"Demokratisasi komunikasi dan media jangan setengah hati. Harus ada jaminan terhadap keberagaman berbicara (diversity of voices),keberagaman isi siaran (diversity of content) dan keberagaman kepemilikan (diversity of ownership). Tanpa adanya jaminan terhadap diversity ini, maka dapat terjadi lahirnya otoritarianisme baru, otoritarianisme kapital, monopoli, dan oligopoli oleh segelintir orang atas nama freedom, yang dengan sendirinya akan membunuh demokrasi," tegas tokoh media senior, Amir Efendi Siregar dalam orasinya tadi malam, 14 Juni 2010.
Orasi ini disampaikan Efendi ketika meluncurkan lembaga Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media). Kegundahan yang menjadi dasar pendirian lembaga baru ini salahasatunya dilatarbelakangi oleh pentingnya kesetaraan relasi negara dan masyarakat dalam berbagai bidang serta lemahnya akses publik terhadap regulasi, regulator dan reformasi kebijakan media.
Lembaga yang diketuai langsung oleh Amir ini berencana melakukan advokasi publik untuk kasus-kasus regulasi media, monitoring terhadap kinerja regulator media, dan sosialisasi serta penguatan kepedulian terkait dengan regulasi media untuk mendorong eksistensi dan kebebasan berekspresi.
PR2Media beranggotakan aktivis dan akademisi memang peduli terhadap demokratisasi media di Indonesia. Diantaranya yang masuk dalam Dewan Pertimbangan PR2MEDIA adalah Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA, Prof. Dr. Musa Asy'arie, dan Dr. Haryatmoko.
Dalam apresiasinya, Ichlasul Amal mengingatkan agar kita tidak melupakan pilar ke lima demokrasi. "selain pilar keempat demokrasi yaitu kebebasan pers, ada pilar kelima demokrasi, yaitu modal. Dan ini merupakan yang paling sulit," jelas Amal. Selain itu Amal juga mengingatkan soal ironi demokrasi. "Demokrasi, kata kuncinya adalah deregulasi. Hanya saja, sebagian masyarakat masih menuntut regulasi. Seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menuntut pornografi dihilangkan dari pers, sehingga pornografi membahayakan kebebasan pers." tapi beginilah demokrasi, menurut Amal, seringkali ada ironi, banyak regulator yang membuat regulasi yang bertentangan dengan kemerdekaan pers. Padahal ini memang tugasnya."
Banyak pekerjaan rumah bagi PR2Media, untuk itu, banyak pula tokoh masyarakat yang medukung pendirian lembaga ini. Dalam acara yang diselenggarakan di di wisma Antara, Jakarta Pusat ini hadir tokoh-tokoh seperti pakar hukum Hinca Panjaitan, politisi nyentrik Ali Mochtar Ngabalin, mantan anggota dewan pers Abdullah Alamudi, dan Anggota Dewas RRI Kabul Budiono.
Ali Mochtar menyadari kegelisahan kawan-kawannya, untuk itu dia menyatakan ada kegelisahan yang belum terselesaikan. "(pendirian lembaga) Ini kesadaran untuk (bagaimana) menyelesaikan persoalan kapital dan modal (yang) menguasai cara kita berpikir,"tegas Ali.
15 Juni 2010
Amir Effendi Siregar : Demokratisasi Media Jangan Setengah Hati
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar