30 November 2008

Media Mampu Mengubah Artis Menjadi Sosok Pengambil Kebijakan

Seorang selebritis atau artis yang wajahnya sering kita saksikan di layar kaca ternyata bisa menjadi pengubah kehidupan orang banyak. Hal itu diungkapkan oleh akademisi dan juga pengamat media, Ade Armando, dalam Dialog Publik yang bertema Celebrity VS Self Beauty di Kampus FISIP Universitas Indonesia (UI) Depok, Kamis (27/11).

Salah satu contoh artis dan bintang film terkenal tersebut adalah Ronald Reagen. Popularitas Reagen di dunia layar kaca dan lebar mampu menjadikan dirinya sebagai presiden AS dan hal serupa juga terjadi di Philipina. Di Indonesia, tren artis masuk ranah politik mulai ramai, sebut saja Dede Yusuf yang terpilih menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat. “Ini sedikit banyak karena pengaruh dari media yang membuat mereka banyak dikenal masyarakat,” ungkap mantan anggota KPI Pusat periode Ade Armando.

Hal senada juga diungkapkan oleh Elena. Menurutnya, seorang artis dapat menjadi terkenal dimata masyarakat karena didorong oleh media terutama televisi. Menurut wanita yang banyak berkecimpung didunia entertainment ini, artis atau selebritis adalah produk yang mestinya hanya untuk dinikmati dalam peranan keartisannya. Dalam kesempatan ini, Elena juga mengeluhkan penyajian program infotaimen di televisi terutama mengenai kehidupan pribadi seorang artis atau selebritis. “Padahal ada etika ketika kehidupan pribadi seorang artis atau selebritis itu diungkap,” katanya di depan para mahasiswa dan mahasiswi Fisip UI.

Menyikapi hal ini, wakil Ketua KPI Pusat Fetty Fajriati menyatakan persetujuannya. Menurutnya, program infotaimen yang ada sekarang tidak sesuai dengan aturan yang ada di KPI. “Padahal KPI sudah memberikan himbauan kepada pihak-pihak terkait untuk menjaga baik-baik wilayah privasi pribadi seseorang,” ungkapnya.Selain itu, kata Fetty, menyangkut persoalan ini KPI juga telah bekerjasama dengan Dewan Pers yang memang bertugas melakukan pengawasan terhadap etika jurnalistik dalam program tersebut. (KPI)

Read More ..

28 November 2008

TVRI Didorong Jadi “Penyelamat” Dunia Penyiaran

Sebagai televisi yang kini berstatus lembaga penyiaran publik (LPP), TVRI didorong mengoptimalkan operasional siarannya. Ini antara lain dengan mengubah paradigma lama SDM-nya serta melakukan lobbying kepada pemerintah agar memperoleh anggaran yang memadai supaya bisa beroperasi maksimal. “Kami mendorong dengan optimalisasi operasionalnya, dengan demikian TVRI akan bisa menjadi penyelamat di dunia penyiaran televisi yang makin tak karuan,” ujar Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Bali, Komang Suarsana, dalam program Dialog Interaktif TVRI Stasiun Bali, Minggu lalu.

Komang menyebutkan, banyak harapan disandarkan masyarakat kepada TVRI. Dengan perannya sebagai penyebar informasi, pendidik, penghibur, dan kontrol sosial, LPP ini semestinya ”menyelamatkan” masyarakat dari pengaruh buruk tayangan televisi swasta yang bersaing meningkatkan rating. ”TVRI kita harapkan kembali hadir dengan program-program yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Komang. TVRI, jelas Komang, harus tetap menjadi media pemersatu masyarakat multi agama, suku, daerah dan golongan sekaligus menjadi sarana informasi milik masyarakat. Sekaligus menyajikan informasi yang seimbang, baik dari masyarakat maupun pemerintah. TVRI harus berusaha mendidik masyarakat akar rumput untuk menghargai kemajemukan dan membimbing masyarakat agar bisa hidup dalam pluralitas agama, suku dan golongan.

”Banyak potensi tentang keseharian hidup masyarakat, informasi pembangunan pertanian, peternakan dan perikanan serta berbagai berita hiburan yang diminati masyarakat. Siaran hiburan yang tetap mengedepankan nilai-nilai etika dan moral akan menjadikan TVRI sebagai media pelestari dan penjaga tradisi dan budaya bangsa Indonesia,” ungkap Komang.

Komang juga tidak membantah, dulu pada Orde Baru, peranan TVRI sangat vital dan dominan buat pemerintah republik ini, dalam mencerdaskan bangsa. Rakyat di seluruh penjuru tanah air, hanya tahu televisi yang disebut TVRI. Sekarang ini, televisi pertama orbit di negeri ini sekarang diterlantarkan. ”Memprihatinkan memang. Padahal, peranan media massa seperti televisi, sampai detik ini sangat diperlukan masyarakat,” katanya berharap.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Dewan Pengawas TVRI, Hazairin Sitepu, tak membantah pandangan tentang kondisi TVRI saat ini. Namun, menurutnya, berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Sejumlah program menyusul perubahan status dari PT (Persero) menjadi LPP juga telah dibuat agar sesuai dengan visi-misi lembaga.”Berbagai masukan dan harapan yang diberikan kepada TVRI menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Mudah-mudahan pemerintah memberi dukungan agar kami bisa memenuhi tuntutan masyarakat,” ujar Sitepu. (KPID Bali)

Read More ..

27 November 2008

Masyarakat Lombok Ogah Tonton Siaran “Elo-Gue”

Masyarakat di Lombok ternyata kurang nyaman dengan suguhan siaran televisi yang tidak mempunyai unsur lokal. Mereka berharap siaran dengan gaya bahasa “Elo-Gue” tidak terlalu banyak mendominasi. KPID NTB diminta oleh masyarakat untuk mengawal perwujudan siaran TV yang banyak mempunyai unsur lokal.

Demikian disampaikan oleh Maryati SH MH anggota KPID NTB mengutip kesimpulan dalam “Diskusi P3-SPS” yang digelar KPID NTB beberapa waktu yang lalu. Diskusi yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, LSM dan organisasi perempuan ini banyak membahas mengenai pentingnya muatan lokal dalam siaran TV dan radio.

Semestinya masyarakat berharap, kehadiran televisi lokal menjadi salah satu alternatif bagi komunitas lokal untuk memenuhi kebutuhan informasi dan hiburan. Keberadaan televisi lokal menjadi sangat berharga baik bagi pemerintah daerah maupun bagi masyarakat. “Namun yang terjadi tidak demikian, kadang TV Lokal malah meniru-niru gaya Jakarta,” sesalnya. Padahal seharusnya televisi lokal mengambil segmen lokal untuk memenangipersaingan dengan televisi nasional. Sebab, selama ini terjadi eksploitasi terhadap sumber siaran lokal, dengan tujuan memberikan warna alternatif dari tayangan televisi nasional.

KPID menyadari bahwa tidak mudah untuk menggali sumber-sumber siaran lokal, apalagi menyajikannya sebagai satu tayangan. Meskipun segmen lokal di televisi sangat sempit, tidak menutup kemungkinan dijadikan modal untuk memenangkan persaingan bisnis. “Kalau mereka bisa berkreasi tentunya tayangan lokal cukup menarik disajikan” imbuhnya.

Read More ..

Orang Ketiga Trans TV dan Film Prancis SCTV Dapat Surat dari KPI

Film lepas ”36, Quai Des Orfevres” yang tayang di SCTV pada 23 November 2008 pukul 01:00 mendapat surat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Setelah dianalisa, Film ini ditengarai menampilkan adegan dan percakapan yang mengesankan hubungan seks secara eksplisit dan vulgar. Akibatnya KPI menuding film ini telah melanggar pasal 18 dan 19 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.

Nampaknya SCTV belum bosan menerima surat teguran dari KPI. Pasalnya, surat ini adalah teguran kedua bagi SCTV hanya dalam bulan November ini. Sebelumnya, pada 14 November lalu, KPI Pusat menegur SCTV karena menayangkan program film ”Extra Large” yang juga menampilkan adegan dan percakapan yang mengesankan hubungan seks secara eksplisit dan vulgar. Sehingga dalam suratnya, KPI Pusat menegaskan bahwa teguran ini merupakan yang terakhir untuk kasus yang sama. Selanjutnya KPI Pusat mengancam jika SCTV tidak mematuhi keputusan ini, maka KPI akan memproses sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain ke SCTV, KPI Pusat juga mengrimkan surat himbauan ke Trans TV untuk program "Orang Ketiga". Dalam surat himbauan ini, KPI Pusat meminta Trans TV melakukan perbaikan pada episode-episode selanjutnya serta memberikan klasifikasi acara untuk program tersebut. Sebagai informasi, KPI telah menerima banyak aduan dan masukan dari masyarakat terhadap adanya adegan dan percakapan yang mengesankan hubungan seks secara eksplisit dan vulgar pada program ini.Surat KPI pusat yang dikirim ke SCTV dan Trans TV kemarin (25/11) ini ditandatangani Plt Ketua KPI Pusat, S. ecip, karena Ketua KPI Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja masih berada di tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. (KPI)

Read More ..

26 November 2008

Dewan Pers Masih Dalami Tayangan TV Bermasalah

Dewan Pers hingga saat ini masih terus mencoba mendalami tayangan televisi berbentuk reality show yang dinyatakan bermasalah karena dinilai melanggar batas privasi. "Saat ini kita sedang mencoba mendalami siaran reality show karena sudah masuk ke ranah privasi," kata Wakil Ketua Pokja Pengaduan Dewan Pers, Bekti Nugroho di Banda Aceh, Selasa.

Hal itu disampaikannya dalam lokakarya dengan tema "bersama kita lawan kriminalisasi dan kekerasan terhadap jurnalis" yang dirangkai dengan Musda dan pelantikan pengurus IJTI Aceh. Menurut dia, Dewan Pers belum memutuskan tindakan yang akan diambil terkait tayangan-tayangan yang kini marak disiarkan ditelevisi. Selama Januari-Oktober 2008, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah menerima 38 pengaduan dan keberatan masyarakat atas tayangan reality show. Tayangan reality show tersebut berpotensi melanggar masalah privasi, kekerasan dan ucapan kotor.

Sejumlah reality show yang dinilai sudah masuk keranah privasi di antaranya seperti Playboy Kabel, Backstreet (SCTV), Termehek-mehek (Trans TV), Face to Face, Cinta Patut Diuji (antv), Mata-mata (RCTI), dan tayangan sejenis lainnya. Namun, di antara tayangan tersebut KPI baru menemukan satu reality show, yaitu Face to Face (antv), yang melanggar UU Penyiaran dan Standar Program Siaran (SPS) terkait ucapan kotor dan KPI menegur pihak televisi pada 11 November lalu. Menurut KPI Pusat, tayangan tersebut telah melanggar Pasal 13 ayat 1 dan 2 di P3 dan SPS yang bunyinya lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan.

Pasal 13 ayat 2 berbunyi, kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik yang diungkapkan secara verbal maupun verbal. Reality show tersebut dinilai membeberkan masalah pribadi orang lain secara detil berupa percintaan, perselingkuhan, konflik, dan tingkah negatif seseorang lalu dijadikan tontonan."Tapi yang menjadi dilema tayangan-tayangan itu banyak diminati pemirsa," demikian Bekti. (Antara)

Read More ..

25 November 2008

RCTI Kena Teguran Terakhir KPI Pusat

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberikan peringatan yang terakhir pada RCTI terkait pelanggaran yang dilakukan tayangan program sinetron ”Agsa dan Madina” pada 17 November 2008 pukul 18.00 wib.

Didalam sinetron tersebut terdapat adegan yang menampilkan secara detail dan rinci penyiksaan dengan menggunakan alat setrum. Peringatan itu terungkap dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani oleh Plt. Ketua KPI Pusat S. Sinansari ecip kepada Dirut RCTI, Senin (24/11).

Dalam surat tersebut juga dijelaskan bahwa teguran ini didasarkan oleh aduan masyarakat serta pemantauan oleh KPI Pusat. Menurut KPI Pusat, tayangan penyiksaan dengan alat setrum yang terdapat dalam sinetron ”Agsa dan Madina” dinilai telah melanggar UU No.32 tahun 2002 Tentang Penyiaran Pasal 36 (5) yang berbunyi bahwa Isi siaran dilarang menonjolkan kekerasan. Selain itu, adegan tersebut juga melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) pasal 30 (a) yakni adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan dan vulgar. Adegan tersebut juga melanggar P3 dan SPS pada Pasal 62 yang menyatakan bahwa lembaga penyiaran televisi wajib menyertakan informasi tentang penggolongan program siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan.

Dalam surat tersebut juga dikemukakan bahwa KPI Pusat pernah menegur RCTI pada 9 Mei 2008 karena menayangkan program sinetron ”Jelita” yang mengandung unsur kekerasan verbal dan non verbal. Disurat tersebut KPI Pusat juga menegaskan jika RCTI tidak mematuhi keputusan tersebut, maka KPI akan memproses sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (KPI)

Read More ..

24 November 2008

Tayangan Kartun Bahayakan Perkembangan Anak

Tayangan film kartun yang disiarkan stasiun televisi swasta di Indonesia, harus diwaspadai karena dapat membahayakan perkembangan mental dan interaksi sosial anak. "Kartun produk luar negeri yang ditayangkan itu lebih banyak menampilkan kekerasan, bahasa yang kasar dan lebih bersifat merendahkan orang lain, misalnya kartun Spongebob, Tom & Jerry dan Shinchan," kata Ketua KPID Sulsel Aswar Hasan, di Makassar, pekan lalu.

Ia mengatakan, pengaruh dari menonton televisi itu, menyebabkan banyak anak-anak tidak tahu lagi sopan-santun terhadap orang tua. Lebih jauh dijelaskan, berdasarkan hasil survei KPI diketahui, 70 persen tayangan televisi swasta lebih banyak menampilkan unsur hiburan daripada unsur pendidikan. Padahal fungsi dan peran media massa setidaknya harus menyeimbangkan fungsi hiburan, pendidikan, informasi, dan kontrol sosial.

Hal senada dikemukakan aktivis LBH-APik Sulsel, Lusi Palulungan, yang memfokuskan diri pada upaya perlindungan anak dan perempuan. Menurutnya, saat ini para orang tua harus mewaspadai film-film kartun asal Jepang yang materinya lebih banyak memaparkan kekerasan fisik, kekuatan mistik atau gaib, serta menggambarkan nilai moral yang tidak masuk akal.

Lebih jauh dijelaskan, secara umum tayangan televisi tanpa disadari dapat mempengaruhi perkembangan mental, kecerdasan dan kemampuan berpikir anak. Hal itu disebabkan karena adanya rangsangan imajinasi melalui stimulus bunyi dan gambar secara terus-menerus. "Kondisi itu menyebabkan kemampuan konsentrasi anak menjadi pendek," katanya.

Selain itu, dampak negatif tayangan TV juga menyebabkan berkurangnya aktivitas dan sosialisasi anak, karena anak cenderung hanya duduk pasif menonton televisi daripada bermain dengan sesamanya. Akibatnya, keterampilan emosi dan sosial anak tidak terasah dengan baik.
Karena itu, baik Aswar maupun Lusi mengimbau agar orang tua selalu mendampingi anak-anaknya dalam menonton tayangan yang dinilai membahayakan perkembangan anak. Di sisi lain, orang tua juga harus bersikap tegas memberikan batasan waktu menonton, paling lama dua jam sehari. (KPI)

Read More ..

22 November 2008

Beberapa Pengaduan Masyarakat di Situsnya KPI Pusat

Ini beberapa pengaduan masyarakat dari situsnya KPI Pusat yang harus diperhatikan :

SINETON YANG TIDAK MENDIDIK dari ANDY MAULANA, Jambi
tolong kepada pemerintah banyak tayangan tv yang tidak mendidik hanya melihatkan kekayaan,bentuk tubuh dan gaya kebarat baratan saja contoh seperti SCTV hampir setiap hari acaranya dipenhuni sinetron dan realety yang btidak mendidik malah membodohbodohi


Tayangan TPI dari Zaenuri, Jawa Tengah
Bagaimana pendapat KPI dengan tayangan TPI menjelang pagi yang dipandu seorang wanita dengan suara mendesah 2 yang rasa2nya tidak pas sama situasinya.wassalam


Pengaduan Stasiun TV dari Dimas Rangga, Jawa Tengah
Siaran sinetron yg ditayangkan salah satu stasiun TV Indosiar sangat mengganggu sekali,terutama yg diproduksi oleh PT. Gentabuana karena sinetron yg ada hanya menampilkan adegan kekerasan,tangisan dan hal mistis saja..mohon KPI dapat bertindak tegas terhadap sinetron di Indonesia seperti halnya TPI yg dlm menayangkan sinetron memberikan judul yg sangat membuat saya ngeri..Mohon untuk KPI dapat bertindak jg..Terima kasih

Read More ..

20 November 2008

TV Edukasi Kolaborasi Dengan 120 TV Lokal

Televisi (TV) Edukasi yang dibuat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bekerjasama dengan empat perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia dalam program penerapan Teknologi Informasi (IT) kini telah berkolaborasi dengan 120 TV lokal. Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan, Depdiknas Ir.Lilik Gani HA, MSc, Phd, mengatakan, program TV Edukasi sebenarnya sudah dimulai sejak 2004 lalu, namun hingga saat ini belum banyak diketahui orang karena kurangnya sosialisasi. "Mulai `e-learning`, `e-book`, hingga TV edukasi sudah dilakukan," katanya pada saat "roadshow" Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Detiknas) di gedung Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Kamis.

Menurut dia, TV Edukasi ini sudah berkolaborasi dengan 120 TV lokal di Indonesia. "Bisa diakses siapa saja asalkan memiliki parabola," ujarnya. Sebagai stimulan, kata dia, Depdiknas akan memberikan 80.275 pesawat TV kepada sekolah negeri dan swasta di seluruh Indonesia. "Satu sekolah dapat dua TV, harapannya kekurangannya mereka membeli TV sendiri," katanya.TV Edukasi ini dapat diakses melalui frekuensi 3807 Mhz satelit Telkom I dan melakukan siaran empat jam sehari, mulai pukul 14.00-1600 WIB dan 18.00-20.00 WIB. Empat PTN yang dimaksud meliputi Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), dan Intitut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. (Antara)

Read More ..

19 November 2008

TVRI Pun Tak Luput Dari Teguran KPI Lho!

KPI Pusat memberikan peringatan terakhir kepada TVRI terkait penayangan program acara Forum Indonesia Raya pada 16 November 2008. Acara tersebut menampilkan pembaca acara Raslina Rasyidin yang menurut catatan KPI merupakan Wakil Sekretariat Jendral (Wasekjen) salah satu partai politik peserta Pemilu 2009.

Hal itu terungkap dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani oleh Plt Ketua KPI Pusat, S. Sinansari Ecip, kepada Dirut TVRI, hari ini (18/11). Dalam surat tersebut dijelaskan, keterlibatan salah satu pengurus teras sebuah partai politik dalam membawakan suatu program acara dinilai KPI Pusat tidak netral dan melanggar ketetuan yang ada di dalam UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

KPI Pusat juga mengingatkan TVRI bahwa peringatan yang sama pernah dilayangkan oleh KPI Pusat pada 14 Juli 2006. Pada waktu itu, TVRI menayangkan program Mimbar Demokrasi dengan pembawa acara Anas Urbaningrum yang pada saat itu menjabat sebagai salah satu pengurus partai politik.Pada akhir surat ditegaskan, KPI Pusat akan memproses sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku jika TVRI tidak mematuhi keputusan atau teguran tersebut. (KPI)

Read More ..

17 November 2008

ANTV Janji Perbaiki Face to Face

Antv menyatakan menyesal atas pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI yang terjadi pada tayangan reality show "Face to Face" pada 8 November lalu. Antv berjanji akan melakukan perbaikan secara serius terhadap tayangan mereka agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Hal itu diungkapkan antv dalam surat jawaban mereka atas surat teguran KPI terhadap tayangan tersebut, pekan ini. Keseriusan antv untuk memperbaiki tayangan acara tersebut ditandai juga dengan kedatangan perwakilan mereka, Zoraya Perucha dan Dudi Hendrakusum ke KPI Pusat, hari ini (17/11).

Kedua perwakilan antv diterima oleh anggota KPI Pusat, Yazirwan Uyun, Don Bosco Selamun dan Muhammad Izzul Muslim. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan antv mengungkapkan bahwa mereka telah melakukan teguran keras pada production house (PH) yang memproduksi acara Face to Face. Antv juga meminta kepada PH tersebut untuk mematuhi semua aturan yang tercantum dalam P3 dan SPS KPI.

Antv juga mengakui pelanggaran tersebut disebabkan adanya kekurangan pada quality control internal dalam sistem sensorship. Antv juga menyatakan sudah memperketat dan memperbaiki system quality control internal.

Mengenai hal ini, anggota KPI Pusat, Yazirwan Uyun, Don Bosco Selamun dan M. Izzul Muslimin mengungkapkan apresiasinya dan menyampaikan terima kasih atas itikad baik dari antv untuk memperbaiki tayangannya. Dalam pertemuan tersebut, Uyun menegaskan bahwa KPI berupaya tidak sewenang-wenang terhadap industri penyiaran khususnya televisi. Meskipun sebenarnya ada kewenangan KPI untuk mempidanakan suatu stasiun televisi yang melanggar.

”Kami juga tidak ingin mematikan dan menghalangi-halangi kreatifitas dari pelaku-pelaku penyiaran. Kami berharap jangan terlalu takut,” katanya.Uyun juga menjelaskan bahwa KPI dalam memberikan teguran selalu didahuli dengan melakukan pengamatan dan analisa yang mendalam. ”Kami selalu melakukan pengamatan dan analisa mendalam terhadap sebuah tayangan yang dianggap melanggar. Setelah itu, baru kami melakukan teguran,” jelasnya. (KPI)

Read More ..

Junkteve, Dampak Buruk Televisi

Pernahkah kita menghitung berapa orang mati dan ''mati'' setiap hari di layar televisi kita? Bisakah kita menghitung berapa banyak peluru dimuntahkan seharian di layar TV kita? Berapa banyak pula korban berdarah-darah yang kucuran darahnya dihidangkan bersamaan saat kita makan siang?

Mungkin kita tidak sempat menghitung atau terlalu ''kurang kerjaan''. Atau kalaupun sempat, mungkin kita tidak bisa menghitungnya karena saking besarnya angka yang akan kita dapat.

Tapi, pernahkah kita berpikir bahwa apa yang disajikan dalam televisi kita itu -yang dikemas dalam bentuk hiburan- benar-benar menghibur? Pernahkah kita berpikir bahwa tayangan yang sering diberi ''tugas'' memberi pendidikan tersebut berdampak tidak mendidik?

Tulisan ini hanya memberikan ilustrasi betapa televisi bisa menjadi sumber malapetaka luar biasa bila kita abaikan. Efeknya bisa dahsyat karena televisi berada sangat dekat dengan kita. Apalagi, tidak ada film kekerasan yang menyebutkan bahwa di dalamnya terkandung ajaran kekerasan. Mereka membungkusnya dengan aksi laga, mega-action, dan seterusnya.

Ajarkan Kekerasan
Survei membuktikan, tayangan TV kita sarat kekerasan. Mulai pagi, siang, malam, hingga pagi lagi, kekerasan itu berderet-deret seperti barisan prajurit TNI apel pagi. Ada hasil riset yang menyebutkan, 9 di antara 10 acara TV mengandung kekerasan!

Survei yang lain menunjukkan bahwa menonton tayangan kekerasan akan meningkatkan perilaku agresif dan prokekerasan. Bukan satu atau dua survei, tapi ribuan riset menyimpulkan: menonton tayangan kekerasan meningkatkan perilaku agresif!

Penahapan dalam ''belajar kekerasan'' itu bisa dijabarkan sebagai berikut. Pertama, berlangsung tahap belajar metode agresi (observational learning). Setelah terbiasa pada hal itu, kemampuan mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition) dan akhirnya tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban agresi (desensitization, penumpulan perasaan).

Kekerasan pun menjadi hal yang dianggap biasa karena berlangsung rutin. Menurut guru besar komunikasi Stephen Kline, hanya diperlukan waktu sejam untuk merasakan efek desensitization, penumpulan perasaan.

Sebuah survei menunjukkan, 800 anak usia 8 tahun -yang banyak nonton kekerasan di TV- cenderung lebih agresif ketika mencapai usia 19-30 tahun serta membuat masalah lebih besar -seperti kekerasan dalam rumah tangga atau pelanggaran lalu lintas.

Meski seseorang tidak agresif pada usia 8 tahun, jika menonton kekerasan di TV dalam jumlah cukup banyak, dia akan menjadi lebih agresif pada usia 19 tahun dibanding yang tidak menonton.

Pengaruh kekerasan tersebut bisa mengenai remaja dan anak-anak dari segala usia, kedua jenis kelamin (laki atau perempuan), serta semua tingkat sosioekonomis (miskin atau kaya) dan inteligensia (IQ tinggi, jongkok, atau merayap). Juga, tidak terbatas pada anak yang sudah agresif serta tidak mengenal asal negara.

Lihat saja berbagai berita kriminal -curat (pencurian dengan kekerasan), pembunuhan, pemerkosaan, mutilasi, dan lain-lain. Semakin banyak saja pelakunya adalah ''orang-orang yang sebelumnya dikenal alim''.

Lalu, dengar saja ''pembelaannya'' yang menyatakan bahwa ia melakukan itu hanya meniru atau mempraktikkan apa yang mereka lihat di tayangan TV, video compact disc atau internet.

Apa Dampaknya?
John Naisbitt bersama koleganya -Nana Naisbitt dan Douglas Phillips- menyebutkan, kita saat ini berada dalam Zona Mabuk Teknologi. Dia mengungkapkan itu dalam buku High Tech High Touch yang diindonesiakan dengan judul Pencarian Makna di Tengah Perkembangan Pesat Teknologi.

Naisbitt menyebutkan, dalam situasi mabuk teknologi itulah terjadi kebingungan sikap dalam menghadapi media. Memang, media tidak hanya berdampak negatif. Toh, media bisa disebut sebegai jendela dunia, obor penerang, dan sebagainya. Tapi, di sisi lain ada efek dari isi media. Tidak hanya kekerasan, tapi juga seks, mistis, mimpi-mimpi, dan sebagainya.

Nah, efek kekerasan yang berakibat terhadap penurunan perasaan yang disebut itu akan berdampak sosial. Selain akan menyulitkan kita untuk mengenali bahaya yang sesungguhnya dalam kehidupan nyata, ia juga bisa membahayakan jiwa.

Kita akan kebal terhadap kesakitan yang dirasakan orang lain. Kita tidak peduli akan penderitaan orang lain. Rasa empati tumpul. Kita akan mengidap istilah Sissela Bok sebagai compassion fatigue (keletihan yang tidak sanggup lagi merasa terharu ataupun berbelas kasihan).

Lalu, Apa?
Melawan media. Itulah kunci gerakan yang bisa dibangun. Bukan melawan dengan kekerasan seperti dengan cara menduduki kantornya, membakar gedungnya, atau menganiaya awak medianya. Melawan media harus dilakukan dengan tindakan cerdas. Kita jelas tidak mungkin mengharapkan media (televisi) berbuat sebagaimana yang kita inginkan. Kita tidak mungkin memaksa media menyediakan tayangan seperti yang kita harapkan saja.

Karena tidak mungkin memaksa media menuruti kita, kita sendiri yang harus menentukan sikap. Kita ibaratkan saja TV sebagai makanan, tapi makanan dengan dampak yang merugikan kita. Jika ada junkfood, kita sebut saja junkteve yang sebaiknya tidak kita konsumsi karena buruk bagi kesehatan.

Mulai sekarang ini juga. Jangan ditunda.***

* Dyah A.M., alumnus FPBS IKIP Semarang, aktivis CermaT (Cerdas Memahami TV) Jogja

Read More ..

16 November 2008

Sebagian Acara Reality Show di TV Memang Kelewat Batas

Bagaimana sikap Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI atas tayangan reality show yang menabrak privasi? ”Sebagian terkadang out of control,” kata Yazirwan Uyun, Kepala Bidang Penyiaran KPI Pusat, Kamis (13/11). Menurut dia, ada beberapa hal yang berpotensi dilanggar reality show, yakni masalah privasi, kekerasan, dan ucapan kotor. Mengapa? Karena jalan ceritanya penuh dengan konflik.

Selama Januari-Oktober 2008, KPI Pusat telah menerima 38 pengaduan dan keberatan masyarakat atas tayangan reality show. Namun, KPI baru menemukan satu reality show, yakni Face to Face (antv), yang melanggar UU Penyiaran dan Standar Program Siaran (SPS).
Pelanggaran itu tidak menyangkut privasi, melainkan ucapan kotor. Atas pelanggaran itu, KPI menegur antv pada 11 November lalu. Sejauh ini KPI belum menemukan pelanggaran terkait masalah privasi. ”Menurut kami, sejauh para pemain yang terlibat setuju masalah pribadinya diungkap di televisi, maka tidak ada pelanggaran privasi,” katanya.

Yazirwan mengatakan, di Amerika Serikat, Federal Communication Commission (FCC)—lembaga yang fungsinya sama dengan KPI—mengatur acara reality show. Aturan tersebut melarang eksploitasi anak, pengucapan kata-kata kotor, dan pornografi. Selain itu, FCC juga bisa menghukum pembuat reality show jika ternyata acara itu penuh rekayasa dan dibuat-buat.
Di Indonesia, tidak ada aturan yang secara khusus mengatur reality show. Jenis acara itu, seperti tayangan lain, tunduk pada UU Penyiaran dan SPS. Kedua aturan itu, antara lain, mengatur pelanggaran atas hak pribadi, kekerasan, makian, penggunaan dan kamera tersembunyi. Akan tetapi, lanjut Yazirwan, tidak semua pasal dalam SPS bersifat operasional. ”Ada beberapa pasal yang multitafsir. Itulah yang harus diubah,” ungkap Yazirwan.
Pengamat media massa, Ashadi Siregar, berpendapat, pengawasan atas tayangan televisi tidak bisa diserahkan seluruhnya kepada KPI. Kaum profesional penyiaran semestinya mengembangkan sendiri kesadaran etik mereka. (Kompas Minggu)

Read More ..

Pemirsa: Maaf, Ini Ruang Pribadi Kami

Harian Kompas Minggu : Siapa yang belum pernah menonton infotainmen, disengaja atau tidak? Tayangan itu menunjukkan betapa batas antara ruang privat dan ruang publik hanyalah sebuah garis yang sangat tipis. Program infotainmen bisa dibilang reality show yang sesungguhnya—kisah nyata yang dikemas menjadi satu tontonan. Ada proses editing, namun tanpa rekayasa. Kisah tentang perceraian, perselisihan keluarga, perselingkuhan, poligami, hingga dukacita menjadi drama ”mengasyikkan”.

Konflik artis Kiki Fatmala dengan ibunya, Farida, hanya satu contoh. Perseteruan keduanya sudah diliput infotainmen sejak empat tahun lalu. Bagaimana Farida berteriak sambil mengacung- acungkan tangan, mengucap kata-kata kasar, sedangkan Kiki berurai air mata. Semua itu terekam kamera, bukan adegan dalam sinetron. Kiki merasa sangat tegang kala itu. ”Mood jadi gak bagus dan itu terbawa ke dalam rumah tangga. Keadaan itu memicu perceraianku dengan suami,” tutur Kiki. Karena cerita sudah telanjur bergulir, ia hanya berharap bisa rujuk dengan ibunya. Namun, yang terjadi, ”Semakin banyak cerita, keadaan makin tidak karu- karuan. Aku merasa dipojokkan karena yang ditayangkan yang buruk-buruk saja.” Kiki menahan diri untuk tidak bicara dan membela diri. ”Tapi para pekerja infotainmen selalu mencari kesalahanku. Bayangkan, rumahku ditungguin sampai pukul 03.00,” paparnya.
Saking tegangnya, tiap hari Kiki menjerit dan menjedot-jedot kepalanya sendiri. ”Mataku sempat buram gak bisa melihat karena saraf mata tegang,” ujarnya.

Penyanyi dan presenter Dewi Sandra juga pernah ”dikejar-kejar” pemburu berita. Mulai dari waktu ia menikah ”diam-diam” dengan Surya Saputra, lantas bercerai, dan menikah lagi ”diam-diam” dengan Glenn Fredly. Oya, menikah ”diam-diam” di sini maksudnya menikah tanpa mengundang wartawan untuk meliput acara itu. Pernikahan Dewi dengan Glenn di Bali juga menjadi berita menarik yang tampaknya sayang dilewatkan. Meski tidak bisa masuk ke ruang pernikahan, reporter infotainmen berhasil mendapatkan informasi dari para tamu undangan. ”Mungkin hidupku ini memang penuh drama, jadi banyak yang doyan,” kata Dewi seraya tertawa.

Penyanyi dan promotor pertunjukan musik Melanie Subono pun pernah merasa sangat terganggu saat perseteruan dengan ayahnya, Adrie Subono, direkam kamera infotainmen. Juga ketika ia berkonflik dengan suami pertamanya, Radja, dan lantas bercerai. ”Reporter dan pekerja infotainmen nongkrong di depan rumah gua sampai pagi,” ujarnya. Melanie punya taktik jitu. Ia ”menghilang” dua tahun untuk menyepi. Ia sama sekali tidak menghubungi keluarganya, dan ternyata hal itu justru langkah penyembuhan buat ia dan keluarga. Bahkan, ia lantas menemukan jodoh yang sekarang menjadi suaminya, I Gusti Ngurah Agus Wijaya.

Ini ruang privat
Dewi dengan tegas membedakan batas antara ruang privat dan publik. Keluarga, pernikahan, perceraian, dan agama adalah sesuatu yang privat. Makanya, ia enggan pernikahan yang ia nilai sakral sampai tersebar, bahkan menjadi tontonan. Begitu pula dengan perceraian, jika tersebar luas, rasanya seperti mempertontonkan persoalan pribadi di muka umum. ”Bahkan ketika ibuku meninggal dua bulan lalu, aku tak mau jenazahnya sampai direkam kamera. Aku juga tidak mau diwawancarai. Aku bilang, please… kami sedang berduka. Kalau aku yang nanti mati, boleh di-shooting,” papar Dewi. Maka itu, kalau ditanya sesuatu yang personal, Dewi akan menjawab sesingkat mungkin. Kalau ditanya bagaimana hubungan dengan Glenn, ia akan menjawab baik. Soal anak juga hal privat buat Dewi. Jangankan ditanya wartawan, ditanya tetangga atau kerabat dekat saja rasanya risi. Meski hanya pertanyaan standar, ”Kapan punya momongan? Kok belum juga punya anak?”

Buat presenter Tamara Geraldine, masalah keluarga dan rumah tangganya juga sangat privat. Batasannya sangat jelas. Ada banyak hal dalam kehidupannya yang tidak ingin ia bagi dengan orang lain. ”Jangankan ke infotainmen, ke suami saja kadang aku tak mau bagi,” terangnya.
Sama dengan para artis itu, orang biasa yang tidak terkenal pun enggan wilayah pribadinya diungkap. Rangga (25), misalnya. Meski ia pernah dua kali ikut acara reality show, namun semua itu direkayasa. Shooting biasanya dikerjakan dua hari, dan sehari ia dibayar Rp 300.000.

