24 Januari 2010

Berita Menggeser Sinetron

Sinetron dan ajang kontes idola mulai tergeser oleh tayangan berita dalam enam bulan terakhir ini. Hal ini terungkap dari hasil ”tracking poll” yang dilakukan ”Kompas” pada November 2009 terhadap pemilik telepon di 33 kota besar di Indonesia.
Jika pada polling yang dilakukan pada Juni 2008 tayangan yang paling sering ditonton responden pemirsa televisi adalah berita dengan menyedot penonton sebesar 30,4 persen, maka pada polling tahun ini melonjak menjadi sekitar 46 persen responden. Sinetron yang tahun 2008 paling sering ditonton oleh 21,4 persen responden saat ini berkurang menjadi sebesar 20,4 persen.

Adapun ajang kontes idola—yang pada tahun 2008 berada di peringkat ketiga di bawah sinetron dengan menyedot penonton sebanyak 14,3 persen responden—sekarang sama sekali tidak ada yang dipilih responden. Selain karena antusiasme penonton yang semakin menurun dalam menonton acara-acara sejenis itu, kemungkinan lain disebabkan karena dalam enam bulan terakhir ini tidak banyak acara ajang kontes idola yang digelar di televisi dalam negeri.
Melonjaknya persentase responden yang memilih berita sebagai tayangan televisi yang paling sering ditonton (46 persen) ini cukup fenomenal. Bagaimana tidak, dari dua polling yang diadakan Kompas sebelumnya, yakni pada Desember 2007 dan Juni 2008, kendati berita tetap menduduki peringkat pertama sebagai tayangan yang paling sering ditonton oleh responden, persentasenya tahun 2007 hanya 35,9 persen, bahkan menurun pada Juni 2008 menjadi hanya 30,4 persen.

Program berita yang paling sering ditonton responden sepanjang Juni-November 2009 adalah Kabar Petang dari TV One (7,9 persen), diikuti Seputar Indonesia produksi RCTI (5,6 persen), Metro Hari Ini produksi Metro TV (4,7 persen), dan Liputan 6 SCTV (4 persen).
Ada beberapa hal yang menjadi pendorong semakin tingginya antusiasme masyarakat menonton program-program berita di televisi belakangan ini. Dari sisi berita, dalam satu tahun terakhir ini banyak peristiwa di Tanah Air yang menyita perhatian publik. Mulai dari gempa bumi di Jawa Barat dan Padang; terorisme, baik aksi teror pemboman hotel JW Marriott maupun drama penangkapan gembong teroris Noordin M Top dan kawan-kawan oleh polisi; kasus pembunuhan yang melibatkan mantan Ketua KPK Antasari Ashar; kasus-kasus politik dan korupsi, seperti pemilu legislatif, pemilu presiden, hingga pelantikan presiden dan pembentukan kabinet.
Peristiwa mutakhir yang menyedot perhatian masyarakat adalah kasus Chandra-Bibit, yang lebih dikenal dengan perseteruan ”cicak vs buaya”, serta pemeriksaan Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century.

Dari sisi media, stasiun televisi yang memosisikan dirinya sebagai televisi berita, seperti Metro TV dan TV One, berusaha semakin agresif dan total dalam meliput dan menyajikan berita-berita yang menjadi perhatian besar di masyarakat. Selain berusaha untuk menjadi yang tercepat dalam meliput suatu peristiwa, mereka juga berusaha untuk meliput secara detail dari waktu ke waktu melalui siaran langsung yang kadang menyita waktu lama. Contohnya, siaran langsung drama penyergapan teroris Ibrohim di Temanggung, Jawa Tengah, dan siaran langsung pemeriksaan saksi oleh Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century.
Faktor lain yang juga mungkin memengaruhi antusiasme publik menonton berita di televisi adalah dari sisi publik sendiri. Saat ini kemajuan teknologi informasi dan multimedia sudah memengaruhi perilaku dan gaya hidup masyarakat. Informasi yang serba cepat bahkan real time yang sekarang terakomodasi oleh teknologi informasi dan komunikasi mutakhir sudah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan bagi sebagian masyarakat.

Dikemas sebagai hiburan

Faktor lain yang diyakini semakin meningkatkan animo pemirsa televisi menonton program berita adalah cara pengemasan yang cenderung lebih populer dan menghibur. Berita dikemas dengan gaya yang santai, pembawa beritanya pun berpenampilan menarik, usia muda, cantik, ganteng dengan gaya bahasa dan penyampaian yang tidak kaku. Selain itu, bentuk dan isinya pun lebih beragam.

Konsep berita yang dikemas sebagai sebuah hiburan ini juga tecermin gaya dialog atau wawancara yang dilakukan pembawa acara yang terkadang menyentil, galak, blakblakan, bahkan terkadang terkesan memojokkan narasumber. Namun sayangnya, tujuannya lebih untuk menghibur atau memuaskan emosi penonton ketimbang mendudukkan persoalan yang sebenarnya.

Acap kali terjadi, kemampuan stasiun televisi mendatangkan narasumber yang berkompeten tidak diimbangi kemampuan pembawa acara menggali persoalan. Akibatnya, kendati bisa menghadirkan narasumber yang hebat, dialog yang terjadi menjadi tidak fokus karena pembawa acara tidak bisa menggali informasi yang menukik. (Litbang Kompas)

Tidak ada komentar: