30 Desember 2009

Infotainment Tidak Selalu Haram

Kontroversi seputar halal haram infotainment yang marak akhir-akhir ini mendorong Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) duduk membicarakan hal ini di kantor PWI Pusat siang (29/12) tadi. Pascapertemuan tersebut, pihak-pihak yang berkepentingan akhirnya mengeluarkan pernyataan bersama mengenai masalah infotainment. Dalam pernyataan pembukanya, Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang menyatakan pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh infotainment saat ini. "Infotainment diberi jalan terang untuk hijrah", jelas Bintang.Ketua PBNU Said Agil Siradj dalam konferensi pers mengatakan bahwa "infotainment yang diharamkan oleh PBNU adalah infotainment yang kontennya bermuatan ghibah dan fitnah. Yang dimaksud ghibah, lanjut Said, adalah fakta mengenai aib seseorang yang jika diberitakan akan menyebabkan orang yang bersangkutan tersinggung dan jatuh martabatnya, seperti masalah perselingkuhan." Sedangkan fitnah adalah menceritakan aib seseorang namun tidak ada faktanya.
Namun Said juga menjelaskan jika menceritakan tentang pejabat yang korupsi, siapa yang terlibat, asal-usul uang dan ke mana larinya uang itu justru diwajibkan dan merupakan tugas suci.Ketua PWI Pusat, Margiono menambahkan, wartawan secara profesi dan disebut dalam Undang-undang Pers adalah orang yang mencari, mengolah dan menyiarkan informasi. PWI mengakui teman-teman infotainment termasuk sebagai wartawan. Namun, Margiono menjelaskan konsekuensinya adalah wartawan diikat oleh dua hal yaitu standar kompetensi dan kode etik. Jika tidak tunduk pada standar tersebut maka profesi dia sebagai wartawan tidak sempurna.Kami sepakat ghibah dalam Islam termasuk yang diharamkan, wartawan dalam kode etik, boleh menceritakan kehidupan pribadi seseorang namun yang terkait dengan kepentingan publik. Terkait yang pribadi seseorang, wartawan harus menghormati privasi seseorang. Wartawan harus bisa menahan diri dan mengukur apakah ini persoalan pribadi dan terkait kepentingan publik atau tidak. menghormati kehidupan pribadi seseorang adalah bagian dari etik. "kita ingin (pemberitaan) ini menyangkut kepentingan publik. seperti artis yang tersangkut narkoba", .Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Bidang Isi Siaran KPI Pusat, Yazirwan Uyun yang juga ikut menandatangani pernyataan bersama ini, menyatakan KPI merasa bangga karena hari ini hari bersejarah untuk membersihkan layar kaca TV dari ghibah. Menurutnya, semua (tata cara wawancara) sudah diatur dalam kode etik dan P3-SPS, kesalahan kita bersama-sama adalah tidak pernah membaca kode etik dan P3. "Kalau teman-teman lihat di seluruh dunia ini bahkan di Cina yang merupakan negara komunis, jika ada gambar-gambar yang tidak pantas maka harus di-blur, dan suara-suara yang mengganggu akan di-beep", tambah Uyun.Selain KPI, Dewan Pers yang diwakili Wina Armada juga menyatakan Kemerdekaan pers adalah milik rakyat. milik semua, oleh karena itu kemerdekaan pers harus dimanfaatkan oleh sebesar-besarnya kemaslahatan masyarakat. "Rongrongan selain datang dari masyarakat, juga bisa datang dari pers yang tidak profesional dan tidak taat kode etik", tambah Wina.Di akhir acara, Ilham Bintang kembali menegaskan bahwa Infotainment tidak diharamkan. "Yang diharamkan adalah content ghibah dan fitnah. Ghibah diperbolehkan untuk kepentingan publik dan hukum", tutup Ilham.

Tidak ada komentar: