Selama hampir 18 jam, Densus 88 melakukan penggerebekan di sebuah rumah di Temanggung sejak sore hari (7/8/2009) hingga besoknya lagi (8/8/2009). Suara tembakan dar der dor sangat jelas tertangkap di televisi, khususnya TVOne yang saat itu menyiarkan secara langsung secara berkesinambungan.
Tontonan "reality show" yang memang reality beneran, bukan show yang dibuat-buat. Walapun ada saja yang berpendapat polisi "over acting" karena disiarkan langsung? Ah, apapun anggapan orang, ternyata penggeberekan yang menghabiskan banyak peluru tersebut, akhirnya membawa satu orang mati dari dalam rumah tersebut. Siapa dia?
Nah, pada saat menjelaskan identitas orang yang diserbu itulah, banyak reporter TVOne yang belum siap. Dalam artian, para reporter TVOne ini banyak memberikan asumsi, analisa dan opini yang pada saat itu terasa seru, tapi berdampak memalukan pada proses jurnalistik yang benar.
"News value"-nya sudah tercipta dengan sendirinya, tapi ungkapan-ungkapan reporter tentang nama Noor Din M Top atau jumlah orang yang di dalam rumah atau bagaimana "story" alias duduk ceritanya hingga bagaimana polisi sampai menyerbu, ternyata banyak sekali asumsi atau yang belum fakta tapi disampaikan oleh reporter TVOne tersebut seolah-olah sebuah fakta.
Misalnya nama Aher Setiawan, padahal pada saat ditayangkan kutipan dari ayahnya si Air, sudah dikatakan namanya bukan Aher, tapi Air. Eh, reporter dan penyiar di studio tetap tidak meralatnya menjadi Air. Mereka tetap menyebut nama Aher. Aneh juga, sebuah fakta yang telah dikoreksi tetapi reporter dan penyiar TVOne masih tetap menggunakan fakta yang salah?
Jadi, kalau kita nonton siaran langsung malam itu, penonton sudah tergiring bahwa yang mati itu adalah Noor Din M Top. Kalimat-kalimat yang bersifat "katanya", sering naik sebagai materi berita di TVOne itu dan diulang-ulang dari tengah malam hingga esok harinya. Misalnya kutipan yang mengatakan bahwa si teroris adalah Noordin top, itu sering sekali disampaikan, seolah-olah menguatkan di dalam rumah itu benar Noor Din M Top.
Mengapa ketidaksiapan reporter TVOne begitu kelihatan? Nampaknya itu menjadi bagian industri jurnalisme televisi di tanah air kita yang belum matang. Bukan hanya TVOne, tapi hampir semua station televisi di tanah air kita.
Keinginan penggagas televisi untuk membuat acara berita baik dalam format maupun program di televisi, tidak diimbangi dengan tersedianya jumlah SDM di lapangan. Sementara, story yang memenuhi nilai-nilai berita terus bergulir dan menarik perhatian yang membuat tim redaksi pemberitaan tidak dapat menahan diri.
Ada yang mengatakan gaya pemberitaan di televisi kita bak gaya MTV yang ngepop. Untuk hal itu saya pikir bukan karena si station televisi tersebut memilih jalur pop, tetapi memang gaya tersebut tercipta dengan sendirinya, karena pengalaman SDM bagian pemberitaan televisi kita masih terlalu muda.
Apa jadinya? Ya, seperti contoh yang saya ungkap diatas itulah, banyak yang bukan fakta naik, analisa dan opini keluar dari si reporter. Dan kita sebagai pemirsanya harus maklum menunggu industri pemberitaan di televisi menjadi dewasa. Kapan? (Moderator)
09 Agustus 2009
Pada Siaran Langsung Penggerebekan Teroris, Reporter TVOne Belum Siap
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar