05 Juli 2009

Kualitas Acara Televisi Kita Masih Buruk

Kualitas acara televisi nasional secara umum belum juga membaik. Begitulah hasil survei ”rating” publik keempat yang digelar Yayasan Sains Etika dan Teknologi pada April-Mei 2009 dan dipublikasikan akhir Juni lalu. Bagaimana industri televisi menanggapinya?

Survei menunjukkan, hanya 32 persen respoden yang menilai baik kualitas acara televisi. Selebihnya, responden menilai, kualitas acara biasa saja atau buruk. Ini adalah sebuah penurunan sebab pada survei yang sama, Januari-Februari 2009, responden yang menilai baik kualitas acara televisi hampir 36 persen.

Mayoritas responden (47,2 persen) menilai televisi tidak memberi contoh perilaku yang baik. Meski begitu, televisi berperan dalam menambah pengetahuan, memberi peringatan kepada khalayak, dan memberi hiburan.

Wakil Direktur Yayasan Sains Etika dan Teknologi (SET) Agus Sudibyo mengatakan, penilaian responden mengenai kualitas acara televisi secara umum tidak banyak berubah dalam empat kali survei rating publik yang digelar setiap 3-4 bulan sekali sejak tahun 2008.

Senior Manager Public Relations SCTV Budi Darmawan, pekan lalu, mengatakan, survei kualitatif Yayasan SET melengkapi survei kuantitatif AGB Nielsen yang selama ini dijadikan patokan bagi industri televisi. ”Ini penting bagi pengelola stasiun televisi. Setidaknya kita tahu posisi kita ada di mana.”

Meski demikian, survei kualitatif Yayasan SET belum berdampak terhadap pengiklan. ”Mereka masih menggunakan survei kuantitatif AGB Nielsen untuk menempatkan iklannya,” tambah Budi.

Agus menjelaskan, survei kali ini masih menggunakan metode yang sama, yakni peer group assesment. Respodennya secara umum sama dengan tiga survei sejenis sebelumnya. ”Ada beberapa yang diganti karena berhalangan,” ujar Agus.

Responden dalam survei ini dipilih dari kalangan terdidik (72 persen S-1 ke atas) dan diasumsikan mampu memberikan penilaian terhadap acara televisi. Jumlah responden 220 dan tersebar di 11 kota, yakni Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Batam, Pontianak, dan Palembang.

Hal yang baru dalam survei ini adalah penyurvei mengumumkan produk mana saja yang mensponsori program terbaik dan program terburuk. Dengan cara ini diharapkan pengusaha akan beriklan pada program yang berkualitas baik.

Terbaik-terburuk

Berdasarkan survei kali ini, acara Kick Andy (Metro TV) dianggap berkualitas paling baik. Pada tiga survei sejenis sebelumnya, Kick Andy juga dianggap paling berkualitas. Acara ini, menurut responden, mampu meningkatkan daya kritis dan empati sosial, memberikan model perilaku yang baik sekaligus menghibur.

Program terbaik lainnya berturut-turut Apa Kabar Indonesia Malam (TVOne), Liputan 6 Petang (SCTV), Seputar Indonesia (RCTI), dan Bocah Petualang (Trans7). Sejak Yayasan SET memulai survei seperti ini pada awal 2008, program terbaik umumnya didominasi oleh acara berita.

Sebaliknya, program terburuk didominasi sinetron. Dari enam program yang dinilai paling buruk, empat di antaranya sinetron. Sisanya talk show dan reality show. Keenam program terburuk itu antara lain Suami-suami Takut Istri (Trans TV) diikuti Muslimah (Indosiar), Curhat dengan Anjasmara (TPI), Inayah (Indosiar), Ronaldowati 2 (TPI), dan reality show Termehek-mehek (Trans TV).

Di kategori sinetron tidak berkualitas, Suami-suami Takut Istri kembali menempati urutan pertama diikuti Muslimah. Sebaliknya, sinetron yang dianggap berkualitas adalah Oshin (TVRI) dan Kepompong (SCTV).

Kepala Departemen Marketing PR Trans TV Hadiansyah tidak berkomentar banyak atas hasil survei yang menempatkan Suami-suami Takut Istri dan Termehek-mehek dalam jajaran program terburuk. ”Buat kami, sah-sah saja jika ada orang membuat survei kualitatif. Hasilnya akan memacu kami untuk berbuat lebih baik,” katanya.

Meski demikian, dia mengingatkan bahwa penilaian survei Yayasan SET memiliki sudut pandang berbeda dengan penilaian survei lainnya. ”Di Panasonic Award 2009, misalnya, acara Termehek-mehek malah jadi acara terfavorit. Pada akhirnya, kami menyerahkan penilaian pada masyarakat,” kata Hadiansyah.

Secara umum, lima sinetron yang digemari oleh pemirsa, seperti Cinta Fitri 3 (SCTV), Nikita (RCTI), Dewi (RCTI), Melati untuk Marvel (SCTV), dan Air Mata Cinta (RCTI), dinilai berkualitas buruk. Mengapa? Para responden menganggap bahwa sinetron tidak mengajarkan empati, tidak memberikan contoh perilaku yang baik, tidak ramah pada anak, bias gender, dan penuh kekerasan.

Meski dinilai buruk, program-program tersebut justru paling banyak digemari pemirsa. Cinta Fitri 3, misalnya, memperoleh rating hingga 12,6, Termehek-mehek 11,9, dan Dewi 7,3. Bandingkan dengan program terbaik Kick Andy yang hanya meraih rating 1,6.

Pada akhirnya, survei publik ini memang tidak bisa mewakili persepsi pemirsa secara umum. Akan tetapi, setidaknya kita mendapatkan gambaran suara publik saat mereka menyimak televisi di ruang tamu atau kamar tidur mereka. (Kompas Minggu)

Tidak ada komentar: