Pemain di industri televisi bertambah lagi. Pada 1 November 2009 depan, sebuah tv lokal baru, yaitu B Channel akan mulai beroperasi. "Cakupan area kami adalah di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang," kata Sonny Suryawan, Direktur Utama B Channel, Kamis (29/10).
Berbeda dengan kebanyakan stasiun televisi lain yang sudah lebih dulu hadir, stasiun televisi anyar ini berjanji menawarkan sesuatu yang berbeda. "Berbeda dengan stasiun televisi lainnya yang banyak menayangkan kekerasan, mistik, dan sebagainya, kami justru lebih mengedepankan program yang ramah keluarga," tutur Sonny.
Komunikasi Korporat B Channel, Radja Simatoepang, menambahkan, B Channel akan banyak menyiarkan program-program features, talkshow pagi, serta program-program televisi jadul (jaman dulu). Sebut saja, The Cosby Show, Full House, sampai Growing Pains.
B Channel akan menayangkan berbagai siaran mulai pukul 7 pagi hingga pukul 10 malam. "Kami yang pertama membidik stasiun tv keluarga di Jakarta. Setiap siaran, B Channel tidak akan menayangkan program yang membahayakan keluarga, seperti kekerasan, seks, dan sebagainya," ujar Radja.
Radja enggan menyebutkan berapa nilai investasi yang dikeluarkan perusahaannya untuk memulai bisnis ini. "Yang pasti izin sebagai stasiun tv reguler cukup mahal," kilah Radja.
Hampir seluruh provinsi sudah memiliki paling tidak satu stasiun tv lokal. Jumlah stasiun tv terbanyak tentu saja ada di provinsi-provinsi di Pulau Jawa.
Jawa Barat adalah yang paling banyak, dengan 16 stasiun tv lokal, diikuti Jawa Timur 15 stasiun, Jawa Tengah memiliki 10 stasiun, dan DIY dengan empat stasiun. Di DKI Jakarta hanya ada lima stasiun tv lokal, yaitu O Channel, ETV Jakarta (ElshintaTV), Daai TV, Jak TV, dan Spacetoon. (Kontan)
30 Oktober 2009
B Channel, Akan Menyemarakan Siaran TV Lokal di Jakarta
Sekar TPI Minta MA Putuskan Kasus TPI Seadil-Adilnya
Serikat Perkerja Cipta Kekar TPI meminta International Labor Organization (ILO) mengirim surat kepada hakim kasasi Mahkamah Agung untuk memutus perkara pailit TPI seadil-adilnya dengan memperhatikan kepentingan buruh.
"Kami harapkan MA bisa memutus perkara dengan seadil-adilnya," kata Ketua SP Cipta Kekar TPI Marah Bangun, saat bertemu dengan ILO di kantor PBB, di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis kemarin.
Dalam pertemuan itu, SP Cipta Kekar TPI mendesak pemerintah dan ILO mencegah upaya PHK massal dengan tetap melindungi hak pekerja berupa hak berorganisasi, hak kesejahteraan, dan status pekerja di perusahaan media.
Hasil dari pertemuan itu, ILO akan mempelajari kasus yang kini sedang dipelajari di MA tersebut. Jika terjadi penyimpangan dalam kasus itu, ILO akan melaporkan ke Depnakertrans.
National Project Coordinator ILO Soeharjo mengatakan akan memfasilitasi mediasi antara pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja. Sebab ILO tidak memiliki kewenangan untuk melakukan intervensi dalam persoalan ini. "Kita memfasilitasi dan kita diskusikan. Kita tidak masuk dalam persoalan," katanya. (Okezone)
Karena Dipailit, TPI Datangi Komnas HAM
Jajaran direksi Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk meminta dukungan terkait pailitnya media tersebut.
"Kami datang ke Komnas HAM, intinya meminta dukungan kepada Komnas HAM supaya tidak dipailitkan. Kami sudah dapat masukkan dari Komnas HAM, yang pada dasarnya Komnas HAM siap membantu TPI," ujar Direktur Keuangan dan Teknologi TPI Ruby Panjaitan, saat ditemui wartawan di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (30/10).
Komnas HAM, jelasnya, juga memberikan masukan dan kajian, sehingga bisa memberikan opini kepada Mahkamah Agung (MA). "Kami yakin dengan pertemuan tersebut, Komnas HAM dapat membantu TPI agar tetap eksis," katanya.
Sementara itu, Wakil Bidang Internal Komnas HAM M Ridha Saleh mengatakan, langkah konkret yang dilakukan Komnas HAM, yaitu mengupayakan berkas-berkas yang diajukan dan memberikan pendapat ke MA.
Hal tersebut dianggap penting, karena terkait hak bagi para karyawan TPI, yaitu hak publik untuk mendapatkan informasi dan hak syarat bekerja di TPI lebih dari 6 ribu karyawan akan hilang pekerjaannya, termasuk production house dan lain-lain. "TPI juga termasuk program tayangan yang menyiarkan program pendidikan," katanya.
Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengatakan, pihaknya mempunyai wewenang berdasarkan perlindungan hukum yang ada terkait kasus pailit TPI ini . "Mungkin diaspek tersebut akan mendapatkan pendapat dalam proses kasasinya," pungkasnya. (Okezone)
25 Oktober 2009
Dunia Artifisial Televisi
Adakah yang tidak artifisial pada acara hiburan televisi? Rasanya tidak ada sebab penonton acara musik, peserta kuis, dan pemain reality show sebagian besar adalah orang bayaran.
Kamis (22/10) pukul 08.00 di pelataran Gedung TransTV. Sekitar 150 anak muda dengan pakaian meniru gaya artis berkerumun di depan panggung musik Derings (TransTV). Posisi mereka ditata sedemikian rupa agar indah jika dibidik kamera dari berbagai sudut.
Setiap musik mengentak, mereka sontak berjingkrak. Tanpa komando, mereka langsung lincah. Kehadiran mereka membuat siaran langsung program Derings pagi itu menjadi hidup.
Siapa sebenarnya mereka? Mereka adalah penonton bayaran yang biasa ”berkeliaran” di sejumlah studio televisi swasta. Indra, misalnya, Kamis pagi, ”tampil” di acara Derings. Sore hari dia ada di TPI ikut dalam pengambilan gambar kontes bintang Starbuzz. Di acara itu dia tidak tampil sebagai penonton yang lincah bergoyang, melainkan juri yang ceriwis.
Begitu pula Cicin (20). Rabu pagi, dia ada di acara Derings, siang di Missing Lyrics (TransTV), dan sore di acara Mantap (ANTV). Malam hari jika diminta, dia bisa nongkrong di studio televisi mana pun.
”Sehari saya bisa ngumpulkan uang Rp 100.000 dari tiga acara. Sebulan penghasilan bersih saya Rp 2,5 juta,” kata Cicin yang tinggal di Pekayon, Bekasi.
Orang-orang seperti Cicin dan Indra jumlahnya ribuan. Mereka dikoordinasi para penyalur penonton bayaran, di antaranya Elly Suhari (38) yang akrab disapa Mpok Elly.
Ia mengaku setiap hari menggerakkan 500 penonton bayaran ke 6-8 acara televisi. ”Saya tinggal telepon koordinator lapangan, mereka membagi-bagi ’pasukan’ ke studio yang membutuhkan,” kata Mpok Elly yang wajahnya sering muncul di televisi sebagai penonton, peserta kuis, dan pendukung acara komedi.
Elly memiliki 10 koordinator lapangan di Jabodetabek. Merekalah yang bertugas menjaring orang-orang yang ingin menjadi penonton bayaran. ”Dulu susah mencari penonton, sekarang mereka antre mendaftar. Sebagian ingin masuk TV dan mencari jalan jadi artis. Sebagian lagi cari makan,” kata Elly yang terjun sebagai penyalur penonton sejak 2007.
Siapa pun yang mendaftar tidak dia tolak. ”Yang penting, orangnya mau diatur, lincah, dan ramai,” katanya.
Harsono Wahyudi, penyalur penonton lainnya, juga tidak memilih-milih orang yang ingin menjadi penonton bayaran.
”Saya hanya menegaskan kepada mereka bahwa nonton itu kerja, tepuk tangan kerja, dan tidak bergoyang di acara musik itu ’dosa’,” ujar Harsono. Ia terjun ke bisnis ini sejak 2005. Dalam sehari dia menggerakkan 300 orang ke sejumlah acara, antara lain Dahsyat (RCTI) dan Opera Van Java (Trans7).
Calon penonton yang telah direkrut, kata Elly, biasanya diklasifikasikan berdasarkan usia, profesi, dan tampang. Hal ini dia lakukan sebab tiap acara membutuhkan karakter penonton yang berbeda.
Elly bercerita, suatu ketika dia diminta mendatangkan penonton berwajah petani untuk acara penyuluhan pertanian. ”Saya pikir, kok permintaannya aneh. Untung ada anak buah saya yang wajahnya seperti petani, ha-ha-ha....”
Harsono juga pernah mendapat permintaan aneh. ”Ada stasiun televisi yang minta dicarikan penonton bertubuh cebol. Pernah juga diminta mencari orang yang wajahnya gampang dirias seperti kuntilanak.
Apa pun permintaan stasiun televisi, agen penonton bayaran selalu berusaha memenuhi. Maklum, putaran uang dari bisnis ini cukup menggiurkan. Elly mengatakan, sebulan dia bisa mengantongi keuntungan Rp 35 juta, sementara Harsono rata- rata Rp 10 juta.
Bagian pertunjukan
Mengapa televisi perlu penonton bayaran? Kepala Divisi PR Marketing TransTV Hadiansyah menjelaskan, penonton sesungguhnya bagian dari pertunjukan. ”Jadi, mereka harus ada. Tanpa penonton, sebuah acara musik, misalnya, tidak akan meriah,” ujarnya, Rabu.
Stasiun televisi, lanjutnya, tak bisa mengandalkan penonton sukarela sebab mereka sulit diatur. ”Kalau penonton profesional, mereka sudah tahu benar tugasnya.”
GM Programming TPI Endah Hari Utari mengatakan hal senada. ”Kalau tidak ada penonton, pengisi acara juga tidak akan tampil maksimal. Acara jadi tidak hidup,” katanya, Kamis.
Persoalannya, mencari penonton yang sukarela datang ke studio sekarang tergolong sulit, apalagi banyak acara yang proses pembuatannya pagi atau tengah malam. Itulah mengapa semua stasiun TV mendatangkan penonton bayaran.
TransTV, kata Hadiansyah, menggunakan jasa penonton yang disalurkan delapan agen. ”Itu kami lakukan agar penontonnya tidak itu-itu saja.”
Begitulah, dunia hiburan TV memang serba artifisial atau buatan. Fenomena penonton bayaran hanyalah salah satunya. Kalau mau jujur, tepuk tangan di acara talk show, kemeriahan di acara variety show, tangis dan tawa di acara kuis, bahkan drama di acara reality show yang mengangkat urusan pribadi, sebagian besar juga hasil rekayasa.
Ironisnya, sebagian besar pemirsa percaya bahwa apa yang ditampilkan televisi adalah realitas sungguhan, apalagi jika nama acaranya diimbuhi ”merek” reality show. (Kompas)
22 Oktober 2009
Pejabat TPI Dilaporkan ke Mabes Polri
PT Crown Capital Global Limited melaporkan pejabat-pejabat di TPI Bakti Investama dan Global Media Com. Pelaporan terkait dengan penipuan dalam persidangan pailit TPI terhadap PT Crown."Kita melaporkan pejabat-pejabat di TPI Bakti Investama dan Global Media Com," ujar Ibrahim Senen, kuasa hukum PT Crown Capital di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (22/10/2009).Menurut Ibrahim, yang dilaporkan dalam kasus itu yakni Direktur Global Media Com Budi Rustanto, Direktur TPI Erwin Anderson, dan Legal Manager Bakti Investama Sofy Regina.Mereka dilaporkan melanggar pasal 242 terkait keterangan palsu di bawah sumpah, pasal 263 mengenai surat palsu, dan pasal 378 mengenai penipuan. Nomor laporan LP 615/X/2009 Bareskrim 22 Oktober 2009 dan diterima oleh kanit siaga II.PT Crown juga membawa barang bukti berupa surat utang yang belum dibayar TPI. Laporan keuangan TPI yang menyatakan surat utang belum dibayar dan juga surat dari Bakti Investama yang menyatakan surat utang pernah dibayar."Jadi ini kita serahkan ke penyidik. Penyidik yang akan menilai apakah ini memenuhi unsur pidana seperti yang kita laporkan," kata dia.Sebelumnya utang TPI pada Crown Capital Global Limited sebesar US$ 53 juta yang tidak bisa dibayar sampai jatuh tempo. Utang tersebut muncul dari perjanjian jual beli utang yang ditandatangani Crown Capital Global Limited bersama dengan Fillago Limited.Fillago merupakan pemilik dari obligasi yang disubordinasi yang diterbitkan oleh TPI, kemudian pada 27 Desember 2004, Fillago mengalihkan kepemilikan obligasi itu kepada Crown Capital Global Limited. (Detik.com)
Read More ..19 Oktober 2009
Pihak TPI akan Mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pailit Crown Capital Global Ltd. atas PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pekan lalu. Pihak Manajemen TPI menyatakan drama pailit ini belum berakhir.Seperti yang dilansir oleh Kompas.com, pihak manajemen TPI memastikan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait keputusan pailit dari Pengadilan Niaga. "Perjalanan hukumnya masih panjang," tegas Ruby Panjaitan, Direktur Keuangan TPI yang diwawancarai oleh KONTAN.Crown Capital Global Ltd.adalah pemilik TPI sebelumnya, Crown adalah perusahaan Shadik Wahono yang merupakan orang kepercayaan Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut, putri sulung Mantan Presiden Soeharto. Pemilik TPI yang sekarang, Bambang Harry Iswanto Tanoesoedibjo (Harry Tanoe) selain akan mengajukan kasasi, pihaknya juga akan menyomasi pihak Mbak Tutut dan beberapa orang terdekatnya termasuk Shadik Wahono terkait masalah di beberapa perusahaan milik Mbak Tutut.Sementara itu, pihak Mbak Tutut sejauh ini masih adem ayem menanggapi langkah hukum terkait pelaporan tindak pidana dan somasi tersebut. "Kita sejauh ini masih koordinasi sambil melihat perkembangan selanjutnya, toh ini prosesnya berjalan lama. Jadi kita belum bersikap untuk mengambil langkah hukum," papar Elza Syarif, Kuasa Hukum Mbak Tutut. (Kontan)
Read More ..17 Oktober 2009
TV Digital Merugikan Masyarakat Kota Ambon
Stasiun televisi lokal di Maluku, Molluca TV menganggap penggunaan sistem televisi digital akan merugikan masyarakat Maluku yang harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli reciver agar bisa menangkap siarannya.
"Jika ingin menikmati siara televisinya maka masyarakat harus mengeluarkan biaya tambahan," kata Kepala Bagian Editing Production salah satu stasiun televisi lokal di Ambon, Molluca TV, Gion Quezon, di Ambon, Jumat.
Menurutnya, penggunaan sistem tersebut dinilai akan sangat merugikan masyarakat yang tergolong tidak mampu, padahal sebagian besar dari mereka merupakan pemirsa yang aktif mengikuti siaran-siaran televisi.
"Penonton televisi bukan hanya masyarakat kelas atas tetapi juga masyarakat bawah. penggunaan sistem digital ini akan cukup menyusahkan masyarakat kecil yang umumnya tergolong pemirsa aktif menonton televisi," ujarnya.
Quezon menambahkan, sebaiknya pemerintah melakukan survey di masyarakat sebelum diterapkannya sistem televisi digital di Indonesia, guna mengetahui seberapa besar keinginan masyarakat untuk penggunaan sistem tersebut.
"Sebaiknya pemerintah mengadakan survey sehingga mengetahui dengan jelas apakah masyarakat memang mampu dan menginginkan penerapan sistem tersebut atau tidak," kata Quezon.
"Belum lagi penyebarluasan informasi yang menjadi terbatas dengan adanya tambahan biaya untuk dapat menyaksikan program televisi, khususnya di kalangan masyarakat bawah," katanya menambahkan.
Kepala Bagian Admin dan Finance Molluca TV, Mey Nahusona mengatakan, sejauh ini pihaknya belum berkeinginan menggunakan sistem televisi digital pada program siaran mereka.
"Kami belum ada rencana menggunakan sistem televisi digital untuk program siaran yang ditayangkan mulai dari jam 07.00 WIT hingga pukul 24.00 WIT," katanya. Nahusona menambahkan, sebagai satu-satunya jaringan televisi lokal di Maluku yang resmi mengudara pada Agustus 2006, Molluca TV sedang fokus memperluas jangkauan siarannya hingga ke semua kabupaten di provinsi Maluku.
"Saat ini kami lebih fokus membangun menara siaran sehingga jangkauan siarannya lebih luas dan bisa dinikmati masyarakat di semua kabupaten/kota di Maluku," katanya.
Nahusona mengatakan, pihaknya akan mendukung program pengembangan sistem televisi digital jika penggunaannya digital menguntungkan pihak pengelola televisi dan tidak merugikan masyarakat di Maluku.
"Kami akan sangat mendukung kalau penggunaan sistem ini menguntungkan pihak produksi dan masyarakat," tandasnya. (Kompas)
14 Oktober 2009
TPI Dinyatakan Pailit Oleh Pengadilan
PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) akhirnya dinyatakan pailit oleh pengadilan. Putusan pengadilan ini berdasarkan gugatan permasalahan utang yang diajukan Crown Capital Global Limited."Mengadili, mengabulkan permohonan pailit pemohon PT Crown Capital Global Limited, menyatakan PT TPI pailit," kata Ketua Majelis Hakim Maryana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/10/2009), seperti dilansir Vivanews.Kasus ini bermula saat TPI masih dipegang kendali Siti Hardiyanto Rukmana atau Tutut Soeharto. Tutut meminjam dana sebesar US$50 juta dengan bunga US$ 3 juta pada 16 April 1993 kepada Brunei Investment Agency.Pada 4 Mei 1993, uang itu akhirnya cair senilai US$25 juta. Tetapi, uang itu cair ke rekening pribadi Tutut Soeharto di Standard Chartered Bank, New York.Sebelumnya, TPI pernah menghadirkan dua saksi untuk melawan gugatan pailit itu. Saksi yang diajukan pun tidak tanggung-tanggung.Dua saksi itu yakni Direktur Utama PT Globa Mediacom Budi Rustanto dan Direktur Utama TPI, Erwin Anderson. Awalnya pihak Crown keberatan atas pengajuan kedua saksi.
Read More ..12 Oktober 2009
Warga Soroti Tayangan Miyabi di TV
Sejumlah warga menyoroti tayangan mengenai bintang film porno asal Jepang, Maria Ozawa atau Miyabi di sejumlah televisi swasta nasional. Tayangan tersebut justru menyajikan hal-hal berbau porno dan berulang kali di putar pada sore hari."Barusan Miyabi ditayangin lagi di MetroTV. Memang isi beritanya soal penolakan FPI atas kedatangan Miyabi, tapi setelah itu malah disambung dengan tayangan gerakan erotis Miyabi," ujar Kusno (45) warga Kota Gorontalo, Senin.Ia mengaku kesal dengan isi berita tersebut, apalagi pada sore hari saat anak-anaknya tengah menonton televisi.Hal sama juga dikeluhkan oleh Wati Ibrahim (39), warga lainnya yang minta pemerintah agar memberi peringatan kepada sejumlah televisi swasta yang menayangkan Miyabi."Meskipun Miyabi tidak datang ke Gorontalo, tapi pengaruh buruknya tetap akan ada jika televisi di Indonesia saja terus menyisipkan adegan Miyabi dalam berita," tukasnya.Ia juga menolak kedatangan Miyabi untuk bermain film di Indonesia, karena dinilai hanya akan menimbulkan gejolak dalam masyarakat.Miyabi rencananya akan datang ke Indonesia untuk memerankan film `Menculik Miyabi` bersama aktor Indonesia, Tora Sudiro dalam waktu dekat.Protes warga juga dilakukan terhadap adanya tayangan langsung saat sidang perdana dugaan pembunuhan yang melibatkan Antasari Anzhar, beberapa waktu, di pengadilan Jakarta Selatan."Seluruh prosesnya sidang ditayangkan secara langsung, sehingga ada kata-kata yang mestinya disensor, saat Jaksa penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaannya, terdengar oleh anak-anak yang menonton," kata Salim, salah seorang warga di Kota Gorontalo. (Antara)
Read More ..11 Oktober 2009
Silakan Tonton Urusan Pribadiku (di Layar TV)
Dunia sudah berubah. Dulu, orang sekuat tenaga membentengi rahasia pribadinya. Sekarang, orang sukarela membukanya melalui televisi. Urusan perjodohan, perselingkuhan, sampai konflik rumah tangga pun mendominasi layar kaca.
Nyalakan televisi Anda dan Anda akan menemukan acara-acara yang mengulas urusan pribadi. Infotainment mengabarkan perceraian pesohor. Reality show membeberkan perselingkuhan dan konflik rumah tangga. Talk show lepas tengah malam membahas urusan tempat tidur.
Masalah pribadi menjejali layar kaca. Sebuah fenomena yang 5-10 tahun lalu mungkin tidak terlintas dalam benak sebagian besar orang Indonesia. Gilanya, sebagian orang memublikasikan urusan pribadinya ke layar kaca secara sukarela.
Tengoklah acara Masihkah Kamu Mencintaiku di RCTI. Dalam acara ini, sepasang suami istri buka-bukaan persoalan rumah tangganya di depan orangtuanya, mertuanya, penonton di studio, dan jutaan pemirsa televisi. Kadang persoalannya begitu pribadi, misalnya, menyangkut ketidakpuasan suami atas layanan istri.
Ada juga Take Me/Him Out Indonesia di Indosiar. Ini semacam acara kontak jodoh produksi Fremantle Media yang lisensinya dibeli Indosiar. Dalam setiap episode Take Me Out, ada 30 perempuan dan 7 laki-laki berusia 20-40 tahun yang mencari jodoh. Untuk Take Him Out, jumlahnya dibalik, 30 laki-laki dan 7 perempuan.
Rabu (7/10) malam, di balik panggung acara Take Me Out, sejumlah perempuan berdandan menor, berpakaian bagus, berparfum wangi, dan bersepatu tumit tinggi tampak agak gugup menanti waktu shooting. Sebagian mengalihkan kegugupannya dengan mengisap rokok.
Ketika shooting dimulai, muncullah pria bernama Rian (24) di panggung. ”Saya masih muda dan cukup mapan. Sekarang saatnya saya mencari pasangan,” ujar Rian memperkenalkan diri.
Laki-laki itu mengaku berprofesi sebagai broker dan pada waktu senggang kerap tampil sebagai disc jockey (DJ) di pesta-pesta pribadi.
Perkenalan singkat itu menarik hati Sofie, salah seorang dari 30 peserta perempuan. Tandanya sederhana saja: keduanya tidak mematikan lampu di mejanya.
”Apa yang membuat Anda tertarik kepada Rian?” tanya pemandu acara, Choky Sitohang, kepada Sofie. ”Lucu. Hidungnya gede, hokinya pasti gede,” jawab Sofie diikuti senyum. Penonton di studio pun tertawa.
Yuanita justru memilih mematikan lampu, tanda tidak tertarik. Alasannya, ”Buat jadi pacar enggak deh. DJ itu kan banyak ceweknya.”
Begitulah. Pada 5-10 tahun yang lalu kita mungkin tidak berpikir ada orang yang berani mencari jodoh lewat acara televisi dengan risiko cintanya ditolak dan penolakan tersebut disaksikan jutaan orang di Indonesia.
Apa yang membuat mereka nekat mengikuti acara seperti ini? Cecile (38), janda dua anak, mengaku serius mencari pasangan hidup. Karena itu, ia tidak ambil pusing ketika teman- temannya menghujatnya lantaran mengikuti Take Me Out.
”Saya enggak malu. Saya ikut acara ini karena didaftarkan anak saya. Mungkin mereka kasihan melihat saya sendirian,” kata Cecile yang malam itu ditemani dua anaknya, Javi (15) dan Erick (13).
Wisnu Prasetyo (20), pelaut, awalnya agak malu mencari jodoh lewat acara televisi. Namun, dorongan untuk mendapatkan pasangan meredam rasa malunya. ”Alhamdulillah, saya bisa bertemu Tari melalui acara ini,” kata Wisnu sambil melirik Tari.
Tari yang ada di sebelahnya tersipu malu. ”Kalau saya, awalnya ikut acara ini karena ingin eksis. Kalau ternyata dapat pasangan, itu bonus,” ujar mahasiswi perguruan tinggi swasta dan penyanyi dangdut yang pernah menembus 26 besar Kontes Dangdut TPI ini.
Buat Tari, eksistensi di layar kaca itu penting buat orang yang ingin terjun ke dunia pertunjukan. Jika tampil di televisi, ia akan dilirik orang. Perkiraannya tidak salah. Melalui Take Me Out, ia tidak hanya bertemu Wisnu, tetapi juga mendapat tawaran casting film televisi.
Mungkin itu sebabnya sebagian peserta semangat sekali jika diminta tampil nyanyi atau ajojing di atas panggung sebab ini kesempatan langka.
Tersembunyi
Terlepas dari motif peserta yang beragam, acara itu digemari banyak orang. Public Relation dan Promotion Fremantle Media di Indonesia, Afni Sasmita, mengatakan, setiap minggu sekitar 150 orang mendaftar untuk audisi acara ini. Acara itu juga ditonton rata-rata 30 persen pemirsa televisi.
Sukses Take Me/Him Out kian menegaskan, acara yang mengungkap urusan pribadi disuka pemirsa televisi. Infotainment dan reality show model Termehek-mehek (TransTV) sudah lebih dulu membuktikannya.
Mengapa pemirsa suka mengintip urusan pribadi orang lain? Hamdi Muluk, Kepala Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia, mengatakan, urusan pribadi adalah dunia yang tersembunyi. ”Ketika dunia tersembunyi itu diungkap, orang pasti suka. Semakin tersembunyi, semakin orang tertarik. Secara psikologis orang senang membandingkan perilakunya dengan perilaku umum,” katanya.
Persoalannya adalah dunia tersembunyi ini sekarang menjadi komoditas unggulan televisi. ”Ini berbahaya sebab orang digiring setiap hari untuk melihat sesuatu yang dangkal. Kalau begini terus, kita menjadi bangsa yang bebal,” katanya. (Kompas Minggu)
09 Oktober 2009
Stop! Siaran Langsung Berbau Mesum
Pengamat media dari Universitas Diponegoro Semarang, Triyono Lukmantoro, mengharapkan stasiun televisi lebih jeli dalam menyuguhkan siaran langsung suatu kejadian, terutama berkaitan dengan berbagai hal yang terlalu vulgar.Hal tersebut disampaikan pengajar Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang itu, Kamis (8/10), menanggapi siaran langsung pembacaan dakwaan terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, oleh sejumlah stasiun televisi. Menurut dia, penyiaran hal-hal yang terlalu vulgar semacam itu tidak diperbolehkan dan stasiun televisi harus mampu selektif dalam menyuguhkan tontonan. Ia mengakui, siaran langsung yang dilakukan televisi tidak dapat disensor. "Apalagi, persidangan Antasari ini menarik bagi masyarakat karena berkaitan dengan perbuatan yang luar biasa," katanya.Namun, ia mengimbau agar stasiun televisi lebih berhati-hati dan harus menyiapkan langkah antisipasi jika hal semacam ini terjadi. Menurut dia, siaran langsung sidang Antasari yang isinya dinilai terlalu vulgar tersebut baru pertama kali terjadi di Indonesia. Padahal, Komisi Penyiaran Indonesia sudah mengatur tentang penyiaran acara yang boleh dan tidak boleh disiarkan.Meski tidak akan berdampak luar biasa terhadap masyarakat, ia menilai tayangan langsung semacam ini tetap tidak boleh disiarkan. "Karena yang ditayangkan hanya pembacaan dan bukan suatu adegan, dampaknya tidak akan terlalu luar biasa di masyarakat," katanya.Namun, hal semacam ini harus tetap memperoleh pengawasan komisi penyiaran. Sejumlah media televisi menyiarkan secara langsung persidangan mantan Ketua KPK Antasari Azhar dalam kasus dugaan pembunuhan terhadap Nasrudin Zulkarnaen.Siaran langsung itu sama sekali tidak menyensor sejumlah isi dakwaan yang dianggap terlalu vulgar dan tidak etis untuk disaksikan oleh anak-anak dan remaja. Dalam dakwaan tersebut disampaikan hal yang berkaitan dengan hubungan intim antara Antasari Azhar dan Rani Juliani. (Kompas)
Read More ..08 Oktober 2009
PWI Sesalkan Siaran Langsung Sidang Antasari Azhar
Ketua Dewan Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Tarman Azzam, menyesalkan, siaran langsung persidangan Antasari Azhar yang mengutip isi dakwaan yang amoral. "Kalau itu yang terjadi, kita menyesalkan," katanya kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis.Sebelumnya sejumlah media televisi dan media online, menyiarkan langsung/memberitakan persidangan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar.Namun dalam siaran langsung itu, sama sekali tidak menyensor sejumlah isi dakwaan yang bisa dikatakan amoral dan tidak etis untuk disaksikan oleh anak-anak dan remaja.Hal itu terkait hubungan antara Antasari Azhar dengan Rhani Juliani. Kendati demikian, Tarman Azzam menyatakan tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada pers terkait siaran langsung itu. "Itu konsekuensi dari siaran langsung itu, untuk menyensornya sulit," katanya.Seharusnya, kata dia, hakim yang patut untuk menentukan apakah persidangan itu, layak untuk disiarkan langsung atau tidak. Tapi itu pun, ia menambahkan terhitung sulit juga hakim untuk menentukan persidangan itu layak untuk disiarkan langsung atau tidak. "Karena itu, harus ada mekanisme perlu atau tidak perlunya suatu persidangan untuk disiarkan secara langsung," katanya.Saat ditanya apakah pihak terkait bisa memberikan teguran kepada media televisi atau media online adanya siaran langsung itu, ia menyatakan bisa saja ditegur kepada media televisi atau media online tersebut. "Tapi persoalannya itu (adanya kalimat amoral), di luar dugaan. Kita tentunya menyesalkan kalau ada siaran langsung seperti itu," katanya. (Antara)
Read More ..07 Oktober 2009
Makin Malam Makin Mantap ANTV Diberhentikan Sementara
Setelah melakukan pemantauan terhadap program Makin Malam Makin Mantap (4M) yang ditayangkan di ANTV dan berdasarkan aduan dari masyarakat, KPI Pusat menjatuhkan sanksi memberhentikan sementara program 4M .Ketua KPI Pusat Sasa Djuarsa Sendjaja menjelaskan bahwa program 4M episode 2 Oktober 2009 telah melanggar UU Penyiaran pasal 36 ayat 5 huruf (b) serta Standar Program Siaran (SPS) pasal 11, pasal 13, pasal 17, pasal 65, pasal 19 ayat 3, serta pasal 23 ayat 1 dan 3. Penghentian Sementara ini diberlakukan terhitung mulai tanggal 9 Oktober 2009 dan maksimum selama dua bulan. Program acara Makin Malam Makin Mantap yang ditayangkan di ANTV setiap Senin-Jumat Pkl. 21.30-23.00 WIB melakukan kesalahan fatal yang mengandung unsur cabul pada episode tersebut. Pada episode itu, sepanjang program terus-menerus membicarakan payudara dan alat kelamin secara vulgar.Koordinator Bidang Isi Siaran KPI Yazirwan Uyun juga menjelaskan bahwa sanksi terhadap ucapan yang tidak pantas pada siaran langsung acara TV telah diberlakukan secara internasional. Maka dari itu, KPI meminta agar ANTV lebih berhati-hati lagi terhadap program acaranya, khususnya yang disiarkan secara langsung. Dalam forum klarifikasi hari ini, pihak ANTV yang diwakili oleh Direktur Utamanya Dudi Hendrakusuma, Neil R. Tobing, dan Edy Sunaryo menyatakan permintaan maaf dan menerima keputusan penghentian sementara tersebut. Menurut Dudi Hendrakusuma kejadian pada episode 4M kemarin merupakan ketidaksengajaan, strategi live yang dilakukan ANTV pada acara tersebut ternyata kelewat batas. (KPI)
Read More ..05 Oktober 2009
Take Me Out Indonesia Teratas Selama Bulan September 2009
Mulai ditayangkan sejak 19 Juni 2009, Take Me Out Indonesia langsung mendapat perhatian penonton TV di Indonesia. Acara yang ditayangkan di Indosiar ini merupakan lisensi dari FremantleMedia dan acara perjodohan atau dating show dengan kombinasi format show dan reality show pertama di Asia. Dari hasil survei terakhir AGB Nielsen terhadap penonton TV usia 5 tahun ke atas di 10 kota besar Indonesia, Take Me/Him Out Indonesia menempati posisi teratas program acara TV yang paling banyak ditonton selama bulan September dengan rating 7,9%, diikuti dengan Termehek-Mehek TransTV rating 5,9% dan Para Pencari Tuhan 3 Bedah SCTV dengan rating 5,2%. Sementara selama bulan Ramadhan program religius mengalami peningkatan porsi dari 3% sampai dengan 6% dari total airtime per hari dan diikuti dengan peningkatan lama waktu menonton dari hanya 1% menjadi 4% dari total viewing. Meskipun porsi program religius lebih besar di bulan Ramadhan, reality shows dan sinetron masih dominan dalam menyerap penonton TV. Take Me/Him Out Indonesia menggeser acara reality show Termehek-Mehek TransTV yang sebelumnya selalu menduduki posisi rating teratas.
Read More ..04 Oktober 2009
Vulgar! Tayangan Televisi Korban Gempa Sumbar
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah mengimbau televisi untuk tidak menayangkan evakuasi korban gempa di Sumatra Barat secara vulgar, agar tidak menyalahi aturan penyiaran. Anggota KPID Jateng, Najahan Musyafak di Semarang, Minggu (4/10) mengatakan, KPID Jateng maupun secara pribadi mendapat keluhan masyarakat tentang penayangan korban gempa secara vulgar atau terang-terangan. "Saya kira korban gempa tidak harus diperlihatkan secara terang-terangan, seperti memperlihatkan mayat atau potongan organ tubuh yang tertimpa gempa tidak harus ditayangkan dengan jelas, karena berdampak pada trauma masyarakat," katanya. Selain itu, televisi jangan mengeksploitasi korban gempa, seperti menyuruh korban menangis, meronta-ronta dan sebagainya. "Banyak pemisra televisi yang mengeluhkan tayangan itu. Saya berharap televisi juga tidak menayangkan mayat-mayat dengan jelas, ini membuat takut dan jijik para pemirsa," katanya. Menurut dia, dalam Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Penyiaran dalam pasal 36, disebutkan televisi tidak boleh memperlihatkan tayangan-tayangan yang memiliki nilai eksploitasi. Peraturan KPI nomor 03 Tahun 2007, tentang Standar Program Siaran (SPS) Pasal 30 menyebutkan, lembaga penyiaran agar membatasi gambar yang memperlihatkan korban bencana dengan memperhatikan dampak negatif seperti trauma. Baik kepada keluarga korban atau penonton anak-anak, dan lain-lain. "Pasal 30 SPS mengatur agar gambar korban bencana disamarkan dan durasinya dibatasi," katanya. Masih menurut Najahan, dalam Pasal 54 SPS dikatakan, dalam meliput dan atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena tragedi bencana, lembaga penyiaran harus mempertimbangkan dampak peliputan bagi proses pemulihan korban dan keluarganya. Serta tidak boleh menambah penderitaan ataupun trauma orang yang terkena musibah, dan atau orang yang sedang berduka, dengan cara memaksa, menekan korban dan/atau keluarganya untuk diwawancarai dan atau diambil gambarnya. "Yang harus dilakukan oleh peliput adalah menampilkan korban gempa secara manusiawi," katanya. Pihaknya akan menghimpun keluhan-keluhan dari masyarakat tersebut, kemudian akan dirapatkan dan secara kelembagaan KPID untuk menegur media yang menayangkan korban gempa secara vulgar. "Dalam penayangan ada etikanya sendiri, tidak boleh berlebihan," katanya. (Kompas.com)
Read More ..03 Oktober 2009
Peringatan Dini Bagi MetroTV, TV One, dan ANTV Soal Peliputan Calon Ketua Umum Golkar
MetroTV, TV One, dan ANTV pagi tadi melakukan klarifikasi soal peliputan calon Ketua Umum Golkar kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Setelah mendapat kritikan dari masyarakat atas tayangan mengenai perebutan kursi jabatan Ketua Umum Golkar yang dinilai bersifat partisan dan akan mengancam demokrasi, KPI meminta klarifikasi dari ketiga media tersebut.Pihak MetroTV yang diwakili oleh Suryopratomo mengatakan bahwa konten berita telah sesuai dengan peristiwa yang ada. "Kami adalah profesional dan tidak memihak salah satu calon, meskipun salah satu calon adalah pemilik stasiun TV kami," kata Suryopratomo. Menurutnya porsi peliputan calon Ketua Umum Golkar sudah berimbang, TV adalah milik masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat. "Pemirsa saat ini sudah semakin pintar, mereka dapat dengan mudah beralih ke TV lain jika tidak suka maka dari itu kami berusaha untuk profesional," tambahnya.Sedangkan dari pihak ANTV yang diwakili oleh H. Azkarmin Zaini, Dudi Hendra Kusuma, dan Edy Sunaryo merasa tidak ada pelanggaran pada peliputan calon Ketua Umum Golkar. Menurut Azkarmin Zaini, peliputan telah sesuai dengan fakta yang ada, dari ke empat calon ada dua yang bersaing kuat, dan fakta yang ada di lapangan kedua calon tersebut aktivitasnya paling banyak sehingga paling banyak diliput. Menurut pihak TVOne yang diwakili oleh Deny Hafas, kaidah jurnalistik tetap menjadi pegangan dalam liputan menjelang Musyawarah Nasional Golkar.Berbeda dengan klarifikasi dari perwakilan ketiga media tersebut, Leo Batubara dari Dewan Pers melihat ada indikasi tidak berimbangnya peliputan calon Ketua Umum Golkar. Menurutnya masalah yang dihadapi sekarang adalah alat ukur, alat ukur yang digunakan adalah ruang dan waktu maka harus ada liputan yang berimbang dalam arti setara. Leo Batubara melihat MetroTV lebih fokus kepada salah satu calon sedangkan TVOne dan ANTV kepada calon ketua umum lainnya. Leo Batubara juga menambahkan ada dua calon kuat dari empat calon ketua umum yang ada, agar berimbang liputan calon Ketua Umum Golkar harus diberi porsi yang sama.Menurut Yazirwan Uyun anggota komisioner KPI Pusat, kalau dilihat dari item berita tidak ada masalah, karena berita dapat diperdebatkan. Tetapi dari 3 talkshow yang disaksikannya di ketiga stasiun TV tersebut, terdapat konten yang sepertinya memihak salah satu calon.Ketua KPI Pusat Sasa Djuarsa Sendjaja menjelaskan bahwa mengenai liputan calon Ketua Umum Golkar ini, baru ada indikasi pelanggaran yang dikumpulkan oleh KPI dari laporan masyarakat. Surat himbauan dari KPI Senin (28/9) kemarin sebagai peringatan dini agar media TV lebih berimbang dalam meliput perebutan kursi jabatan Ketua Umum Golkar. (KPI)
Read More ..01 Oktober 2009
Jumlah Penonton TV Selama Masa Mudik Lebaran Menurun
Selama bulan Ramadhan, jumlah penonton TV meningkat tetapi saat Idul Fitri atau selama masa mudik lebaran jumlahnya menurun. Idul Fitri yang erat kaitannya dengan tradisi mudik atau pulang kampung mempengaruhi jumlah penonton TV. Pada hari raya Idul Fitri 20-21 September 2009, dari 10 kota yang disurvei oleh AGB Nielsen terdapat penurunan jumlah penonton dibandingkan pada saat bulan Ramadhan kecuali Denpasar. Menurut data AGB Nielsen, jumlah penonton potensial atau dari total jumlah penonton di 10 kota menurun 17% menjadi 11,2 poin (5,2 juta orang). Sebaliknya, total jumlah penonton di Denpasar mengalami kenaikan sebesar 15% menjadi 14,4 rating points (sekitar 90 ribu orang). Di Palembang, jumlah penonton TV tetap stabil dan memiliki rating points yang paling tinggi yaitu 16,7 (257 ribu orang). Sementara, penurunan terbesar terjadi di kota Makassar, Jakarta, Surabaya, dan Medan.Dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri tahun lalu, jumlah penonton TV pada perayaan Idul Fitri tahun ini mengalami kenaikan. Dari 10 kota yang disurvei, kenaikan terbesar dialami oleh Denpasar sebesar 46%, dan diikuti oleh Bandung dan Makassar sebesar 30%, sementara kota Surabaya justru mengalami penurunan jumlah penonton TV.
Read More ..