19 Oktober 2008

Mata Kamera : Dunia Menurut Kaca Mata Si Pongky

Tulisan dari Harian Kompas : Namanya Pongky. Dia seorang fotografer amatir yang mengajak pemirsa televisi melihat dunia melalui jepretan kameranya. Inilah konsep acara ”Mata Kamera” yang ditayangkan TVOne setiap Senin dan Rabu pukul 19.00. Sejatinya, Mata Kamera adalah sebuah acara liputan perjalanan seorang pemuda bernama Pongky yang tertarik pada dunia fotografi. Dia berambut kribo, senang memakai jaket dan celana jins, cuek, agak dekil, tetapi selalu bersikap kritis, skeptis, dan berani. Pemuda yang tampil natural tanpa make up di televisi ini selalu membawa kamera ke mana pun dia pergi.

Sosok Pongky inilah yang membawa pemirsa untuk melihat masalah-masalah di sekitar kita. Ketika acara ini mengupas soal kemiskinan, Pongky akan mengajak pemirsa untuk menyusuri gang-gang sempit di perkampungan kumuh di Jakarta. Ketika acara ini mengupas soal pornografi, Pongky akan membawa pemirsa ke lapak-lapak di Glodok, Jakarta, yang menjual VCD/DVD porno secara bebas.

Biasanya acara dibuka dengan foto-foto hasil jepretan Pongky. Ada foto orang miskin, pelanggar lalu lintas, dan permukiman kumuh. Foto-foto itu cukup untuk memberi tahu penonton tentang isu-isu yang menjadi perhatian Mata Kamera. Selanjutnya, Pongky akan muncul dan memberi tahu pemirsa mengenai isu yang akan dia sorot hari itu. Dari situlah acara dimulai. Kamera akan mengambil gambar Pongky dari belakang. Kamera tersebut seolah menjadi wakil pemirsa yang sedang mengikuti perburuan Pongky hari itu. Di tempat tujuan, Pongky akan mengambil beberapa obyek yang memiliki nilai berita. Dia juga akan berbincang-bincang dengan sejumlah orang. Dari perbincangan tersebut, penonton bisa menangkap problem-problem yang ada.

Mata Kamera, umumnya, mengangkat isu-isu yang ada di sekitar kita, seperti pungutan liar, percaloan, polisi nakal, hingga survei soal keperawanan siswi-siswi SMP. Produser Mata Kamera Rachmat Akbar, Kamis (16/10), mengatakan, pihaknya memang tidak berambisi untuk mengambil isu yang berat-berat. ”Kalaupun kami mengambil isu yang berat, seperti pemilu, kami akan menyoroti aspek human interest-nya, seperti fenomena artis yang berbondong-bondong menjadi caleg,” ujarnya. Rachmat mengatakan, program berita ringan ini dibuat agar penonton tidak jenuh. ”Kami tidak bisa memberikan program-program berita yang serius terus-menerus. Nanti penonton bosan,” katanya. Acara ini, lanjut Rachmat, mendapat respons cukup bagus. Sejak pertama ditayangkan Mei 2008 hingga sekarang, rating-nya berkisar 1-1,6 atau ditonton sekitar 500.000-800.000 orang. ”Untuk sebuah paket berita ringan, angka itu cukup memadai meskipun kami belum puas. Kami akan berusaha agar rating acara ini terus naik,” ujar Rachmat.

Kemasan
Dari materi acaranya, Mata Kamera tidak menyajikan hal yang baru buat pemirsa. Mata Kamera hanya menawarkan kemasan baru untuk sebuah acara liputan ringan. Kemasan baru ini pun terbatas pada penciptaan sosok si Pongky. Sepuluh tahun terakhir ini, stasiun televisi tampaknya memang rajin mengutak-atik kemasan liputan berita dengan pendekatan populer. Liputan berita dikemas sedemikian rupa agar enak dinikmati sebagai sebuah tontonan. Sampai-sampai, kemiskinan yang identik dengan kesuraman muncul sebagai gambar-gambar yang indah dan terang di layar kaca. Kalau sudah begitu, isu kemiskinan tidak lagi menyentuh buat pemirsa. Hal ini pun bisa kita temui pada beberapa episode Mata Kamera.

Selain itu, ada sedikit kekurangan kecil, tetapi cukup berarti dalam penggarapan beberapa episode Mata Kamera. Sering kali ada adegan Pongky sedang memotret orang dari jauh secara close up. Namun, dia menggunakan kamera dengan lensa pendek bukan lensa panjang.
Bagaimanapun, sebagai sebuah tontonan, Mata Kamera cukup menarik dan segar. Kekuatan acara ini adalah sosok eksentrik Pongky yang diperankan Pongky Nujirwan yang dalam kehidupan nyata adalah seorang penata musik.

1 komentar:

Indonesian Dreaming mengatakan...

asah terus kreatifitas, buat acara televisi yang bermutu