02 Juli 2010

DPR Upayakan Mediasi TPI-MNC dan Tutut

Komisi III DPR membuka kemungkinan untuk menghadirkan pihak-pihak yang bersengketa terkait kepemilikan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang melibatkan Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut dan manajemen TPI serta pihak Media Nusantara Citra (MNC) Group.

Komisi Hukum DPR ini berupaya memfasilitasi keduanya agar persoalan TPI bisa diselesaikan dengan baik. “Sangat dimungkinkan (menghadirkan) karena Komisi III DPR memiliki Panja Penegakan Hukum yang bidangnya pengawasan, meliputi pemerintah dan pihak-pihak lain yang topik persoalannya menyangkut hukum dan meresahkan masyarakat,” ujar anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun saat dihubungi harian Seputar Indonesia kemarin.

Gayus mengatakan, pihak Tutut, manajemen TPI, serta MNC harus duduk bersama dan menjelaskan duduk persoalan yang terjadi karena persoalan hukum menyangkut kepemilikan saham TPI sudah berlangsung lama dan belum ada penyelesaian. Meski begitu,Komisi III DPR tidak berwenang masuk pada substansi kasus.“Hanya memfasilitasi dan meminta keterangan,” ucap politikus dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) itu.

Anggota Komisi III DPR lainnya, Nasir Jamil mengatakan, kasus TPI sebenarnya permasalahan korporasi.Namun, kasus TPI juga masalah publik yang perlu diketahui banyak pihak.Apalagi,TPImerupakan lembaga penyiaran yang memberikan informasi dan tayangan kepada publik. Karena itu, tidak ada salahnya jika Komisi III DPR memanggil pihak-pihak terkait untuk mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. ”Kita tentu bisa memanggil semua pihak terkait untuk mengetahui duduk persoalannya dari sisi hukum,”katanya.

Sebelumnya dalam berbagai kesempatan MNC mengajak Tutut untuk bertemu langsung guna membicarakan masalah TPI.Mereka berharap dengan pertemuan tersebut semua masalah menyangkut TPI bisa diselesaikan dengan baik. Karena itu, pihak MNC tidak berkeberatan jika Komisi III DPR ingin mempertemukan pihaknya dengan Tutut untuk membicarakan masalah TPI. MNC berharap permasalahan akan semakin jelas dan terbuka jika kedua pihak bertemu.

Di bagian lain, kuasa hukum MNC,Andi Simangunsong, menilai surat Pelaksana Harian (Plh) Direktur Perdata Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham Rike Amavita yang membatalkan pengesahan anggaran dasar TPI tidak memiliki kekuatan hukum. Surat tersebut hanya korespondensi dari pelaksana harian direktur perdata kepada pihak tertentu. Surat itu bukan surat keputusan (SK) seperti yang diklaim pihak Tutut.“Surat itu tidak memiliki kekuatan hukum karena bukan SK Menkumham seperti anggapan pihak Tutut.

Kalau memang itu SK, nomornya berapa? Tanggal berapa? Masa SK tidak pernah ditunjukkan,” kata Andi Simangunsong. Plh Direktur Perdata Dirjen AHU Kemenkumham Rike Amavita mengeluarkan surat No AHU.2AH.03.04-114A tertanggal 8 Juni 2010, yang diklaim pihak Tutut sebagai SK Kemenkumham yang isinya mencabut surat Menkumham sebelumnya bernomor C-07564,62.01.04.26.2005 terkait akta kepemilikan TPI atau SK 21 Maret 2005.

Padahal, surat itu hanyalah surat biasa yang seolaholah dikeluarkan Menkumham dan ditujukan kepada kuasa hukum Tutut. Kuasa hukum TPI, Eko Prasetio, menilai surat tersebut hanyalah pemberitahuan internal dari instansi ke kuasa hukum Tutut. Pihaknya belum yakin Menkumham Patrialis Akbar yang mengeluarkan surat itu. “Kami meminta untuk mengecek lagi,”katanya. Andi Simangunsong menambahkan, pihaknya sebenarnya tidak mempersoalkan penerbitan surat pemberitahuan tersebut.

Hanya saja, surat itu seolah-olah mengatasnamakan Menkumham dan membatalkan SK Menkumham sebelumnya bernomor C- 07564,62.01.04.26.2005 terkait akta kepemilikan TPI atau SK 21 Maret 2005. Kalau memang Menkumham melakukan hal itu, tidak mungkin hanya dalam bentuk surat pemberitahuan kepada pihak-pihak tanpa ada tembusan kepada TPI. Kenyataannya, sampai saat ini TPIbelum melihat fisik SK Menkumham yang menyatakan seperti itu.

“Mana SK-nya yang mencabut keputusan Menkumham 2005 yang isinya seolah-olah menteri telah membatalkan surat-surat pengesahan anggaran dasar TPI,”ujarnya. Dirjen AHU Kemenkumham Aidir Amin Daud mengatakan, surat yang dikeluarkan direktoratnya merupakan surat resmi.Hanya saja, surat itu tidak ditandatangani oleh dirinya atau direktur perdata, tapi diwakili pelaksana harian karena saat itu dirinya dan direktur sedang ada urusan lain.

Aidir mengatakan, pihaknya hanya mempersoalkan prosedur pendaftaran TPI.“Soal kewenangan menyangkut substansi memang pengadilan yang menentukan,” kata dia. Direksi TPI telah melaporkan dugaan kasus pemalsuan surat yang dilakukan Plh Direktur Perdata Rike Amavita.Dia dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pemalsuan surat.

Tidak ada komentar: