21 Mei 2010

Metro TV Ubah Pola Pemberitaan, Jauhi Kekerasan

Metro TV melakukan perubahan dan inovasi dalam siarannya. Tidak hanya pada tampilan, tetapi juga orientasi kerja dengan mengedepankan idealisme untuk membangun masyarakat berbasis pengetahuan dan menjauhi berita kekerasan. Direktur Pemberitaan Metro TV, Suryopratomo, dalam peluncuran ulang televisi berita itu di Jakarta, Kamis (20/5), mencontohkan, pihaknya berusaha tidak lagi menampilkan kekerasan dan darah, tetapi akan lebih memberi solusi, sekaligus menjelaskan duduk perkara suatu peristiwa.

Dia mencontohkan, di Amerika Serikat (AS) ada media yang menampilkan peristiwa bocornya pengeboran minyak di Teluk Meksiko yang bisa menjadi bencana kemanusiaan. Media mengungkapkan fakta dan meminta semua pihak terkait untuk bertanggungjawab, termasuk mencari teknologi untuk mengatasi masalah tersebut. Di Indonesia, kasus Lapindo tenggelam dengan pemberitaan lain, tanpa ada upaya untuk mengatasi agar lumpur berhenti.

Diakuinya, banyak informasi secara beruntun dan dan menarik perhatian masyarakat saat ini, seperti kasus Century, KPK, Susno Duaji, dan Syahril Johan sehingga lupa mendorong upaya mengatasi lumpur Lapindo. Oleh karena itu, ia menilai, untuk mengubah kultur kerja tidak mudah. Dia menyatakan, umumnya dibutuhkan waktu 4 hingga 5 tahun agar muncul budaya baru.

Ketika ditanya tentang pesaingnya, Suryopratomo yang juga tampil bersama Dirut Metro TV, Wisnu Hadi, mengatakan bahwa pihaknya tidak hanya melihat ke dalam, tetapi juga keluar. TV asing kini juga memuat berita tentang Indonesia, seperti CNN dan BBC. Mereka juga mengincar kue iklannya.

Surat peringatan

Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Nusa Tenggara Barat (NTB) pernah melayangkan surat peringatan kepada Metro TV terkait siaran peristiwa kerusuhan di sekitar Makam Mbah Priok di Jakarta Utara, karena menayangkan aksi kekerasan secara vulgar. Wakil Ketua KPID NTB Sukri Aruman di Mataram, mengatakan, surat peringatan tersebut juga ditembuskan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Gubernur NTB.

Ia mengatakan, peringatan yang disampaikan ke Metro TV karena siaran kasus kerusuhan di Koja Jakarta Utara banyak diprotes masyarakat NTB karena gambar yang ditayangkan mengeksploitasi kekerasan. "Kami menerima sejumlah pengaduan dari masyarakat NTB terkait tayangan kasus kerusuhan di sekitar makam Mbah Priok di Jakarta Utara yang mengedepankan aksi kekerasan. Ini dikhawatirkan menimbulkan trauma dan keresahan di tengah masyarakat," ujarnya.

Dia mengakui sebagian stasiun TV masih menayangkan isi siaran yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya yang menyangkut aksi kekerasan, pornografi, dan pornoaksi. "Karena itu kami mengharapkan dengan adanya peringatan tersebut TV swasta nasional tidak terlalu mengedepankan isi siaran yang kekerasan, seperti dalam siaran kasus kerusuhan," katanya. (Antara)

1 komentar:

Bram mengatakan...

Yang paling saya tidak suka dari Metro TV adalah advertorial atau "liputan khusus" tentang parpol atau kegiatan politik pemilik Metro TV (Beringin kuning dan organisasi biru kuning). Kalau advertorial tentang rumah saya rasa tidak apa-apa (yang katanya harganya tiap hari Senin selalu naik). Selain dari itu, saya rasa Metro cukup konsisten dalam mengemban tugasnya.