasan di TV itu sangat mengganggu. Mendingan puter sinetron norak-norak itu.. Saya setuju dengan pandangan moderator dunia tv... Semoga Indonesia melek lahhh

Anonim mengatakan...

Duhhh biyungggg... Iki negriku kok koyo ngeneeeee....

Anonim mengatakan...

Rekomendasi Bung Moderator masuk akal, sebaiknya ada yang menindaklanjuti. Mungkin asosiasi perlu berkirim surat kepada ACNielsen?

Ferdy Witjaksono
Mantan karyawan TV swasta
yang kini mengajar di Yogya