Wilayah abu-abu
Buat pekerja infotainmen, mereka telah melakukan sesuatu yang tepat, yakni memberi informasi kepada masyarakat. Wilayah hitam dan putih bagi artis pada akhirnya bisa menjadi ”abu-abu” karena si artis sendiri yang menjadikannya ”abu-abu”, begitu kata produser acara Kabar-kabari dan Kasak-kusuk, Aroz Hadi. Aroz menjelaskan, sejumlah artis justru menggelar jumpa pers soal perceraiannya. Dari sana lalu muncul pendapat umum bahwa perceraian bukan hal tabu untuk diungkap. ”Tapi kalau artis tegas- tegas tidak mau bicara, kami juga bisa apa,” ujarnya.

Kiki, Tamara, Dewi, maupun Melanie berpendapat sama. Mereka lebih menghargai peliputan tentang prestasi, kerja, dan karya dibandingkan gosip rumah tangga. Namun ya bagaimana lagi. Berita soal konflik rumah tangga selalu meraih rating tinggi. ”Masyarakat lebih antusias melihat sesuatu yang personal, misalnya merek sepatu KD dibanding KD meluncurkan album apa,” jelas Aroz.

Soalnya, bagi pebisnis media tampaknya memang itu: rating, bisnis, bisnis...

Read More ..

Masih Adakah Ruang Privat di Televisi?

Masih adakah ruang privat di era ketika televisi bisa seenaknya membeberkan kisah cinta, keretakan rumah tangga, hingga perceraian siapa saja? Anda mungkin masih ingat konflik Kiki Fatmala dan ibunya, Farida, yang dibeberkan hampir semua infotainmen tahun 2006. Saat itu, jutaan pemirsa TV bisa menyaksikan bagaimana Farida dengan geram mengutuki Kiki. Kiki hanyalah salah seorang dari banyak pesohor yang ruang pribadinya habis dikoyak-koyak infotainmen dan media gosip. Perselisihan dengan ibunya, masa lalunya, dan proses perceraian dengan suaminya diulas sampai tandas. Ketika penonton mulai jenuh dengan berita kawin-cerai dan konflik selebriti, televisi pun melirik urusan pribadi masyarakat umum. Maka, muncullah acara- acara reality show, seperti Playboy Kabel, Backstreet (SCTV), Termehek-mehek (Trans TV), Face to Face, Cinta Patut Diuji (antv), Mata-mata (RCTI), dan seabrek acara sejenis.
Seperti infotainmen, reality show semacam ini kerap membeberkan masalah pribadi orang lain dengan amat detail. Percintaan, perselingkuhan, konflik, dan tingkah negatif seseorang diintip, kemudian dijadikan tontonan layaknya sinetron, lengkap dengan tangisan, gamparan, dan makian. Secara umum, acara-acara semacam itu melayani siapa saja yang ingin mengadukan masalah pribadinya. Karena itu, ada istilah pelapor atau klien buat mereka yang mengadu. Ada pula istilah target buat mereka yang diadukan.

Tengoklah Termehek-mehek episode 9 Agustus 2008. Seorang perempuan yang dihamili dan ditinggal begitu saja oleh pacarnya mengadu ke kru Termehek-mehek. Kru langsung menindaklanjuti pengaduan itu dengan mencarikan pacar si perempuan (target). Singkat cerita, kru berhasil menemukan target di rumah orangtuanya. Di depan orangtua target, si perempuan meminta pertanggungjawaban sambil mengiba-iba. Orangtua target tampak begitu kaget, marah, dan malu bukan main. Apalagi semua masalah itu diabadikan kamera. Dia pun menampar wajah anaknya dan meminta kru mematikan kamera.

Pada salah satu episode Playboy Kabel, seorang perempuan (pelapor) meminta kru menguji kesetiaan pacarnya (target). Kru pun mengirim seorang perempuan lain untuk menggoda target. Semua aktivitas dan obrolan penggoda dan target direkam kamera tersembunyi dan bisa dilihat serta didengar langsung pelapor. ”Elu udah punya pacar?” kata perempuan penggoda. ”Belum,” jawab si target. Maka, murkalah si pelapor mendengar jawaban target yang tak lain adalah pacarnya. Dia pun keluar dari persembunyian dan mendatangi pacarnya. Plak... plak... plak. Dia menampar pacarnya dan saat itu minta putus.

Pimpinan PT Triwarsana Helmy Yahya yang memproduksi sebagian besar reality show semacam itu mengklaim, kisah yang diangkat benar-benar nyata. Meski begitu, dia akui ada unsur rekayasa pada plot cerita. ”Kami memilih adegan-adegan yang bisa menguras emosi pemirsa,” katanya, Selasa (11/11).

Kepala Departemen Marketing PR Trans TV Hadiansyah Lubis juga mengklaim kisah Termehek-mehek adalah nyata. Bahkan, acara itu dimainkan langsung si pemilik kisah. Menurut dia, sekarang ini tidak sulit untuk menemukan orang yang bersedia membeberkan masalah pribadinya, asalkan bisa masuk televisi. Dalam satu minggu, katanya, pihaknya menerima 25-50 surat elektronik dari orang-orang yang ingin kisah pribadinya diangkat Termehek-mehek.

Namun, cerita Rangga (25) agak berbeda. Pegawai swasta ini mengaku pernah main dalam dua reality show cinta-cintaan yang berbeda. ”Kisah yang gue mainin bukan masalah pribadi gue. Itu ada skenarionya. Malu dong kalau masalah pribadi gue dibeberkan ke jutaan pemirsa,” katanya.
Jika ukurannya rating, reality show yang mengulas masalah pribadi tergolong digemari penonton. Menurut Hadiansyah, Termehek-mehek ratingnya rata-rata 7 atau ditonton sekitar 3,5 juta orang setiap episode. ”Rating acara ini mengalahkan semua acara hiburan di seluruh televisi nasional saat ini,” katanya, Rabu (12/11). Budi Darmawan, Manager PR SCTV, menambahkan, reality show cinta-cintaan di stasiunnya juga memperoleh sambutan yang baik dari penonton. Karena itu, SCTV memasang sekaligus beberapa reality show cinta dalam sepekan.

Soal etika
Mengapa acara seperti itu digemari? Abdul (32), warga Cileduk, mengatakan, dia sering merasa terhanyut dengan kisah yang diangkat reality show. ”Istri saya kadang ikut menangis kalau melihat kisah orang dikhianati cintanya,” kata Abdul yang biasa menonton reality show berdua istrinya. Namun, sebagian penonton mengaku muak dengan acara-acara semacam itu. ”Acara televisi kok isinya ribuuut melulu,” kata Waluyo (27), warga Kemanggisan.

Harry (32), warga Cakung, menilai, reality show kurang etis karena membeberkan rahasia kehidupan orang lain di televisi. ”Itu sebabnya saya malas nonton acara semacam itu,” ujarnya.
Reality show yang mengulas masalah pribadi memang menimbulkan pro-kontra. Namun, bagi pembuat reality show, etis tidaknya membeberkan masalah pribadi ke ruang publik ternyata sekadar perkara teknis. Menurut Helmy, sepanjang yang bersangkutan bersedia mengungkap kisah pribadinya di televisi, berarti tidak ada masalah. ”Yang penting tidak merugikan orang lain.” Hadiansyah menambahkan, pihaknya selalu memperlihatkan hasil shooting sebelum ditayangkan. Jika yang bersangkutan keberatan, tayangan akan dibatalkan. Apa pun penilaian orang, Helmy mengatakan, dia akan tetap memproduksi acara-acara semacam itu. ”Saya sudah kebal dikomentari, diprotes. Saya memilih menulikan kuping,” ujarnya. Helmy mengingatkan bahwa reality show semacam itu ada karena masyarakat memiliki kegemaran mengintip urusan pribadi orang lain. ”Kita kan seperti itu,” katanya.

Dosen Filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, berpendapat, bangsa ini memang memiliki tabiat suka memarodikan diri sendiri. Kita senang mengolok-olok dan melihat orang diolok-olok. Itu sebabnya, kita gemar menonton tayangan gosip dan reality show yang menerabas batas privasi orang lain. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa kita selama ini tidak memiliki kedewasaan dan tanggung jawab.

Pengamat media massa, Ashadi Siregar, menambahkan, kita jangan terlalu berharap televisi akan memiliki kesadaran tentang batas ruang privat dan publik. Pasalnya, kesadaran mereka sebatas pada konsumen. ”Dunia televisi sekarang ini adalah dunia dagang. Yang mereka buat bukan (acara) yang pantas atau tidak, tapi sensasional atau tidak. Kalau sekarang konflik (pribadi) laku dijual, maka itulah yang dijual.” (Kompas Minggu)

Read More ..

13 November 2008

Program di ANTV dan SCTV Kena Semprit KPI

KPI Pusat memberikan teguran terakhir kepada ANTV terkait pelanggaran pada program reality show Face to Face tanggal 8 November lalu. KPI Pusat menegaskan akan menghentikan program tersebut jika ANTV tidak segera melakukan perbaikan secara siginifikan. Hal itu disampaikan dalam surat teguran KPI Pusat kepada ANTV yang ditandatangani oleh Ketua KPI Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja, pekan ini.

Dijelaskan KPI Pusat, pelanggaran yang dilakukan program tersebut terjadi ketika adanya adegan perkelahian salah satu pemain secara tegas mengeluarkan kata-kata kotor/jorok yang berkaitan dengan hubungan seksual. Perkataan tersebut terjadi pada detik 15.40 sampai 15.50.

Menurut KPI, tayangan tersebut telah melanggar aturan di Pasal 13 ayat 1 dan 2 di P3 dan SPS. Adapun bunyi Pasal 13 ayat 1 P3 dan SPS yakni lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan. Sedangkan Pasal 13 ayat 2 berbunyi, kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik yang diungkapkan secara verbal maupun verbal.


Selain acara "Face to Face" di ANTV, film lepas "Extra Large" juga kena tegur. Film bioskop yang tayang pada 10 November 2008 pukul 21.00 di SCTV ini dinilai banyak menampilkan adegan dan percakapan yang mengesankan hubungan seks secara eksplisit dan vulgar. Untuk itu, KPI meminta agar SCTV tidak lagi menayangkan tayangan film tersebut dan tayangan sejenis lainnya.

Mengutip isi surat yang dilayangkan ke SCTV hari ini, tayangan tersebut dinilai KPI telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Dalam surat yang ditandatangani Wakil Ketua KPI Pusat ini, KPI mengancam akan mnenjatuhkan sanksi lebih lanjut apabila SCTV tidak mamatuhi teguran di atas.

Surat teguran KPI Pusat ini juga ditembuskan kepada DPR RI, Menkominfo, Kapolri, Kejagung, Ketua MUI, Ketua NU, Ketua LSF dan seluruh ketua KPID di Indonesia.

Read More ..

11 November 2008

KPID Jabar Minta Tiga TV Hentikan Program SMS Berhadiah

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Barat melayangkan surat teguran kepada tiga televisi swasta nasional terkait dengan acara SMS berhadiah dengan kriteria judi. Isi surat tersebut meminta kepada pihak manajemen televisi untuk menghentikan siaran tersebut karena berdampak tidak baik terhadap kehidupan masyarakat dan menyimpang dari fungsi lembaga siaran. "Sudah ada respons dari salah satu televisi (swasta nasional). Isinya akan menghentikan siaran dalam waktu dekat," kata Ketua KPID Jabar Dadang Rahmat Hidayat di Bandung.

Dadang belum bisa menyebutkan tiga lembaga siaran tersebut karena sedang dalam proses evaluasi. Ia hanya menyebutkan, acara yang disarankan untuk dihentikan itu ditayangkan pada tengah malam dengan menjanjikan sejumlah uang kepada masyarakat setelah mengirimkan SMS ke nomor tertentu. Pihak KPID Jabar, tambah Dadang, sudah berkoordinasi dengan dinas lain, seperti Dinas Sosial dan MUI. Dalam penyelenggaraan kuis SMS judi itu, Dinsos hanya mengeluarkan izin penyelenggaraan, bukan izin siaran.

Menyinggung soal isi siaran lembaga siaran, kata Dadang, saat ini masih banyak lembaga siaran yang belum menyampaikan isi siaran secara beragam. Disebutkan Dadang, untuk televisi nasional lebih dari 65 persen menyelenggarakan siaran hiburan. Untuk televisi lokal masih lebih baik karena menyelenggarakan siaran hiburan sebanyak 47 persen. Untuk lembaga radio, kebanyakan menyelenggarakan siaran hiburan di atas 75 persen. "Kalau diteliti lebih jauh, ada yang lebih dari itu. Ada yang seharian cuma muter MP3 (musik, Red). Yang diamanatkan undang-undang itu keberagaman siaran," kata Dadang.

Sejak tahun 2005 di Jabar ada 366 lembaga siaran, radio, dan televisi yang menunggu izin siaran dari KPI. Dalam waktu dekat akan dilakukan rapat bersama kelayakan siaran lembaga siaran. Tidak semua lembaga siaran itu akan menerima surat izin penyelenggaraan siaran. (KPI)

Read More ..

09 November 2008

Berbagai Komentar Tentang Pemberitaan TV Pada Eksekusi Amrozi Cs.

Pemberitaan tentang eksekusi Amrozi Cs di layar TV mendapat sambutan yang kurang bagus. Ini perlu menjadi perhatian bagi para pengelola Televisi. Beberapa komentar kami kutip dari milis-milis yang membahas mengenai media di tanah air.

------

Saya juga jijik liat TV-One dan teve lain yang menghebohkan eksekusi ini. Memang kesalahan ada pada pemerintah, yang tak menyederhanakan eksekusi, sebagaimana pada eksekusi mati lainnya, yang tenang, tak menghebohkan. Jelas, ada tujuan politik tertentu di balik rame-rameini. Sengaja dilambat-lambatkan, sengaja dihebohkan. Nampak sekali TV ini "menuhankan" rating. Yang penting rame, rating nomer 1. Gak penting yang mati siapa, nasib korban Bali seperti apa, yang penting tevenya siaran langsung, dari Cilacap, dari Banten, dari Tenggulun.

"Kamilah yang pertama, hanya kami kami nembus sumber sulit, wartawanlain nggak dapat. Kami yang paling hebat. Nggak peduli apa yang diberitakan, dan dampaknya kepada masyarakat," itulah statement yang ingin mereka tegaskan. Bahkan seandainya, untuk itu, harus mengubah sosok teroris psikopat menjadi pahlawan yang dielu-elukan, mereka sama sekali tak keberatan melakukannya.

Di salah satu seri "Die Hard" ada kritik keras si sutradara, John Mc Tiernan, kepada tokoh wartawan teve yang menghalalkan cara dalam rangka mendapatkan berita. Wartawan ambisius itu mencurigai ada yang tak beres pada pesawat di udara, dan kemudian siaran langsung, tak peduli meski mengancam penumpang lain. Sampai akhirnya disetrum sama Holly, isteri sang jagoan. Kemudian wartawan itu masuk ke rumah John McClane, dengan mengintimidasi pembantu yang pendatang gelap dari Amerika Latin. Sejijik itu saya kepada teve-teve yang menghebohkan siaran langsung eksikusi teroris Amrozy Cs itu. Wassalam, Dimas.

------

Setuju. Media masa terutama tv one terkesan glorifying amrozi cs. Sampai pun waktu laporan reporternya dari kampung amrozi. Apa maksudnya?

------

Setuju, kenapa sih terlalu heboh, terutama media TV, memberitakan terpidana mati pelaku bom Bali I hingga berpekan-pekan? Detik demi detik berita tentang Amrozi cs menempati berita utama, seolah nggak ada berita lain lagi yang lebih penting. Coba tanya kenapa, pemerintah seolah-seolah ragu ketika keputusan eksekusi diberitakan berlama-lama. Betul, ini membuat bias berita yang justru memahlawankan Amrozi cs itu. Tak dipikirkan keluarga korban bom Bali itu makin merasakan sakit hati ketika tampang Amrozi disiarkan ketawa-ketiwi terus menerus, tanpa sedikitpun tampak dan merasa punya beban bahwa akibat ulahnya banyak orang tak bersalah menjadi korban. Pemberitaan seperti ini tanggung jawab siapa? Kadang-kadang juga pertanyaan reporter yangdiajukan kepada keluarga korban begitu konyol, seperti wawancara satu stasiun TV pada Minggu 9/11. Masa pertanyaannya begini, "Kenapa sihIbu kok benci banget kepada Amrozi cs?". Itu pertanyaan apa? Ada dasar ke-tak-empatian pada perasaan keluarga korban. Tersirat ada rasa keberpihakan reporter kepada pelaku Bom Bali itu.

Pemerintah juga begitu. Saya suka nggak mengerti dengan negri ajaib ini. Apa maksudnya peristiwa itu diheboh-hebohkan? Kalau mau diekesekusi ya segera ditembak saja, tanpa ramai-ramai. Lalu jenazahnya dikirim kepada keluarganya. Selesai. Jadi apa perlunya diperlakukan dengan sangat spesial jenazah mereka dinaikkan helikopter yang khusus disediakan? Bahkan hingga 3 biji ke masing-masing rumah keluarga Amrozi cs itu lengkap dengan gambaran routenya detil segala... hebat..hebat. Apa sih istimewanya mereka? Apa ini nggak berlebihan? Saya mulai curiga, membesar-besarkan bahaya dampak eksekusi ini ada alasan pihak-pihak tertentu guna memanfaatkan anggaran keamanan yang bisa jadi berjumlah tak terbatas untuk operasi atas nama pengamanan yang berminggu-minggu itu. Itu duitnya siapa? Itu pasti jumlah yang sangat tidak kecil. Saya pikir eksekusi dilakukan saja diam-diam, dilokasi tertentu yang terbatas pengamanannya, ancaman bahaya tak perlu dihembuskan ke mana-mana yang membuat rasa takut masyarakat. Dengan demikian biaya pun tak terlalu dihambur-hamburkan. Jadi siapa sebenarnya yang mengambil manfaat sebesar-besarnya atas hebohnya berita eksekusi Amrozi cs itu? Coba tanya siapa?

Read More ..

06 November 2008

Siaran Percobaan Dua TV Swasta Dihentikan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalimantan Tengah bersama Balai Loka Monitor Kalimantan Tengah (Kalteg) menghentikan siaran percobaan dua stasiun televisi nasional Global TV dan TPI di Palangka Raya sejak tanggal 3 November lalu. "Dua TV swasta itu belum bisa memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan, sehingga siarannya dihentikan sementara waktu," kata Wakil Ketua KPID Kalteng Sigit Wido, di Palangka Raya, Rabu.

Menurut Sigit, kedua stasiun TV tersebut belum dapat memenuhi persyaratan yakni membentuk badan hukum lokal dan menyediakan konten siaran lokal dengan durasi minimal 10 persen. Siaran percobaan kedua TV swasta di Kota Palangka Raya telah dimulai sejak tiga bulan lalu dengan hanya mengajukan izin kepada pemerintah daerah, dan baru menerima rekomendasi kelayakan dari KPID setempat belum lama ini. "Sedangkan RCTI, Metro TV, dan SCTV, tetap melakukan siaran, karena tiga TV itu telah existing siaran di Palangka Raya sebelum KPID terbentuk. Saat ini, ketiganya juga tengah mengurus persyaratan serupa," jelasnya.

Sigit mengemukakan, Global TV dan TPI baru dapat melanjutkan siaran kembali di Kota Palangka Raya dengan frekuensi yang diminta setelah mendapat izin dari Pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat setelah persyaratan itu dipenuhi. Kedua TV swasta itu cepat masuk siaran percobaan di Palangka Raya karena merupakan satu grup dengan RCTI sehingga memanfaatkan tower milik stasiun televisi nasional itu.

"Semuanya kini tergantung pemerintah dan KPI Pusat, kapan Global TV dan TPI bisa siaran lagi," jelasnya. Dengan dihentikannya siaran dua TV swasta itu, warga Kota Palangka Raya yang tidak mempunyai parabola kini hanya menikmati siaran empat TV nasional yakni RCTI, SCTV, Metro TV, TVRI, ditambah satu TV daerah yakni Borneo TV. (Dari berbagai sumber)

Read More ..

Langgar Aturan Kampanye, KPID Panggil JTV

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim memanggil manajemen JTV (Jawa Pos Media Televisi). Televisi lokal itu dinilai melakukan pelanggaran penayangan iklan calon gubernur di masa tenang Pemilihan Gubernur (pilgub) Jatim putaran kedua. Sikap tegas KPID ini berdasarkan rekomendasi Panwas Pilgub Jatim yang mengungkapkan pada saat masa tenang, televisi yang berkantor Graha Pena Surabaya ini telah menayangkan iklan calon gubernur di waktu yang seharusnya tidak boleh disiarkan, di tanggal 1-3 November."

Iklan kampanye yang ditayangkan itu milik dua pasangan kandidat," kata Ketua KPID Jatim Fajar Arifianto kepada salag satu media lokal di Surabaya. Sanksi yang bakal dijatuhka kata Fajar masih menunggu penjelasan dari JTV. "Sore ini mereka akan datang untuk memberikan klarifikasi. Setelah ada klarifikasi baru akan kita proses seperti apa sanksinya," kata Fajar.

Dia mengungkapkan rekomendasi ini diberikan Panwas Pilgub Jatim pada tanggal 3 November 2008 lalu pada KPID. "Tidak ada istilah terlambat pemanggilannya karena kita berharap ke depan kejadian seperti ini jangan sampai terulang lagi," pungkasnya. Fajar mengakui jika memang pihaknya telah memiliki rekaman bukti iklan calon gubernur. "Kita Senin sudah layangkan panggilannya ke JTV. Dan bukti itu kita ada. Yang jelas itu termasuk pelanggaran aturan kampanye," katanya. (KPI)

Read More ..

05 November 2008

Trans 7 Negosiasikan Empat Mata

Rombongan Trans 7, dipimpin oleh Komisaris Transcorp, Ishadi S.K mendatangi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat untuk menegosiasikan status program Empat Mata yang dihentikan KPI kemarin (4/11). Mereka menyampaikan rencana Trans 7 untuk menayangkan talkshow dengan format yang berbeda namun tetap menampilkan Tukul sebagai pembawa acara utama. Dalam pertemuan siang tadi, rombongan Trans 7 menanyakan sikap KPI terkait rencana tersebut.

Mengenai persoalan ini, Ketua KPI Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja menyatakan bahwa pada dasarnya yang dipersoalkan oleh KPI adalah content siarannya, dan bukan aktornya. Dalam hal ini, KPI tidak pernah melarang siapapun untuk muncul di TV. "Siapapun boleh muncul di TV, yang kami persoalkan adalah perilakunya", jelas Sasa. Selanjutnya, mengenai permintaan Trans 7 untuk tetap menggunakan nama Empat Mata, Sasa menyatakan belum dapat memutuskan. Menurut Sasa, forum hari ini merupakan forum konsultasi, sehingga KPI Pusat belum mengambil keputusan mengenai rencana penggunaan kembali nama Empat Mata."Setiap keputusan yang diambil KPI Pusat harus melalui rapat Pleno, KPI Pusat baru bisa melaksanakan rapat Pleno Selasa (11/11) minggu depan", tambah Sasa. Namun, secara pribadi, Anggota KPI Pusat, Don Bosco Selamun yang ikut menemui rombongan Trans 7 tersebut mempersilakan apabila Trans 7 ingin mengganti nama program namun masih tetap menayangkan Tukul, "Point kami adalah content-nya", tambah mantan Pemred Metro TV tersebut.

Dalam forum yang sama, Wakil Ketua KPI Pusat, Fetty Fajriati Miftach menambahkan agar Trans 7 mulai berhati-hati terkait program Termehek-mehek. Fetty menjelaskan bahwa pengaduan masyarakat terhadap program ini sudah mulai banyak. "Pengaduan terutama adalah mengenai masalah privacy", kata Fetty. Dalam acara siang tadi, rombongan Trans 7 juga diterima oleh Anggota KPI Pusat lainnya, Amar Ahmad dan Yazirwan Uyun. Secara keseluruhan, para Anggota KPI Pusat menyatakan apresiasinya kepada pihak Trans 7 yang telah mematuhi keputusan KPI. Sasa menjelaskan bahwa hadirnya KPI ini adalah juga untuk turut mengembangkan dunia penyiaran.

Senada dengan Sasa, Yazirwan Uyun juga mempersilakan para profesional TV untuk terus kreatif dan tidak usah takut. "Dari ratusan program yang ditayangkan Trans, cuma 3 tayangan kok yang dipersoalkan, artinya ratusan lainnya kan tidak bermasalah, dan itu adalah kerja yang bagus", kata Iwan Uyun. (KPI)

Read More ..

Dari 48 TV Kabel di Kalimantan Selatan, Hanya Satu Yang Berizin

Jasa hiburan TV kabel sedang booming di Kalimantan Selatan. Setidaknya ada 48 TV kabel beroperasi di wilayah itu. Tarifnya yang murah dengan kualitas lumayan bagus menjadikan jasa hiburan tersebut disukai masyarakat. Yang patut disayangkan, di antara 48 perusahaan TV kabel tersebut, hanya satu yang sudah memiliki izin dari Depkominfo. Satu-satunya TV kabel berizin itu adalah Prima Vision yang beralamat di Jalan Veteran, Banjarmasin.

Mendapati kenyataan tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalsel mengingatkan pentingnya melakukan proses perizinan. ''Yang lain kami ingatkan untuk segera melengkapi dokumennya,'' pinta anggota KPID Kalsel Bidang Perizinan Samsul Rani. KPID Kalsel bersama lembaga Penyiaran Berlangganan Jasa TV kabel itu kini sedang memproses lima TV kabel lainnya. Perseroan Terbatas (PT) yang sedang dalam proses itu ialah PT. Noor Brother Network, PT. Batola Multimedia, PT. Kia Vision, PT. Plasma Vision, dan Muhibin Mulitmedia (Selidah Vision).

Menurut dosen IAIN Antasari Banjarmasin itu, izin tersebut sangat penting. ''Bagaimana orang bisa berusaha dengan tenang kalau izinnya belum terbit. Sama saja kalau kita mendirikan rumah, kan harus punya izin dulu, baru membangunnya," ujarnya. Samsul Rani menambahkan, mungkin nanti pada 2009, yang tidak memenuhi perizinan akan ditertibkan. Diakuinya, keluhan pemilik TV kabel adalah masih minimnya jumlah pelanggan. Sementara itu, mereka harus membuat PT dengan biaya mahal yang belum sebanding dengan pendapatan. "Perusahaan TV kabel itu harus dalam bentuk PT, sementara pelanggannya di bawah 1.000 rumah, bahkan hanya separonya. Jadi, sulit menutupi biaya operasional," terang Samsul. (Dari berbagai sumber)

Read More ..

DPRD Sumut Tetapkan Tujuh Anggota KPID Baru

Komisi A DPRD Sumut, beberapa waktu yang lalu, telah menetapkan tujuh nama dari 20 anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Sumut yang telah mengikuti fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan). Penetapan nama- nama yang terpilih dilakukan melalui voting.
Menurut Ketua Komisi A DPRD Sumut Amas Muda Siregar, nama- nama yang lulus fit and proper test tersebut yakni Abdul Harris Nasution, Achmad Hambali, Eddy Syahputra, Muhammad Syahril, Ranggini, Syafriaty Harahap dan Usep Kurnia.

Adapun Abdul Haris Nasution memperoleh 14 suara, Achmad Hambali dan Sufriaty Harahap masing-masing memperoleh 13 suara, Eddy Syahputra dan Ranggini masing-masing memperoleh 12 suara, serta Muhammad Syahril dan Usep Kurnia masing-masing memperoleh 10 suara. “Nama-nama yang lolos seleksi itu kita tetapkan melalui voting yang dilakukan anggota Komisi A,” kata Amas Muda, yang juga Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut.

Pada saat rapat internal Komisi A, Amas menuturkan bahwa semua anggota Komisi A sepakat diantara 7 anggota, 2 diantaranya harus perempuan guna memenuhi keterwakilan perempuan. Anggota KPID yang ditetapkan akan disampaikan kepada Pimpinan DPRD Sumut untuk diproses selanjutnya dan disampaikan ke Gubernur untuk mengeluarkan SK pengangkatan dan pelantikan.

Amas juga menjelaskan ketujuh anggota KPID yang ditetapkan hampir seluruhnya wajah-wajah baru dan dinilai cukup punya kredibilitas dan berkemampuan dalam melaksanakan tugas di bidang penyiaran daerah ini. (KPI)

Read More ..

04 November 2008

KPI Hentikan Empat Mata Trans 7

Hari ini, Selasa 4 November 2008, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan untuk menghentikan program Empat Mata yang tayang Senin hingga Jumat Pukul 21.00 di Trans 7. Keputusan ini diambil setelah sebelumnya, program Empat Mata telah menerima teguran sebanyak 3 kali. Teguran sebelumnya dilayangkan pada 5 Mei 2007, 27 September 2007 serta 25 Agustus 2008. Namun berdasarkan pemantauan KPI Pusat pada program Empat Mata yang tayang 29 Oktober 2008 episode Sumanto – Mantan Pemakan Mayat ditemukan adanya pelanggaran. Maka sesuai dengan Undang-undang Penyiaran, KPI memutuskan untuk menghentikan sementara program Empat Mata, mengingat adegan dalam program tersebut sangat tidak pantas dan melanggar SPS yang ditetapkan KPI.Dalam konferensi pers pukul 13.00 siang tadi, Ketua KPI Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja menyatakan program ini sangat tidak pantas, terutama pada salah satu adegan yang menampilkan seorang bintang tamu memakan hewan hidup-hidup.

Menurut hasil pleno KPI Pusat program ini dinilai telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) pasal 28 ayat 3 "lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan atau sadistis". Pasal 28 ayat 4, "lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari". Serta pasal 36 "lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang mendorong atau mengajarkan tindakan kekerasan atau penyiksaan terhadap binatang".Sebelumnya KPI Pusat memang menerima reaksi dan pengaduan masyarakat kepada KPI yang mengeluhkan tayangan di atas sangat gencar. Untuk itu berdasarkan UU Penyiaran, KPI wajib menerima dan menindaklanjuti aduan masyarakat berkaitan dengan pelanggaran isi siaran. KPI Pusat dalam siaran persnya menambahkan, apabila Trans 7 tidak mematuhi keputusan ini, maka KPI akan mempertimbangkan sanksi lebih lanjut sesuai dengan ketentuan dalam UU Penyiaran. Menanggapi persoalan ini, Wakil Ketua KPI Pusat, Fetty Fajriati Miftach, menyatakan bahwa heran dengan ditampilkannya psikopat dalam acara TV.

Siang tadi, pihak Trans 7 juga sudah mengirimkan surat tanggapan penghentian program Empat Mata tersebut. Dalam surat yang ditandatangani Direktur Utamanya, Atiek Nur Wahyuni, Trans 7 menyatakan mengerti sepenuhnya alasan penghentian program tersebut. Namun, Atiek memohon agar Empat Mata masih dapat ditayangkan hingga hari Jumat, 7 November 2008. Atiek dalam suratnya beralasan bahwa hal ini terkait dengan komitmen antara Trans 7 dengan pemasang iklan. Menanggapi permohonan ini, Sasa Djuarsa dalam Konferensi Pers di kantor KPI Pusat siang tadi menyatakan tetap menghentikan program Empat Mata. "Penghentian efektif tetap berlaku mulai hari ini", kata Sasa. Terkait isi siaran, selain mengumumkan penghentian program Empat Mata, dalam konferensi pers siang tadi KPI Pusat juga menghimbau stasiun TV untuk berhati-hati dalam menayangkan program Reality Show dan Kuis melalui SMS. Dalam suratnya yang disampaikan ke seluruh Direktur Utama Stasiun TV, KPI Pusat menyebutkan program Reality Show yang marak tayang di beberapa stasiun TV memiliki potensi melanggar privacy. Sedangkan mengenai kuis melalui SMS, KPI juga mengingatkan agar lembaga penyiaran untuk tidak menyiarkan kuis yang memiliki unsur judi.Selain diskusi mengenai isi siaran, konferensi pers yang juga dihadiri oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol. Abubakar Nataprawira, serta Anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudy dan Wakil Ketuanya, Leo Batubara. Dalam pesannya, Abubakar menyatakan agar pers menyiarkan berita yang positif mengenai eksekusi mati terpidana mati teroris Amrozi cs. Sedangkan Abdullah menyatakan bahwa pers, dengan memberitakan secara berlebihan mengenai Amrozi, sudah menjadi PR-nya teroris. Abdullah menambahkan sekarang ini pers tidak menjalankan fungsinya, yaitu menyampaikan pesan ke masyarakat bahwa crimes doesn't pay. Pers sekarang justru menyampaikan pesan negatif ke masyarakat bahwa apabila ingin terkenal maka jadilah pembunuh. (KPI)

Read More ..

01 November 2008

AGB Nielsen Ubah Rating Program Televisi

Dari situs KPI : Lembaga riset internasional, AGB Nielsen, melakukan perubahan pemeringkatan (rating) dari mingguan menjadi harian. Langkah itu dilakukan untuk mempercepat penilaian atas program televisi. Komunikasi Eksekutif AGB Nielsen Andini Wijenderu mengatakan, kemajuan teknologi pemeringkatan harian mulai diperkenalkan mulai tahun lalu. Secara berkala, katanya, diadakan uji coba pada Agustus 2008 kepada pemirsa untuk 10 televisi nasional dan 9 televisi lokal, antara lain O Channel, JakTV, Spacetoon, JTV, Bali TV, SBO Surabaya, Bandung TV, Cakra TV Semarang, dan Jogja TV. Sebanyak 2.123 target panel disebar ke 10 kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin.

Menurut Andini, dengan teknologi GSM, penarikan data responden dapat diambil secara online. "Informasi penonton dapat diperoleh hanya sehari setelah ditayangkan," katanya. Penarikan melalui jalur telepon seluler ini berlangsung setiap hari pukul 02.00-06.00.

Perubahan rating dari mingguan menjadi harian menyebabkan strategi program operator televisi berubah. Juru bicara Surya Citra Televisi (SCTV), Hariyanto, menyatakan akan melakukan evaluasi program yang tidak memiliki rating. "Evaluasi tidak lagi dilakukan tujuh hari ke depan, tapi setiap hari," katanya. Program yang tidak memiliki rating, kata dia, jalan ceritanya segera diperbaiki.

Sedangkan juru bicara Trans TV, Hadiansyah Lubis, mengatakan pihaknya tidak perlu lagi menunggu 13 episode. "Jika tiga episode jika rating tidak bagus, bisa langsung dieksekusi," ujarnya. Dia menambahkan, performa tayangan juga dipantau setiap hari. "Rating tetap menjadi acuan."

Pengamat televisi Veven Sp. Wardhana mengatakan rating harian membuat stasiun televisi tertekan. "Setiap hari mereka akan dihadapkan pada rating," katanya. Menurut dia, publik akan semakin banyak dijejali dengan acara instan yang gampangan. "Rating hanya memihak pada industri dan tidak memihak penonton."

Read More ..