16 November 2009

TPI Laporkan Hakim ke Komisi Yudisial

PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) melaporkan majelis hakim yang memutusnya pailit kepada Komisi Yudisial. Hakim dituding melanggar kode etik.

"Apakah majelis hakim tingkat pertama sudah menerapkan kode etik atau belum, itu yang dilaporkan," ujar kuasa hukum TPI Andi Simangunsong di Gedung Komisi Yudisial, Senin (16/11). Ia menduga saat memutus perkara, hakim melanggar kode etik.

Sayangnya, ia enggan merinci pengaduannya. Andi hanya mengatakan hari ini pihaknya menyerahkan dokumen kepada Komisi.

"Kami hanya ingin semua dapat merasakan keadilan terhadap putusan yang menyangkut TPI. Kami harap bila benar ada pelanggaran, (Komisi) bisa merekomendasikan Mahkamah Agung membatalkan putusan," tuturnya.

Komisioner Zainal Arifin menyatakan bakal memprioritaskan pembahasan laporan tersebut. "Karena ini menyangkut nasib sekitar seribu buruh TPI," ucapnya tanpa memasang target waktu penyelesaian kasus itu.

Menurut dia, Komisi akan mempelajari laporan, meneliti, lantas membahasnya dalam rapat pleno. Zainal berujar, "Kami akan lihat dari perilaku hakim, dalam kode etik dilarang membuat putusan yang keliru. Apakah nanti akan masuk dari sana atau bagaimana, ada rekomendasi ditindaklanjuti atau tidak, nanti diputuskan."

TPI diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 14 Oktober 2009. Keputusan itu diambil setelah muncul gugatan dari Crown Capital Global Limited sebagai salah satu kreditor yang memiliki piutang sebesar Rp 498,7 miliar.

Crown memiliki obligasi TPI senilai US$ 53 juta yang terbit Desember 1996, jatuh tempo pada Desember 2006, namun tak kunjung dibayar stasiun televisi yang tergabung dalam Grup Media Nusantara Citra itu.

Setelah TPI dinyatakan pailit, hingga pekan lalu 67 kreditor dengan total piutang Rp 1,2 triliun telah mengajukan tagihan piutang kepada kurator.

Tak terima dipailitkan, TPI telah mengajukan memori kasasi kepada Mahkamah Agung. Stasiun televisi swasta ini juga sudah melaporkan pemilik lamanya ke Kepolisian Daerah Metro Jakarta untuk kasus pidana.

Pemilik lama dituding menyebabkan adanya aliran dana dan neraca fiktif dalam laporan keuangan perusahaan periode 1998/1999 yang membuat TPI tertimpa utang. (tempointeraktif.com)

Tidak ada komentar: