Berjam-jam anak-anak menonton televisi setiap hari tanpa didampingi orang tua, akan memberikan pengaruh buruk terhadap anak. Karena itu diet nonton televisi harus digalakkan. Seandainya kegiatan menonton diganti dengan kegiatan membaca, sangat mencerahkan dan mencerdaskan.
"Jika ada gerakan hari tanpa televisi, tanggal 23 Juli, maka Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sangat mendukung. Ini akan mengurangi dampak buruk televisi terhadap anak," kata Koordinator Bidang Isi Siaran KPI, Yazirwan Uyun, Jumat (18/7) di Jakarta.
Menurut Yazirwan, dari perjalanannya ke berbagai daerah, ternyata ada sejumlah daerah yang sudah melakukan "diet" nonton televisi, dan itu diatur melalui peraturan daerah. Ada juga melalui larangan di sekolah-sekolah.
"Kualitas tayangan televisi dewasa ini belum sesuai harapan KPI. Apalagi, karena orangtua sibuk, anak-anak jarang didampingi. Anak-anak yang lama di depan televisi tak sempat lagi bersosialisasi dan berdiskusi dengan keluarga, " ujarnya.
Karena itu, jika ada gerakan hari tanpa televisi, LSM perlu lebih mendorong masyarakat, sebagai bentuk untuk membebaskan anak-anak dari candu menonton televisi, yang seharusnya tayarangan itu bukan diuntukkan kepadanya. Juga gerakan ini bisa menghemat pemakaian listrik. (Kompas)
28 Desember 2008
Diet Nonton Televisi Perlu Digalakkan Keluarga
24 Desember 2008
Akhir Tahun 2009 Tak Ada Lagi TV “Nasional”
Dalam waktu dekat, jika tidak ada perubahan dan ditunda lagi, TV lokal akan dapat bersanding sejajar dengan stasiun TV yang semula bersifat nasional. Pasalnya, mulai 28 Desember 2009, tidak akan lagi dikenal TV nasional, tetapi hanya TV lokal dan TV lokal berjaringan. Jadi, TV nasional yang kita kenal sekarang ini, misalkan RCTI, akan menjadi RCTI Jakarta atau sesuai dengan daerah siarannya. Setiap TV lokal itu nantinya bisa juga berjaringan dengan TV lokal lain (TV lokal berjaringan).
Ketua KPID Jabar Dadang Rahmat Hidayat mengatakan, TV lokal boleh berjaringan sebagai anggota atau induk jaringan. "Misal TV di Bandung, boleh berjaringan dengan TV di luar provinsi tersebut. Bisa dalam bentuk pertukaran program acara atau pembagian pendapatan iklan atas tayangan yang sama. Namun, konsep ini tetap tidak menutup akses informasi nasional atau internasional," ujar Dadang yang mengatakan pemerintah menunda konsep tersebut sejak 28 Desember 2007 .
Para penyelenggara lembaga penyiaran yang ada di daerah pun menyambut baik rencana tersebut. Pasalnya dengan kebijakan tersebut, mereka dapat memperluas jaringan TV lokal dengan posisi yang setara antar stasiun TV. "Saya setuju sekali karena itu artinya dakwah bisa lebih luas lagi," ujar Sekretaris Direksi MQTV Ade Wartono kepada media setempat.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Dedy Jamaludin mengatakan, TV lokal berjaring ini merupakan sebuah win-win solution atas kepemilikan industri televisi di Indonesia. Selain itu, diversity of content dan diversity of ownership dapat terwujud dengan pemerataan pendapatan daerah melalui iklan.
Namun, dengan pemberlakuan itu, Guru Besar Komunikasi Fikom Unpad Deddy Mulyana mengingatkan para penyelenggara lembaga penyiaran untuk mempersiapkan diri dari sekarang. "Rekrut dan latih karyawan mulai sekarang. Jangan sampai sudah diberi kesempatan, tetapi malah kedodoran. Dibutuhkan orang beridealisme tinggi, bukan yang mengejar untung semata," kata Dekan Fikom Unpad itu. (Dari berbagai sumber)
20 Desember 2008
Idola Cilik 2 Popular Karena Tayangan Yang Lain Membosankan
Melalui emailnya yang dikirimkan ke beberapa milis, Ludi Hasibuan menulis pandangannya tentang program televisi sbb. :
Memperbincangkan acara teve memang mengasyikan. Terlebih lagi bila tayangan tersebut sedang disenangi/digemari oleh penonton di rumah. Sebut saja acara Idola Cilik, Idola Semua Idola yang ditayangkan oleh RCTI. Suka atau tidak, tayangan ini sangat menarik perhatian penonton di rumah.
Sebuah tayangan Reality Show untuk segmen keluarga sedang digemari oleh penonton setianya. Bahkan, Ibu Harsiwi Achmad, Direktur Program RCTI mengatakan bahwa view shares Idola Cilik 2 pernah mencapai 30%. Wuihh… hebat. Artinya 3 diantara 10 penonton televisi menyaksikan acara ini. Bayangkan kalau ada 60 juta pesawat televisi di Indonesia. Hampir 20 juta televisi manteng di acara Idola Cilik 2.
Kembali muncul sebuah pertanyaan yang mendasar. Kenapa acara ini begitu disukai atau dinantikan oleh penonton dirumah?
Jika kita mencoba menelusurinya melalui teori komunikasi tentang Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan. Maka akan muncul sebuah analisa dari para teoritis pendukung Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan berargumentasi bahwa kebutuhan manusialah yang mempengaruhi bagaimana mereka menggunakan dan merespon saluran media.
Zillman sebagaimana dikutip McQuail telah menunjukkan pengaruh mood seseorang saat memilih media yang akan ia gunakan, pada saat seseorang merasa bosan maka ia akan memilih isi yang lebih menarik dan menegangkan dan pada saat seseorang merasa tertekan ia akan memilih isi yang lebih menenangkan dan ringan.
Program TV yang sama bisa jadi berbeda saat harus kepuasan pada kebutuhan yang berbeda untuk individu yang berbeda. Kebutuhan yang berbeda diasosiasikan dengan kepribadian seseorang, tahap-tahap kedewasaannya, latar belakang, dan peranan sosialnya. Sebagai contoh menurut Judith van Evra anak-anak secara khusu lebih menyukai untuk menonton TV untuk mencari informasi dan disaat yang sama lebih mudah dipengaruhi .
Jika demikian penonton di rumah sudah merasa bosan dengan tayangan 3 besar televisi yaitu Sinetron, Infotainmen dan Berita Kriminal. Karena ketiga tayangan ini nyaris mempunyai model cerita yang sama.
Sinetron kalau kita perhatikan yang ditayangkan di televisi nyaris mempunyai benang merah yang sama. Tidak ada lagi yang melenceng dari mainstream seperti sinetron tentang Si Cecep, Bajaj Bajuri dan lainnya.
Infotainmen dan Berita Kriminal lebih parah lagi. Semuanya mengangkat berita yang sama dengan sudut berita yang sama pula. Penonton seperti menyaksikan sebuah tontonan yang di rewind atau pengulangan. Pasti akan timbul keluhan “Membosankan”. (ludi)
19 Desember 2008
KPI Pusat Tegur Muslimah dan Jihan Indosiar
KPI Pusat melayangkan surat teguran ke Indosiar terkait pelanggaran yang terjadi pada program sinetron Muslimah episode tanggal 22 dan 23 November lalu. KPI Pusat juga memberikan teguran pada tayangan program sinetron Jihan episode tanggal 28 di bulan yang sama. Ke dua sinetron tersebut menampilkan kekerasan secara psikis dan juga fisik.
KPI Pusat meminta kepada Indosiar untuk segera melakukan perbaikan terhadap isi tayangan tersebut agar sesuai dengan aturan yang ada di UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan P3 dan SPS KPI.
Hal itu terungkap dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani oleh Wakil Ketua KPI Pusat, Fetty Fajriati Miftach, pekan ini.
Menurut Fetty, teguran kepada dua sinetron yang disiarkan oleh Indosiar dilandasi oleh adanya laporan pengaduan dari masyarakat ke KPI Pusat dan juga pemantauan langsung yang dilakukan oleh KPI Pusat. “Sebelumnya kami juga melakukan analisa terhadap tayangan ke dua sinetron tersebut,” katanya.
Menurut penjelasan yang ada dalam surat teguran KPI Pusat tersebut dijelaskan bahwa kedua sinetron telah melanggat aturan yang ada UU No.32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran pasal 36 ayat (5) yang menyatakan bahwa isi siaran dilarang melanggar menonjolkan kekerasan.
Selain itu, kedua sinetron tersebut juga melanggar aturan yang ada di Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) pasal 30 ayat (a) dan pasal 62. Dalam pasal 30 ayat (a) dijelaskan kalau adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan dan vulgar. Kemudian di pasal 62 dijelaskan bahwa lembaga penyiaran televisi wajib menyertakan informasi tentang penggolongan program siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan.
Dalam surat terebut juga dijelaskan bahwa Sinetron Muslimah yang disiarkan di televisi pada Hari Minggu (23 November 2008) belum diserahkan kepada LSF sebelum tayang. Hal ini, menurut KPI Pusat, jelas melanggar P3 pasal 16 ayat (1) dan dan SPS pasal 61 (1) yang menyatakan bahwa “Lembaga penyiaran wajib menampilkan tanda lulus sensor yang dikeluarkan oleh Lembaga Lulus Sensor pada materi isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan.” (KPI)
Kebohongan TV Nodai Kontes Miss Asia
Jangan asal percaya pada kontes interaktif yang melibatkan pemirsa dalam menentukan pemenang. Sebab, mereka yang dinobatkan menjadi pemenang belum tentu yang mendapatkan paling banyak dukungan dari masyarakat. Contohnya, kontes kecantikan Miss Asia yang diselenggarakan Asia Television (ATV) bulan lalu.
Harian South China Morning Post melaporkan, panitia Miss Asia di ATV tidak menentukan pemenang berdasar perolehan suara publik. Sebab, hasil akhir yang diumumkan bulan lalu, tidak sama dengan perolehan akhir SMS dan voting online via internet. Ini menjadi citra buruk kontes interaktif pertama Miss Asia yang diselenggarakan dengan melibatkan suara publik.
"Hasil yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jumlah perolehan suara yang ditayangkan pada 7 Desember lalu salah," tandas Linus Cheung, Executive Chairman stasiun TV Hongkong tersebut, seperti dikutip Agence France-Presse. Dengan demikian, publik patut menggugat kemenangan Eunis Yao, mahasiswa Hongkong yang dinobatkan sebagai Miss Asia.
Kebohongan yang diciptakan ATV itu sudah mencederai kepercayaan publik Hongkong terhadap stasiun televisi nasional tersebut. "Akibat insiden ini, Chief Executive ATV Ricky Wong mengundurkan diri," tandasnya. Sementara, Cheung sendiri memilih untuk tetap bertahan. Sayangnya, dia tidak mau mengungkapkan hasil perolehan suara yang sebenarnya.
Meski mengakui kesalahannya, ATV tetap tidak menganulir pemenang kontes tahunan tersebut. Sejauh ini, Eunis Yao masih tetap menjadi Miss Asia. Padahal, belum tentu dia yang mendapatkan dukungan paling banyak dari publik. Disusul dengan Belinda Yan dan Lene Lai, yang menduduki posisi runner up dan runner up 1. Dua pemenang di bawah Eunis itu masing-masing berasal dari Kanada dan Taiwan.
Sumber: karodalnet.blogspot.com
18 Desember 2008
Program Siaran TV Saat Ini Tidak Pro Anak-anak
Dunia penyiaran khususnya penyiaran televisi dianggap tidak berpihak kepada anak-anak. Siaran televisi yang ada saat ini lebih banyak menayangkan program-program yang bukan diperuntukkan anak-anak. Hal itu diungkapkan oleh Ketua KPAI, Masnah Sari, ketika menjadi pembicara pada acara media gathering KPI Pusat dengan tema “Harapan masyarakat terhadap program dan isi siaran di tahun 2009,” Kamis (18/12).
Menurut Masnah, persentasi tayangan yang diperuntukkan bagi anak-anak relatif kecil dibandingkan program tayangan lain. Bahkan, dari sekian program tayangan anak-anak itu hanya sebagian kecil saja yang layak disaksikan oleh mereka. “Paling jumlahnya hanya delapan sampai sepuluh persen dari program yang katanya buat anak-anak,” tegasnya di depan para undangan yang sebagian besar dari media televisi.
Karena itu Masnah berharap, agar industri pertelevisian di tanah air lebih banyak lagi memproduksi dan menayangkan program-program siaran untuk anak yang memang pantas disaksikan oleh mereka. “Saya harap ditahun depan tayangan anak-anak semakin banyak dan baik buat mereka,” pintanya.
Selain itu, Masnah juga menyatakan kegusaran terhadap tayangan-tayang informasi atau berita yang ditayangkan pada saat jam anak-anak menyaksikan siaran televisi. “Pemberitaan-pemberitaan yang tidak pantas disaksikan oleh anak-anak sebaiknya dipindahkan saja ke jam lain, dimana anak-anak sudah tidak menyaksikan telivisi,” paparnya.
Pada kesempatan tersebut, Masnah juga meminta kepada semua stasiun televisi untuk tidak menayangkan lagi film Naruto dan juga film-film yang tidak diperuntukan bagi anak-anak. “Kami minta kepada stasiun televisi untuk menayangkan tayangan-tayangan yang sehat buat anak-anak,” tegasnya.
Sementara itu, ditempat yang sama, anggota KPI Pusat, Bimo Nugroho Sekundatmo, menjelaskan tentang proses perizinan yang sudah masuk dan diselesaikan oleh KPI. Bimo juga mengungkapkan mengenai sistematika kerja program pemantauan langsung yang dilakukan oleh KPI Pusat. “Saat ini, KPI sudah bisa memantau 20 persen tayangan stasiun televisi,” katanya.
Bimo juga memaparkan mengenai bagaimana hasil pemantauan tersebut kemudian diumumkan kepada masyarakat yang dilakukan secara periodik. Tidak lupa, Bimo juga mengingatkan kepada stasiun telvisi tentang persiapan sistem stasiun berjaringan (SSB) yang akan berakhir pada Desember 2009.
Pada saat sesi tanyajawab, banyak sekali pertayaan dan harapan yang dilontarkan kepada KPI Pusat serta industri pertelevisian. Namun, sebagian besar berharap agar siaran televisi yang akan datang dapat memberikan kontribusi yang baik untuk penontonnya terlebih bagi pendidikan anak-anak. Dalam acara ini, selain Ketua KPAI dan Anggota KPI Pusat, hadir pula narasumber dari Dewan Pers. Adapun moderator dalam kesempatan ini, asisten ahli KPI Pusat, Muhammad Rikza C. (KPI)
16 Desember 2008
Iklan TV Amerika Terkena Dampak Krisis Ekonomi
Kawan saya, Naratama yang bekerja di Washington DC menulis di milis sebabai berikut :
Krisis ekonomi yang melanda Wall Street akhirnya tiba di Hollywood. Info terakhir dari majalah TV Guide menyebutkan bahwa beberapa pengiklan papan atas harus gulung tikar dari layar kaca (Iklan mobil FORD, Iklan Bonus Natal dan Tahun Baru, Iklan2 lokal,dsb). Stasiun TV satelit dan kabel harus berjibaku mengaur strategi baru agar jeda komersial tidak lenggang dan tetap berisi.
Dalam tulisan berjudul THE FUTURE OF TV COMMERCIAL, Anne Becker yang kolumnis TV Guidemenyebutkan teknik2 dan metode terbaru beriklan TV. Beberapa catatan penting yang mungkin bermanfaat buat industri tv kita adalah:
Shorter Ads.
FOX TV melakukan ujicoba dengan memotong durasi Jeda Iklan atau Commercial Breaks. Kalau biasanya jeda iklan mencapai 2' sampai 3menit, dipoting pendek menjadi 1' hingga 1'30". Sisanya dilepas ke 'end program' dengan promo-promo acara FOX. Ini menyebabkan Image FOX sebagai TV yang banyak iklan tetap bertahan, padahal iklannya sudah berkurang setengah full spots.
Product Placement (Di Indonesia dikenal dengan Build In Product).
Stasiun TV NBC sekarang banyak memasukkan Build In Product dalam setiap acaranya. Yang paling kental adalah pada serial drama Knight Rider dimana mobil FORD yang dipakai dan dieksplore habis-habisan, padahal iklan komersial Ford sudah tidak ada.
Online Ads
Sulit mencari sponsor untuk jeda iklan, para stasiun tv ini kemudian me-RERUN programnya lewat Online TV di Website. Disinilah, dijual advertising khusus untuk iklan dengan harga lebih murah dari commercial spots. 89% publik Amerika lebih suka menonton RERUN di online dari pada di TV. Saturday Night Life mencapai RERUN dan pemasukan super tinggi ketika Sarah Pailin di parodikan oleh Tina Fey.
Sementara itu, dari pengamatan pribadi ada beberapa catatan dari perubahan wajah dunia tv Amerika yaitu:
New Programming:
- Mengurangi Belt atau Stripping Program
- Mengganti Serial Drama dengan Talk Show, ini terjadi di NBC dimana serial CSI yang
berharaga beli jutaan dollar diganti oleh Talk Show Jay Lenno yang biayanya lebih murah.
- Fokus ke Politik! Obama, Obama, Obama. Mumpung lagi Hot.
Demikian seperti ditulis oleh Naratama di Washington DC.
14 Desember 2008
Jawa Pos Incar 75% Saham TPI???
Jawa Pos Group dikabarkan telah mengajukan penawaran membeli 75 persen saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) milik PT Media Nusantara Citra Tbk, unit usaha dari PT Global Mediacom Tbk.
Chief Executive Officer Jawa Pos Dahlan Iskan mengakui pihaknya tertarik membeli saham stasiun televisi tersebut. "Kami memang berminat. Saya telah menunjuk orang untuk mengkaji dan melakukan negosiasi," ujarnya kepada Tempo, Selasa lalu.
Dahlan mengatakan upaya melakukan pengkajian pembelian ini karena mendengar pemilik stasiun televisi itu berencana melepas kepemilikan. "Jadi kami coba untuk menawar," katanya.
Sumber Tempo di kalangan pasar modal mengatakan Dahlan Iskan sejatinya tidak sendiri dalam upaya membidik TPI. Menurut dia, semula sebuah perusahaan bank investasi di Singapura, yang mewakili pemilik TPI, menawari bos Para Group, Chairul Tanjung, untuk membeli.
Kemudian, dia melanjutkan, Chairul Tanjung yang telah memiliki Trans TV dan Trans-7 mengajak Dahlan Iskan mengkaji rencana itu. "Jadilah Dahlan Iskan yang ditunjuk untuk maju menawar TPI," katanya.
Sumber itu mengungkapkan, dari pembicaraan awal, bankir investasi menyebutkan nilai Rp 700 miliar untuk pembelian 75 persen saham TPI. "Nilai itu yang diminta sang pemilik," kata sumber tersebut. Dia mengungkapkan rencana penjualan TPI itu tak lepas dari adanya kebutuhan dana besar yang harus dipenuhi Global Mediacom pada 16 Desember ini. Dana besar adalah untuk membayar obligasi PT Mobile-8 Telecom Tbk (pemilik operator seluler Fren) senilai US$ 100 juta dan Rp 625 miliar yang sebagian jatuh tempo pada 16 Desember mendatang. "Meski telah dijual ke Jerash Investment, Global masih memiliki kewajiban membayar obligasi itu," kata sumber tersebut.
Dahlan yang dimintai konfirmasi soal keterlibatan Chairul Tanjung mengaku tidak tahu. "Wah, Pak Chairul Tanjung juga berminat, ya? Berat dong saingan saya," katanya sambil tertawa.
Dia mengaku akan maju sendiri dalam upaya menawar TPI ini. "Ini sepenuhnya rencana Jawa Pos," katanya. Terkait dengan harga Rp 700 miliar yang disebut-sebut diminta pemilik TPI, Dahlan mengaku nilai tersebut terlalu tinggi. "Kalau seharga itu bagi kami berat."
Menurut Dahlan, rencana untuk membeli TPI sejalan dengan rencana Jawa Pos memiliki televisi swasta nasional. "Kami kan sudah memiliki sejumlah stasiun televisi daerah. Sekarang saatnya untuk punya yang kelas nasional," katanya. Sumber Tempo lainnya yang dekat dengan Para Group juga mengaku membenarkan soal adanya tawaran pembelian TPI. Menurut dia, informasi soal adanya kebutuhan dana besar yang harus dipenuhi pada 16 Desember ini menjadi alasan pelepasan TPI tersebut. "Kami mendengar seperti itu," katanya.
Saat dimintai konfirmasi soal ini, Chairul Tanjung membantah. "Informasi itu tidak benar dan menyesatkan," ujarnya dalam pesan pendek kepada Tempo. Bantahan serupa datang dari Presiden Direktur Global Mediacom Hary Tanoesoedibjo. "Itu tidak benar. Rumor dari mana lagi itu?" katanya kepada Tempo kemarin. Dia mengatakan saat ini Global Mediacom belum ada rencana melego TPI. "Jadi bagaimana mungkin ada yang berminat kalau kami tidak ingin menjual," kata Hary.
Selain soal penjualan TPI, Hary membantah kabar soal adanya kewajiban pihaknya menyediakan dana untuk membayar obligasi Mobile-8 pada 16 Desember mendatang. "Kami bukan pemegang saham mayoritas Mobile-8 lagi. Sudah dilepas ke pihak lain," katanya.
Jerash Investment, special purpose vehicle asal Dubai, kini menguasai 32 persen saham Mobile-8. Global Mediacom hanya memiliki 19 saham Mobile-8. Global Mediacom melepas sahamnya ke Jerash dengan tujuan agar mempertajam fokus strategi perseroan. Pada 3 Desember lalu, analis Moody's Investor Services, Ivan Palacious, dalam siaran persnya menyatakan kemungkinan gagal bayar (default) Mobile-8 atas percepatan pembayaran obligasi senior tanpa jaminan US$ 100 juta bisa memicu gagal bayar silang (cross default) atas obligasi Rp 675 miliar.
Surat utang rupiah Fren itu akan jatuh tempo Maret 2012. Obligasi ini berbunga 12,375 persen per tahun yang dibayarkan setiap tiga bulan. Ivan ragu dengan kemampuan Fren dalam membayar surat utang itu. Hingga akhir September 2008, kas dan setara kas serta dana investasi jangka pendek Fren hanya Rp 681,33 miliar
13 Desember 2008
Astro Ajukan Kasasi Kasus Hak Siar Liga Inggris
All Asia Media Network FZ-LCC (AAMN), afiliasi dari All Asia Networks Plc. (Astro), pada Senin (15/12) akan mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah mengesahkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas kasus hak siar "English Premier League" (EPL/Liga Primer Inggris).
Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, AAMN juga minta MA untuk tidak melakukan pemeriksaan atas kasus tersebut sampai kasus korupsi terhadap Eksekutif Lippo Billy Sindoro diputuskan."Permintaan kami agar Mahkamah Agung menunda merupakan sesuatu yang baru. Kami merasa bahwa langkah ini sangat diperlukan mengingat temuan yang mengejutkan di dalam dakwaan terhadap Billy Sindoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Selasa, 9 Desember 2008 lalu," kata Kuasa Hukum AAMN Alexander Lay dalam keterangan tertulis tersebut.
Alex merujuk pada dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Billy Sindoro yang diduga menyuap Anggota KPPU Mohammad Iqbal agar memasukkan Diktum nomor 5 ke dalam putusan KPPU atas kasus EPL, dimana AAMN merupakan salah satu terlapor.Dalam diktum tersebut, PTDV (sebuah perusahaan TV berbayar di bawah Grup Lippo dimana program EPL dipasok oleh AAMN) dibebaskan dari seluruh tuntutan. Sedangkan AAMN, diputuskan sebagai pihak yang bersalah.
Di dalam Diktum nomor 5 tersebut, KPPU memerintahkan agar AAMN menjaga hubungan dan tidak menghentikan pelayanan kepada PT Direct Vision sampai adanya penyelesaian hukum dengan Grup Lippo.Alexander Lay mengatakan, diktum 5 telah melampaui "scope" perkara ini karena diktum nomor 5 mewajibkan AAMN memasok seluruh saluran atau "channels (lebih dari 40 channels) dan perangkat penyiaran, kepada PTDV, bukan hanya "channel" EPL AAMN mengajukan keberatan atas temuan-temuan KPPU ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, termasuk Diktum nomor 5 atas alasan bahwa bukanlah wewenang KPPU untuk memutuskan sengketa bisnis perusahaan swasta dan bahwa Grup Lippo bukan merupakan salah satu pihak yang mengajukan tuntutan kepada KPPU terkait kasus EPL.
Meskipun argumen ini disampaikan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Desember 2008 tetap mengesahkan Putusan KPPU.Alex menyampaikan bahwa AAMN akan mengajukan kasasi atas seluruh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan meminta agar MA menunda pemeriksaan atas kasasi tersebut.
Permintaan ini dilakukan terkait dengan informasi yang terdapat di dalam dakwaan atas Billy Sindoro yang diduga menyuap anggota KPPU Mohammad Iqbal agar memasukkan Diktum nomor 5 ke dalam Putusan KPPU terkait kasus EPL.Jika dakwaan tersebut benar, maka jelaslah bahwa putusan tersebut dimanfaatkan dengan tujuan lain yang terkait dengan sengketa bisnis antara Grup Lippo dan Astro.
Dengan demikian, bukti yang diperoleh oleh penuntut dan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atas Billy Sindoro akan memiliki dampak langsung terhadap Kasasi AAMN kepada Mahkamah Agung."Jika Billy Sindoro terbukti bersalah, maka ini berarti bahwa Billy Sindoro menyuap Mohammad Iqbal untuk memasukkan Diktum nomor 5 ke dalam Putusan KPPU. Sehingga bukan, sebagaimana yang diakui oleh KPPU, atas dasar pertimbangan kepentingan pelanggan melainkan atas dasar kepentingan Billy Sindoro atau siapa pun tuannya," ungkap Alex.
"Hal ini juga berarti bahwa AAMN sepenuhnya tidak bersalah karena KPPU seharusnya tidak memasukkan Diktum tersebut di dalam putusan," katanya."Atas alasan-alasan tersebutlah kami meminta Mahkamah Agung mengesampingkan persyaratan UU Persaingan Usaha yang mengharuskan pemeriksaan dalam 30 hari kerja dan menunda pengadilan sampai sidang atas Billy Sindoro selesai," katanya.
Sementara itu Humphrey Djemat, yang menjadi kuasa Hukum Billy Sindoro, tengah mempelajari dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Selasa (9/12).Namun, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu sejak 8 Juni 2008 lalu, Billy Sindoro tidak lagi memegang jabatan apa pun di kelompok perusahan Lippo (Group Lippo), khususnya telah mengundurkan diri sejak tanggal tersebut sebagai Presiden Direktur PT First Media Tbk.
Dengan demikian tentunya fakta persidangan akan mengungkapkan apakah ada hubungannya putusan KPPU tanggal 29 Agustus 2008 yang menyangkut Hak Siar Liga Inggris dengan kasus Iqbal-Billy ini."Sebagaimana kita ketahui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Rabu tanggal 3 Desember 2008 telah memberikan putusannya yaitu mengukuhkan putusan KPPU No 03/KPPU-L/2008 tanggal 29 Agustus 2008 tersebut atau dengan kata lain menolak permohonan banding dari pihak All Asia Multimedia Networks (Astro Malaysia) dan ESPN Star Sports," ujar Humphrey. "Pada putusannya, PN Jakarta Pusat menilai putusan KPPU tersebut sudah tepat dan benar dan diambil sesuai kewenangan KPPU," tambahnya.
12 Desember 2008
Republik Mimpi Tolak Intervensi Pihak Asing
Acara talk show Republik Mimpi mendapatkan poin tertinggi kedua sebagai program talk show paling diminati setelah Kick Andy. Meski begitu, program parodi politik pertama di Indonesia itu untuk kali ketiga menyatakan berhenti. Keputusan untuk berhenti tayang lagi itu disampaikan Hafiz Syahnara, manajer Republik Mimpi. Alasannya, pihaknya tidak ingin bekerja di bawah tekanan dan merasa didiskriminasi pihak asing.
Effendi Gazali selaku penggagas acara Republik Mimpi membenarkan hal itu. Republik Mimpi serasa dijadikan acara kelas tiga yang syutingnya harus sekaligus dua episode dalam satu kesempatan.Selain itu, kata dia, studionya terpencil dan berpindah-pindah. "Kami dianggap bukan prioritas. Tapi, saya tekankan, kami tidak ada masalah dengan antv ataupun Star TV. Divisi news sangat mendukung, terutama Uni Lubis dan Pak Azkarmin Zaini. Kami berutang budi," tegasnya. Sejak awal tayang di antv, lanjut Effendi, Republik Mimpi tidak pernah bisa tayang siaran langsung. Namun, sebelum benar-benar berhenti, keinginan siaran langsung tersebut terpenuhi. Yakni, syuting di Istana Wakil Presiden dengan bintang tamu Jusuf Kalla pada 20 November. Itu menjadi siaran live perdana sekaligus terakhir karena setelah itu mereka menyatakan berhenti.
Hafiz mengatakan baru bisa tayang lagi jika indikasi pelanggaran karena ada intervensi pihak asing di stasiun TV Indonesia terbukti. Yakni, sosok pria asing bernama Brad Cox yang selama ini dikenal sebagai head of content atau direktur program antv dan Star TV. Hal itu bukan sekadar karena kiprahnya, kata Hafiz, tapi lebih karena bertentangan dengan Undang-Undang No 32/2004 tentang Penyiaran. Pada pasal 16 ayat 2 tertulis, orang asing tidak boleh menjadi pengurus lembaga penyiaran swasta di Indonesia, kecuali untuk urusan teknik dan keuangan.
Brad Cox sudah diperiksa petugas Imigrasi dan sedang dikaji oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) serta Departemen Komunikasi dan Informatika.. Maka, kata Effendi, untuk sementara Republik Mimpi lebih baik berhenti terlebih dahulu. "Istilahnya, mati berkalang tanah daripada dijajah orang asing," tuturnya.
Pengumuman rating acara talk show itu berdasar riset rating publik oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia bersama Yayasan SET dan The Habibie Center selama Oktober hingga November 2008 di sepuluh kota di Indonesia. Hasil riset itu dipaparkan di Hotel Sofyan Betawi Rabu (3/12). Pada kategori talk show, Republik Mimpi mendapatkan poin 70,8 di bawah Kick Andy yang meraih poin 94,3. Setelah itu, ada Dorce Show, Ceriwis, dan Empat Mata, yang masing-masing poinnya tidak sampai angka 50.
10 Desember 2008
Protes Tayangan Iklan, Komnas PA Somasi KPI
Elshinta.com melaporkan : Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) melayangkan somasi kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk segera meninjau dan menghentikan tayangan iklan di televisi.Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komnas PA, Muhammad Joni di kantornya, Jakarta, Rabu (10/12).
Somasi tersebut, kata Joni, dilayangkan terkait semakin banyaknya iklan, promosi dan sponsorhip rokok yang dilakukan oleh para produsen rokok dalam rangka memancing anak dan remaja melalui media televisi. Komnas PA, kata Joni, beranggapan bahwa para produsen rokok telah melanggar hak-hak anak untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang. Menurut Joni, setelah dua kali mengirimkan surat permohonan peninjauan dan penghentian iklan rokok di televisi, hari ini Komnas PA mensomasi KPI terkait iklan produk rokok yang dinilai melanggar Pasal 16 Ayat 3 Peraturan Pemerintah No.19/2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.
Komnas PA menduga, banyak pelanggaran dilakukan oleh produsen rokok dengan menayangkan iklan terselubung di luar jam tayang yang telah ditentukan, dengan cara sponsorship, utamanya dalam acara atau kegiatan yang bertemakan remaja.Menurut UU, sedianya iklan rokok boleh ditayangkan pukul 21.30 hingga 05.00.
Mantan Dirut TVRI Dituntut 7 Tahun
Jakarta, kompas - Mantan Direktur Utama TVRI Sumita Tobing dituntut tujuh tahun penjara karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan peralatan teknis produksi di TVRI. Tobing didakwa melakukan penggelembungan harga atau mark up sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 5,21 miliar.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh tim jaksa penuntut umum secara bergantian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (9/12). Selain hukuman penjara, Sumita juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti senilai Rp 1,736 miliar.
Menurut jaksa, Sumita terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 8 Ayat 1 Huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pengadaan peralatan teknis tersebut, panitia lelang mengajukan dana sebesar Rp 11,3 miliar. Padahal, harga sebenarnya hanya sebesar Rp 5,9 miliar sehingga ada selisih perbedaan harga sebesar Rp 5,2 miliar.
Menurut jaksa Mulyono, penentuan harga dilakukan sendiri oleh Sumita tanpa melibatkan Direktur Administrasi dan Keuangan TVRI serta Direktur Teknik. Hal itu mengakibatkan tidak pernah adanya pengkajian dan studi kelayakan atas barang-barang yang diusulkan.
Jaksa juga menilai pengadaan peralatan teknis penyiaran tersebut dilakukan dengan cara melawan hukum. Pengadaan itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 12 Ayat 1 Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 mengingat pelaksanaan lelang dilakukan secara tertutup dan tidak diumumkan melalui media cetak ataupun papan pengumuman resmi.
Nilai jaksa memanipulasi
Jaksa Hapastian Harahap menilai tidak ada hal-hal yang meringankan terdakwa kecuali bahwa terdakwa belum pernah dihukum. Sementara hal-hal memberatkan, Sumita dinilai mempersulit jalannya persidangan, melempar tanggung jawab ke bawahan, dan perbuatan tersebut tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Menanggapi hal tersebut, Sumita menilai jaksa telah memanipulasi fakta persidangan. Menurut dia, harga patokan sementara peralatan teknis yang diajukan dibuat oleh Direktur Teknis Akhmad Adi Wijaya. Sumita mengaku heran mengapa dia dipersalahkan dalam persoalan tersebut.
08 Desember 2008
Bola Panas Menggelinding ke Gawang AoraTV
Akhir-akhir ini beberapa media memuat berita tentang PT Karyamegah Adijaya/AORA yang tidak sesuai dengan kenyataan. Untuk menghindari keraguan dan kesalahpahaman masyarakat, khususnya para pelanggan dan mitra AORA, Direksi PTKA merasa perlu memberikan klarifikasi sebagai berikut :
1. Tentang pengambilalihan saham
Kepatuhan terhadap perundang-undangan merupakan prinsip kami dalam berbisnis. Kami yakin hal ini akan menunjang keberhasilan dan kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Pengalihan saham merupakan tindakan yang lazim dalam dunia bisnis dan pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang PT No. 40/2007.
Pengalihan saham tidak identik dengan pengalihan izin. Penjelasan Undang-Undang Penyiaran No. 32/2002 pasal 34 ayat 4 berbunyi: “Yang dimaksud dengan izin penyelenggaraan penyiaran dipindahtangankan kepada pihak lain, misalnya izin penyelenggaraan penyiaran yang diberikan kepada badan hukum tertentu, dijual atau dialihkan kepada badan hukum lain atau perseorangan lain.” Yang terjadi pada PTKA adalah perubahan kepemilikan saham, bukan pengalihan izin kepada pihak lain. Izin tetap melekat pada perusahaan. Selanjutnya, PP 52/2005 pasal 11 memungkinkan perubahan anggaran dasar lembaga penyiaran berlangganan dengan syarat dilaporkan kepada Menteri. PTKA telah memenuhi ketentuan pelaporan tersebut.
Dengan demikian, pengalihan saham PT Karyamegah telah dilaksanakan sesuai prosedur dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Hal ini diperkuat pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika RI dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI pada tanggal 15 September 2008.
2. Proses memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP)
PTKA memperoleh izin prinsip penyelenggaraan penyiaran pada tanggal 3 September 2007 melalui keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI (Menteri) dengan rekomendasi kelayakan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Selain PTKA, ada 4 perusahaan TV berlangganan baru lainnya yang memperoleh izin prinsip pada waktu yang sama, yaitu: OKE Vision/PT Nusantara Vision (MNC Group), B-Vision/PT Media Commerce Indonesia (Bakrie Group), I-Sky-Net/PT Cipta Skynindo (Skynet Group/Taiwan) dan Penta Vision/PT Global Comm Nusantara (Safuan TV).
Sesuai ketentuan izin prinsip dan PP 52/2005, PTKA beserta operator TV berlangganan baru lainnya wajib menyelenggarakan uji coba siaran dalam waktu 1 tahun sejak terbitnya izin prinsip dan sudah harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri untuk dilakukan evaluasi uji coba siaran paling lambat 2 bulan sebelum masa uji coba siaran/izin prinsip berakhir, dalam hal ini 3 Juli 2008. PTKA berhasil mengajukan permohonan evaluasi uji coba siaran kepada Menteri pada bulan Juni 2008 atau sekitar 1bulan menjelang batas waktu yang ditentukan.
Sebelumnya, mulai dari bulan Januari hingga April 2008, PTKA telah menempuh jalan panjang mempersiapkan uji coba siaran, mulai dari merekrut sumber daya manusia, membangun infrastuktur teknis dan fasilitas lainnya (jaringan distribusi, instalasi dan pelayanan pelanggan), serta melengkapi perizinan. Untuk penyewaan transponder satelit, PTKA bekerja sama dengan penyelenggara jaringan (PT Patra Telekomunikasi Indonesia/ Patrakom) yang kemudian melakukan pengurusan hak labuh (landing right) serta Izin Stasiun Radio (ISR) ke Ditjen Postel. PTKA juga memastikan bahwa seluruh perangkat teknis yang digunakan telah disertifikasi sesuai aturan.
Hal lainnya yang disiapkan adalah menandatangani kesepakatan penyiaran dengan televisi-televisi free-to air dan para pemasok saluran/program internasional.
Pada bulan Mei 2008, PTKA berhasil memulai uji coba siaran dengan melibatkan 150 pelanggan bebas biaya di 7 kota (Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Medan) menayangkan 12 saluran yang terdiri dari 6 televisi free-to-air lokal dan 6 saluran program internasional. Pada bulan Juni 2008 (1 bulan sebelum batas waktu yang ditentukan), PTKA mengirimkan permohonan tertulis kepada Menteri untuk dilakukan evaluasi uji coba siaran. Menteri kemudian menugaskan tim evaluasi yang terdiri dari unsur Depkominfo (SKDI dan Postel) serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada bulan Juli 2008. Evaluasi mencakup aspek: administrasi, teknis dan program siaran. Tim juga melakukan uji kualitas dan kekuatan transmisi di: Jakarta, Surabaya, Medan dan Makassar dengan hasil memuaskan. Izin tetap (Izin Penyelenggaraan Penyiaran) PTKA diterbitkan pada tanggal 29 Juli 2008 dan diserahkan melalui KPI pada tanggal 31 Juli 2008. PP 52/2005 mengatur waktu penerbitan izin tetap oleh Menteri yaitu paling lambat 14 hari kerja setelah uji coba siaran dinyatakan lulus.
Menilik proses di atas, Izin Penyelenggaraan Penyiaran PTKA diperoleh sesuai prosedur dan dalam kurun waktu yang ditetapkan Pemerintah. Kami sungguh prihatin atas prasangka negatif yang ditujukan kepada MenteriKomunikasi dan Informatika RI serta Komisi Penyiaran Indonesia beserta jajarannya. Kita seharusnya mendukung upaya Pemerintah dalam mewujudkan pelayanan publik yang profesional dan konsisten mengikuti peraturan yang berlaku.
Tentang AORA/PT Karyamegah Adijaya
AORA, televisi berlangganan berbasis satelit yang bernaung di bawah PT Karyamegah Adijaya, memulai siarannya yang berjangkauan nasional pada Agustus 2008 dengan meluncurkan Paket Perdana Terbatas Olimpiade Beijing 2008. Empat dari 10 salurannya dikhususkan untuk tayangan eksklusif Olimpiade Beijing 2008. Dengan diperolehnya hak siar tunggal Barclays Premier League (BPL) musim tanding 2008/2009 untuk televisi berbayar di Indonesia, AORA menawarkan paket baru 12 saluran termasuk ESPN dan STAR Sports yang menayangkan secara lengkap 370 pertandingan Liga Inggris (BPL) musim 2008/2009. AORA merencanakan grand launching pada kwartal pertama 2009 dengan menyajikan lebih dari 50 pilihan saluran program, lokal maupun internasional. Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi Layanan Pelanggan AORA di 0804-1-333888 / 021 - 57894 888 atau kunjungi situs www.aora.tv
07 Desember 2008
Mengejar Rating Yang Kian Seret
Harian Kompas Minggu : Bahkan sinetron pun sulit menembus rating 5. Inilah fenomena industri televisi swasta nasional satu-dua tahun terakhir ini.
Ketika televisi swasta nasional masih berjumlah lima buah (RCTI, SCTV, TPI, Indosiar, ANTV), sebuah acara bisa meraih rating belasan hingga puluhan. Menurut Direktur Program RCTI Harsiwi Achmad, Rabu (3/12), sinetron Si Doel Anak Sekolahan yang diputar di RCTI tahun 1990-an pernah mencapai rating 50, dengan audience share 80 persen atau mampu merebut 80 persen penonton dibandingkan dengan acara lain yang diputar pada jam tayang yang sama.
Rating setinggi itu mungkin tidak akan terulang lagi. Pasalnya, perolehan rating dari tahun ke tahun kian seret. Bahkan, setahun terakhir ini, kata Harsiwi, sebuah acara, termasuk sinetron, sulit menembus rating 5.
”Dulu, sinetron yang hanya mampu meraih rating 5 harus siap-siap ’dibunuh’. Sekarang, dapat rating 5 sudah bagus,” lanjut Harsiwi. Menurut dia, rating tertinggi yang diraih RCTI selama tahun 2008 adalah 8,3, dengan audience share 37 persen. Namun, rating tertinggi itu bukan diraih oleh acara reguler, melainkan siaran langsung pertandingan tinju Chris John versus Hiroyuki Enoki akhir Oktober lalu.
Seretnya rating juga terjadi pada televisi swasta nasional lainnya. Kepala Departemen Marketing PR Trans TV Hadiansyah, Kamis, mengatakan, tahun 2001, sebuah acara masih bisa menembus rating 10. Namun, sejak tahun 2007, untuk menembus rating 7 saja sulitnya minta ampun. Rating tertinggi acara reguler Trans TV saat ini adalah reality show Termehek-mehek, yakni antara 6 dan 7.
Apa yang menyebabkan rating seret? Harsiwi menunjuk persaingan antartelevisi yang kian ketat. ”Jumlah televisi jauh lebih banyak. Ada televisi nasional dan lokal. Itu membuat penonton terbagi ke banyak televisi. Artinya, rating-nya juga terbagi-bagi.”
Jenuh
Direktur Program SCTV Budi J Sutjiawan mengatakan, selain persaingan kian ketat, acara televisi sekarang kian seragam. Mengapa? Karena tiru-meniru program sudah dianggap lazim. ”Coba saja, ketika kami membuat acara yang bagus, tidak lama ditiru televisi lain,” ujar Budi, Kamis.
Hadiansyah menambahkan, contek-mencontek program itu sudah menjadi rahasia umum di industri televisi nasional. ”Kalau ada acara yang rating-nya bagus, televisi lain akan ’menghajar’-nya dengan membuat tayangan sejenis. Tujuannya agar acara itu tidak memimpin sendirian dan rating-nya bisa terbagi ke acara lain. Ini juga menjadi penyebab mengapa rating sebuah acara tidak pernah bisa tinggi lagi,” katanya.
Pernyataan Hadiansyah tersebut juga menjelaskan mengapa kreativitas industri televisi tidak banyak berkembang sejak televisi swasta bermunculan tahun 1990-an hingga sekarang. Kebanyakan sinetron dari dulu hingga sekarang ceritanya mirip-mirip.
Adegan utamanya masih seputar tangis-tangisan dan tampar- tamparan. Karakter tokoh dalam sinetron tidak lebih dari dua, yakni tokoh yang baiiiiiik sekali dengan tokoh yang jahaaaat sekali.
Acara lawakan pun masih sebatas memancing tawa dengan mengolok-olok kekurangan fisik orang lain.
Mengapa seperti itu? Karena kreativitas industri televisi nasional baru sebatas ”melayani” rating. Itu sebabnya, mereka tidak berani keluar terlalu jauh dari acara-acara yang, menurut rating, disukai mayoritas penonton.
Budi berpendapat, acara televisi yang seragam menjadi faktor lain mengapa rating televisi merosot belakangan ini. Dia menduga, sekarang ini sedang ada penurunan penonton televisi nasional. Mereka, katanya, kemungkinan berpindah sementara ke media alternatif hiburan seperti internet.
”Industri televisi memang begitu. Kalau ada acara yang benar- benar menarik, jumlah penonton akan naik. Kalau acara televisi sedang jelek-jelek, penonton akan turun,” lanjut Budi.
Agus Sudibyo, Deputi Direktur Yayasan SET—lembaga yang mendukung kebebasan media dan demokratisasi penyiaran— berpendapat, jumlah warga kelas menengah ke atas mulai memilih-milih acara televisi. ”Sekarang banyak keluarga kelas menengah atas yang enggan nonton televisi nasional. Mereka beralih ke internet atau televisi berbayar,” ujarnya, Rabu.
Menurut Agus, itu terjadi karena acara hiburan di televisi nasional umumnya dangkal, banyak mengandung kekerasan, dan tidak mendidik. Survei rating publik yang digelar SET pada Oktober 2008 memperlihatkan, 45,8 persen responden (kelas menengah) menganggap acara hiburan di televisi sangat buruk. Hanya 15,6 persen responden yang menilainya baik.
Acara hiburan dianggap mengandung kekerasan, berbahaya bagi anak, dan tidak memberi contoh perilaku yang baik. Sebaliknya, acara berita umumnya dianggap baik dan bermanfaat.
Agus memperkirakan, kalaupun ada penurunan jumlah penonton televisi nasional, itu baru terjadi di kelas menengah atas karena mereka memiliki alternatif media hiburan lain, seperti televisi berbayar dan internet. Untuk kelas bawah, jumlah penonton tidak banyak berubah.
Berbeda dari Budi dan Agus, Harsiwi berpendapat, jumlah penonton secara keseluruhan tidak berubah. Bisnis pun tidak terpengaruh penurunan rating. Iklan tetap tumbuh.
Memang, seseret apa pun rating—selama ini dialami semua televisi nasional—tidak menjadi masalah. Kalau dengan rating 5 sebuah acara sudah bisa bertengger di urutan satu, itu sudah cukup. Yang penting kan peringkatnya, bukan angkanya.
05 Desember 2008
Acara Kick Andy di Metro TV Dinyatakan Sebagai Program Berkualitas
Dari Kompas.com : Acara Kick Andy di Metro TV dinyatakan sebagai program televisi paling berkualitas, hasil riset rating publik II (Oktober 2008) yang dilakukan Yayasan SET bekerjasama dengan IJTI, Yayasan Tifa, dan Jaringan Masyarakat Pemerhati Televisi. Penelitian ini menunjukkan ada perbedaan antara program yang bernilai berkualitas dengan program ber- rating/share tinggi yang dikeluarkan AGB-Nielsen Media Research.
"Riset periode kedua ini melibatkan 220 kalangan terdidik di 11 kota sebagai responden/panelis. Dengan metode Peer Review Assessment, riset ini menjaring penilaian mereka secara umum terhadap kualitas program-program televisi, dan secara khusus terhadap program-program televisi pada periode tertentu yang ber-rating atau share tinggi," kata Koordinator Pelaksana Yayasan SET Agus Sudibyo, Rabu (3/12) di Jakarta. Dikatakan, riset yang bertujuan untuk memperkaya penelitian mengenai televisi di Indonesia, terutama pemirsa televisi yang selama ini didominasi oleh jumlah penonton acara televisi (rating), juga memberikan perbandingan antara program televisi yang paling banyak ditonton dengan program televisi yang dianggap berkualitas.
Riset rating publik yang dilakukan bukan untuk melihat berapa banyak suatu program ditonton oleh pemirsa, tetapi seberapa berkualitas suatu program.Hasil penelitian Oktober 2008, Kick Andy (Metro TV) sebagai program paling berkualitas berhasil meraih 35,4 % . Pada penelitian Maret 2008, Kick Andy sebagai program paling berkualitas meraih 47,1 %. Jika pada Maret 2008 Liputan 6 Petang (SCTV ) nomor dua berkualitas dengan 11,0 %, maka pada Oktober 2008, Liputan 6 Petang kualitasnya berada di peringkat IV dengan 3,3 %. Setelah Kick Andy, responden memilih Si Bolang (Trans 7) sebagai program berkualitas dengan 3,8 %. Disusul Apa Kabar Indonesia Malam (TvOne), Liputan 6 Petang (SCTV), Metro Hari Ini (Metro TV), dan Para Pencari Tuhan (SCTV).
Jika dibandingkan dengan program ber-share/rating tertinggi, versi AGB Nielsen Media Research, terdapat perbedaan, di mana Jihan meraih rating/share tertinggi, disusul Termehek-mehek, Suami-suami Takut Istri, Selembut Sutra, dan Cerita SMA.Dalam laporan penelitian setebal 41 halaman, juga dikemukakan secara detil program berkualitas berdasarkan program, seperti program berita, program talk show, dan program hiburan, yang hasilnya sebagai berikut.
Untuk kategori berita , program berkualitas secara berurutan adalah Liputan 6 Petang (SCTV) dengan 15,1 %, disusul Metro Hari Ini (Metro TV, 12,7 %), Reportase Sore (Trans TV, 8,0 %), Kabar Petang (TvOne, 7,5 %), Liputan 6 Siang (SCTV, 7,5 %), Seputar Indonesia (RCTI, 6,1 %), dan lainnya 39,6%).
Untuk program talkshow, yang paling berkualitas Kick Andy (Metro TV , 60,8%), disusul Oprah Winfrew Show (Metro TV, 10,4% ), Ceriwis (Trans TV, 4,7%), Dorce Show (Trans TV, 4,2%), Mario Teguh (Metro TV , 2,8%), dan lainnya (17,0%).
Sedangkan untuk program hiburan, yang paling berkualitas adalah Para Pencari Tuhan (SCTV, 43,4 persen), disusul OB (RCTI, 12,7%), Suami-suami Takut Istri (Trans TV, 4,7%), Aqso dan Madina (RCTI, 2,8%), Cerita SMA (RCTI, 1,4%), Jihan (Indosiar, 0,9%), Khanza (RCTI , 0,9%), dan lainnya (33,0%).
Penelitian Yayasan SET ini juga mengemukakan acara paling baik menurut sejumlah kategori, misalnya dalam hal menambah wawasan, dalam hal pengawasan, dalam hal meningkatkan empati sosial, dalam hal meningkatkan daya kritis, dalam hal memberikan model perilaku yang baik, dan dalam hal memberikan hiburan. Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional, Deddy Mizwar, menanggapi hasil penelitian itu mengakui ia tak paham rating dan metode penelitian untuk menilai program televisi. "Bagi saya, bagaimana membuat program yang bisa saya pertanggungjawabkan dunia-akhirat. Membuat yang bagus ada parameternya, tapi semua hanya asumsi-asumsi belaka," katanya.
04 Desember 2008
KPID Jabar Minta Klarifikasi Indosiar Soal Muslimah
KPID Jawa Barat meminta klarifikasi Indosiar terkait adegan kekerasan verbal maupun non verbal yang ada terdapat dalam tayangan sinetron Muslimah. Menurut Ketua KPID Jabar Dadang Rahmat Hidayat, adegan tersebut bertentangan dengan Pasal 28 poin 4 Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) KPI mengenai kekerasan.
Dalam pasal dan poin tersebut berbunyi bahwa, lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.
“Kami juga menerima banyak aduan dari masyarakat yang mengeluhkan adegan kekerasan tersebut yang terdapat dalam sinetron Muslimah. Aduan dari masyarakat tersebut merupakan kewajiban KPID untuk menampung, meneliti dan menindaklanjutinya. Makanya, kami meminta klarifikasi terkait hal itu kepada Indosiar,” jelas Dadang ketika dihubungi di Bandung.
Dalam surat klarifikasi tertanggal akhir bulan lalu, yang kemudian ditembuskan KPID ke KPI Pusat, menegaskan agar Indosiar untuk sesegera mungkin memberikan klarifikasinya kepada KPID Jabar. (KPI)
02 Desember 2008
Beberapa Pengaduan Masyarakat kepada KPI Pusat
Ini beberapa keluhan masyarakat tentang program TV yang mereka saksikan belakangan ini :
Saya merasa gerah dgn adanya sinetron yang kurang mendidik malah anak usia 5 tahun berani meniru ucapan yang tak pantas karna meniru sebuah sinetron dan begitu banyak juga anak SD yang mulai meniru adegan pacaran (M. Saini, Bali)
Tolong acara reality show seperti Termehek-mehek dan Asama manis cinta dihapuskan, karena itu merupakan rekayasa dan bukan kejadian sebenarnya. Sehingga telah terjadi penipuan terhadap pemirsa (T. Halim, Jakarta)
Banyak sekali yang tidak suka dengan sinetron2 kita sekarang,..karena saya yakin ini berakibat buruk pada pendidikan anak2,.. dari dialog2nya dan kekerasan yg ditayangkan, sgt tidak masuk akal...salah satunya sinetron \"MUSLIMAH\",... saya benci sekali dgn sinetron tersebut,.. tolong pihak kPI,.. memperhatikan sinetron2 di televisi...., semuanya tidak layak ditonton..... (Rury J., Jakarta)
saya sangat menghargai balasan dari KPI terhadap aduan saya dan saya berterima kasih atas perhatiannya tersebut. tolong agar menertibkan film2 laga yang ada di indosiar,, film tersebut dari pagi, siang, sore dan malam selalu tayang, bahkan di jam-jam anak menonton, ini meresahkan,. karena tayangan tersebut sangat berdampak buruk. karena menontonkan hal-hal maksiat berupa kyai berubah jadi naga, manusia jadi ular, raksasa, hal ini berdampak buruk bagi anak karena anak akan tertarik hal-hal yang berbau klenik. terima kasih atas perhatiannya, nama tayangan tersebut saya tidak hapal, tapi hampir semua kategori sinetron laga di indosiar semua seperti itu adanya (Redif, Jatim)
TVRI Minta Maaf Terkait Status Politik Presenter Forum Indonesia Raya
TVRI meminta maaf pada KPI Pusat atas kelalaian mereka menampilkan salah satu pembawa acara dalam program Forum Indonesia Raya yang ternyata merupakan salah satu pengurus partai politik peserta Pemilu 2009 mendatang.
TVRI juga menyatakan terima kasih kepada KPI Pusat atas teguran yang diberikan kepada mereka beberapa waktu terkait persoalan tersebut. TVRI dalam penjelasannya menyatakan perekrutan pembawa acara yang dipersoalan tersebut awalnya dilakukan pada 2006 lalu. Pada saat itu, pembawa acara tersebut masih berstatus sebagai artis sinetron yang netral. Namun dalam perkembangnya, pembawa acara tersebut ternyata telah menjadi salah satu pengurus partai politik yang sama sekali tidak diketahui TVRI.
Menurut penjelasan TVRI dalam surat tanggapan kepada KPI Pusat beberapa waktu lalu menjelaskan, pihak production house (PH) yang merupakan mitra Departemen Dalam Negeri (Depdagri) pihak yang bekerjasama dengan TVRI dalam penayangan program Forum Indonesia Raya, sama sekali tidak pernah menginformasikan perubahan status politik pembawa acara tersebut kepada mereka (TVRI).
Secara tegas TVRI menyatakan sejak hari Minggu tanggal 23 November 2008, pembawa acara program tersebut sudah tidak lagi menjadi presenter program acara Forum Indonesia Raya. TVRI juga berharap agar kejadian serupa tidak terulang kembali. (KPI)
01 Desember 2008
Masa Penghentian Empat Mata Segera Berakhir
Terhitung mulai 3 Desember 2008, program tayangan Empat Mata Trans 7 yang dihentikan untuk sementara oleh KPI pada 3 November lalu, diperbolehkan kembali siaran ke masyarakat. Hal itu tertuang dalam surat pemberitahuan KPI Pusat yang ditandatangani oleh wakil Ketua KPI Pusat Fetty Fajriati kepada Dirut Trans 7, Jumat (28/11).
Dalam surat tersebut dijelaskan KPI Pusat juga meminta beberapa ketentuan kepada Empat Mata Trans 7 untuk tidak menampilkan kekerasan secara verbal maupun non verbal. KPI Pusat juga meminta kepada Empat Mata untuk tidak menyajikan lelucon dan adegan yang mengandung unsur seks. Selain itu, ketentuan yang lain yang diminta oleh KPI Pusat kepada Empat Mata Trans 7 yakni untuk tidak melecehkan narasumber-narasumber yang terlibat dalam acara tersebut.
KPI Pusat juga berharap kepada program ini nantinya agar lebih baik sesuai dengan acuan yang ada alam P3 dan SPS KPI. Menurut informasi yang ada diberbagi media, kemungkinan program tayangan Empat Mata akan berubah nama menjadi Bukan Empat Mata dengan pembawa acara yang masih sama yakni Tukul Arwana. Rencananya, penayangan Bukan Empat Mata akan dilakukan pada malam hari ini.
30 November 2008
Media Mampu Mengubah Artis Menjadi Sosok Pengambil Kebijakan
Seorang selebritis atau artis yang wajahnya sering kita saksikan di layar kaca ternyata bisa menjadi pengubah kehidupan orang banyak. Hal itu diungkapkan oleh akademisi dan juga pengamat media, Ade Armando, dalam Dialog Publik yang bertema Celebrity VS Self Beauty di Kampus FISIP Universitas Indonesia (UI) Depok, Kamis (27/11).
Salah satu contoh artis dan bintang film terkenal tersebut adalah Ronald Reagen. Popularitas Reagen di dunia layar kaca dan lebar mampu menjadikan dirinya sebagai presiden AS dan hal serupa juga terjadi di Philipina. Di Indonesia, tren artis masuk ranah politik mulai ramai, sebut saja Dede Yusuf yang terpilih menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat. “Ini sedikit banyak karena pengaruh dari media yang membuat mereka banyak dikenal masyarakat,” ungkap mantan anggota KPI Pusat periode Ade Armando.
Hal senada juga diungkapkan oleh Elena. Menurutnya, seorang artis dapat menjadi terkenal dimata masyarakat karena didorong oleh media terutama televisi. Menurut wanita yang banyak berkecimpung didunia entertainment ini, artis atau selebritis adalah produk yang mestinya hanya untuk dinikmati dalam peranan keartisannya. Dalam kesempatan ini, Elena juga mengeluhkan penyajian program infotaimen di televisi terutama mengenai kehidupan pribadi seorang artis atau selebritis. “Padahal ada etika ketika kehidupan pribadi seorang artis atau selebritis itu diungkap,” katanya di depan para mahasiswa dan mahasiswi Fisip UI.
Menyikapi hal ini, wakil Ketua KPI Pusat Fetty Fajriati menyatakan persetujuannya. Menurutnya, program infotaimen yang ada sekarang tidak sesuai dengan aturan yang ada di KPI. “Padahal KPI sudah memberikan himbauan kepada pihak-pihak terkait untuk menjaga baik-baik wilayah privasi pribadi seseorang,” ungkapnya.Selain itu, kata Fetty, menyangkut persoalan ini KPI juga telah bekerjasama dengan Dewan Pers yang memang bertugas melakukan pengawasan terhadap etika jurnalistik dalam program tersebut. (KPI)
28 November 2008
TVRI Didorong Jadi “Penyelamat” Dunia Penyiaran
Sebagai televisi yang kini berstatus lembaga penyiaran publik (LPP), TVRI didorong mengoptimalkan operasional siarannya. Ini antara lain dengan mengubah paradigma lama SDM-nya serta melakukan lobbying kepada pemerintah agar memperoleh anggaran yang memadai supaya bisa beroperasi maksimal. “Kami mendorong dengan optimalisasi operasionalnya, dengan demikian TVRI akan bisa menjadi penyelamat di dunia penyiaran televisi yang makin tak karuan,” ujar Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Bali, Komang Suarsana, dalam program Dialog Interaktif TVRI Stasiun Bali, Minggu lalu.
Komang menyebutkan, banyak harapan disandarkan masyarakat kepada TVRI. Dengan perannya sebagai penyebar informasi, pendidik, penghibur, dan kontrol sosial, LPP ini semestinya ”menyelamatkan” masyarakat dari pengaruh buruk tayangan televisi swasta yang bersaing meningkatkan rating. ”TVRI kita harapkan kembali hadir dengan program-program yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Komang. TVRI, jelas Komang, harus tetap menjadi media pemersatu masyarakat multi agama, suku, daerah dan golongan sekaligus menjadi sarana informasi milik masyarakat. Sekaligus menyajikan informasi yang seimbang, baik dari masyarakat maupun pemerintah. TVRI harus berusaha mendidik masyarakat akar rumput untuk menghargai kemajemukan dan membimbing masyarakat agar bisa hidup dalam pluralitas agama, suku dan golongan.
”Banyak potensi tentang keseharian hidup masyarakat, informasi pembangunan pertanian, peternakan dan perikanan serta berbagai berita hiburan yang diminati masyarakat. Siaran hiburan yang tetap mengedepankan nilai-nilai etika dan moral akan menjadikan TVRI sebagai media pelestari dan penjaga tradisi dan budaya bangsa Indonesia,” ungkap Komang.
Komang juga tidak membantah, dulu pada Orde Baru, peranan TVRI sangat vital dan dominan buat pemerintah republik ini, dalam mencerdaskan bangsa. Rakyat di seluruh penjuru tanah air, hanya tahu televisi yang disebut TVRI. Sekarang ini, televisi pertama orbit di negeri ini sekarang diterlantarkan. ”Memprihatinkan memang. Padahal, peranan media massa seperti televisi, sampai detik ini sangat diperlukan masyarakat,” katanya berharap.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Dewan Pengawas TVRI, Hazairin Sitepu, tak membantah pandangan tentang kondisi TVRI saat ini. Namun, menurutnya, berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Sejumlah program menyusul perubahan status dari PT (Persero) menjadi LPP juga telah dibuat agar sesuai dengan visi-misi lembaga.”Berbagai masukan dan harapan yang diberikan kepada TVRI menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Mudah-mudahan pemerintah memberi dukungan agar kami bisa memenuhi tuntutan masyarakat,” ujar Sitepu. (KPID Bali)
27 November 2008
Masyarakat Lombok Ogah Tonton Siaran “Elo-Gue”
Masyarakat di Lombok ternyata kurang nyaman dengan suguhan siaran televisi yang tidak mempunyai unsur lokal. Mereka berharap siaran dengan gaya bahasa “Elo-Gue” tidak terlalu banyak mendominasi. KPID NTB diminta oleh masyarakat untuk mengawal perwujudan siaran TV yang banyak mempunyai unsur lokal.
Demikian disampaikan oleh Maryati SH MH anggota KPID NTB mengutip kesimpulan dalam “Diskusi P3-SPS” yang digelar KPID NTB beberapa waktu yang lalu. Diskusi yang dihadiri oleh tokoh masyarakat, LSM dan organisasi perempuan ini banyak membahas mengenai pentingnya muatan lokal dalam siaran TV dan radio.
Semestinya masyarakat berharap, kehadiran televisi lokal menjadi salah satu alternatif bagi komunitas lokal untuk memenuhi kebutuhan informasi dan hiburan. Keberadaan televisi lokal menjadi sangat berharga baik bagi pemerintah daerah maupun bagi masyarakat. “Namun yang terjadi tidak demikian, kadang TV Lokal malah meniru-niru gaya Jakarta,” sesalnya. Padahal seharusnya televisi lokal mengambil segmen lokal untuk memenangipersaingan dengan televisi nasional. Sebab, selama ini terjadi eksploitasi terhadap sumber siaran lokal, dengan tujuan memberikan warna alternatif dari tayangan televisi nasional.
KPID menyadari bahwa tidak mudah untuk menggali sumber-sumber siaran lokal, apalagi menyajikannya sebagai satu tayangan. Meskipun segmen lokal di televisi sangat sempit, tidak menutup kemungkinan dijadikan modal untuk memenangkan persaingan bisnis. “Kalau mereka bisa berkreasi tentunya tayangan lokal cukup menarik disajikan” imbuhnya.
Orang Ketiga Trans TV dan Film Prancis SCTV Dapat Surat dari KPI
Film lepas ”36, Quai Des Orfevres” yang tayang di SCTV pada 23 November 2008 pukul 01:00 mendapat surat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Setelah dianalisa, Film ini ditengarai menampilkan adegan dan percakapan yang mengesankan hubungan seks secara eksplisit dan vulgar. Akibatnya KPI menuding film ini telah melanggar pasal 18 dan 19 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.
Nampaknya SCTV belum bosan menerima surat teguran dari KPI. Pasalnya, surat ini adalah teguran kedua bagi SCTV hanya dalam bulan November ini. Sebelumnya, pada 14 November lalu, KPI Pusat menegur SCTV karena menayangkan program film ”Extra Large” yang juga menampilkan adegan dan percakapan yang mengesankan hubungan seks secara eksplisit dan vulgar. Sehingga dalam suratnya, KPI Pusat menegaskan bahwa teguran ini merupakan yang terakhir untuk kasus yang sama. Selanjutnya KPI Pusat mengancam jika SCTV tidak mematuhi keputusan ini, maka KPI akan memproses sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selain ke SCTV, KPI Pusat juga mengrimkan surat himbauan ke Trans TV untuk program "Orang Ketiga". Dalam surat himbauan ini, KPI Pusat meminta Trans TV melakukan perbaikan pada episode-episode selanjutnya serta memberikan klasifikasi acara untuk program tersebut. Sebagai informasi, KPI telah menerima banyak aduan dan masukan dari masyarakat terhadap adanya adegan dan percakapan yang mengesankan hubungan seks secara eksplisit dan vulgar pada program ini.Surat KPI pusat yang dikirim ke SCTV dan Trans TV kemarin (25/11) ini ditandatangani Plt Ketua KPI Pusat, S. ecip, karena Ketua KPI Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja masih berada di tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. (KPI)
26 November 2008
Dewan Pers Masih Dalami Tayangan TV Bermasalah
Dewan Pers hingga saat ini masih terus mencoba mendalami tayangan televisi berbentuk reality show yang dinyatakan bermasalah karena dinilai melanggar batas privasi. "Saat ini kita sedang mencoba mendalami siaran reality show karena sudah masuk ke ranah privasi," kata Wakil Ketua Pokja Pengaduan Dewan Pers, Bekti Nugroho di Banda Aceh, Selasa.
Hal itu disampaikannya dalam lokakarya dengan tema "bersama kita lawan kriminalisasi dan kekerasan terhadap jurnalis" yang dirangkai dengan Musda dan pelantikan pengurus IJTI Aceh. Menurut dia, Dewan Pers belum memutuskan tindakan yang akan diambil terkait tayangan-tayangan yang kini marak disiarkan ditelevisi. Selama Januari-Oktober 2008, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat telah menerima 38 pengaduan dan keberatan masyarakat atas tayangan reality show. Tayangan reality show tersebut berpotensi melanggar masalah privasi, kekerasan dan ucapan kotor.
Sejumlah reality show yang dinilai sudah masuk keranah privasi di antaranya seperti Playboy Kabel, Backstreet (SCTV), Termehek-mehek (Trans TV), Face to Face, Cinta Patut Diuji (antv), Mata-mata (RCTI), dan tayangan sejenis lainnya. Namun, di antara tayangan tersebut KPI baru menemukan satu reality show, yaitu Face to Face (antv), yang melanggar UU Penyiaran dan Standar Program Siaran (SPS) terkait ucapan kotor dan KPI menegur pihak televisi pada 11 November lalu. Menurut KPI Pusat, tayangan tersebut telah melanggar Pasal 13 ayat 1 dan 2 di P3 dan SPS yang bunyinya lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan.
Pasal 13 ayat 2 berbunyi, kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik yang diungkapkan secara verbal maupun verbal. Reality show tersebut dinilai membeberkan masalah pribadi orang lain secara detil berupa percintaan, perselingkuhan, konflik, dan tingkah negatif seseorang lalu dijadikan tontonan."Tapi yang menjadi dilema tayangan-tayangan itu banyak diminati pemirsa," demikian Bekti. (Antara)
25 November 2008
RCTI Kena Teguran Terakhir KPI Pusat
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberikan peringatan yang terakhir pada RCTI terkait pelanggaran yang dilakukan tayangan program sinetron ”Agsa dan Madina” pada 17 November 2008 pukul 18.00 wib.
Didalam sinetron tersebut terdapat adegan yang menampilkan secara detail dan rinci penyiksaan dengan menggunakan alat setrum. Peringatan itu terungkap dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani oleh Plt. Ketua KPI Pusat S. Sinansari ecip kepada Dirut RCTI, Senin (24/11).
Dalam surat tersebut juga dijelaskan bahwa teguran ini didasarkan oleh aduan masyarakat serta pemantauan oleh KPI Pusat. Menurut KPI Pusat, tayangan penyiksaan dengan alat setrum yang terdapat dalam sinetron ”Agsa dan Madina” dinilai telah melanggar UU No.32 tahun 2002 Tentang Penyiaran Pasal 36 (5) yang berbunyi bahwa Isi siaran dilarang menonjolkan kekerasan. Selain itu, adegan tersebut juga melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) pasal 30 (a) yakni adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit, berlebihan dan vulgar. Adegan tersebut juga melanggar P3 dan SPS pada Pasal 62 yang menyatakan bahwa lembaga penyiaran televisi wajib menyertakan informasi tentang penggolongan program siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap acara yang disiarkan.
Dalam surat tersebut juga dikemukakan bahwa KPI Pusat pernah menegur RCTI pada 9 Mei 2008 karena menayangkan program sinetron ”Jelita” yang mengandung unsur kekerasan verbal dan non verbal. Disurat tersebut KPI Pusat juga menegaskan jika RCTI tidak mematuhi keputusan tersebut, maka KPI akan memproses sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (KPI)
24 November 2008
Tayangan Kartun Bahayakan Perkembangan Anak
Tayangan film kartun yang disiarkan stasiun televisi swasta di Indonesia, harus diwaspadai karena dapat membahayakan perkembangan mental dan interaksi sosial anak. "Kartun produk luar negeri yang ditayangkan itu lebih banyak menampilkan kekerasan, bahasa yang kasar dan lebih bersifat merendahkan orang lain, misalnya kartun Spongebob, Tom & Jerry dan Shinchan," kata Ketua KPID Sulsel Aswar Hasan, di Makassar, pekan lalu.
Ia mengatakan, pengaruh dari menonton televisi itu, menyebabkan banyak anak-anak tidak tahu lagi sopan-santun terhadap orang tua. Lebih jauh dijelaskan, berdasarkan hasil survei KPI diketahui, 70 persen tayangan televisi swasta lebih banyak menampilkan unsur hiburan daripada unsur pendidikan. Padahal fungsi dan peran media massa setidaknya harus menyeimbangkan fungsi hiburan, pendidikan, informasi, dan kontrol sosial.
Hal senada dikemukakan aktivis LBH-APik Sulsel, Lusi Palulungan, yang memfokuskan diri pada upaya perlindungan anak dan perempuan. Menurutnya, saat ini para orang tua harus mewaspadai film-film kartun asal Jepang yang materinya lebih banyak memaparkan kekerasan fisik, kekuatan mistik atau gaib, serta menggambarkan nilai moral yang tidak masuk akal.
Lebih jauh dijelaskan, secara umum tayangan televisi tanpa disadari dapat mempengaruhi perkembangan mental, kecerdasan dan kemampuan berpikir anak. Hal itu disebabkan karena adanya rangsangan imajinasi melalui stimulus bunyi dan gambar secara terus-menerus. "Kondisi itu menyebabkan kemampuan konsentrasi anak menjadi pendek," katanya.
Selain itu, dampak negatif tayangan TV juga menyebabkan berkurangnya aktivitas dan sosialisasi anak, karena anak cenderung hanya duduk pasif menonton televisi daripada bermain dengan sesamanya. Akibatnya, keterampilan emosi dan sosial anak tidak terasah dengan baik.
Karena itu, baik Aswar maupun Lusi mengimbau agar orang tua selalu mendampingi anak-anaknya dalam menonton tayangan yang dinilai membahayakan perkembangan anak. Di sisi lain, orang tua juga harus bersikap tegas memberikan batasan waktu menonton, paling lama dua jam sehari. (KPI)
22 November 2008
Beberapa Pengaduan Masyarakat di Situsnya KPI Pusat
Ini beberapa pengaduan masyarakat dari situsnya KPI Pusat yang harus diperhatikan :
SINETON YANG TIDAK MENDIDIK dari ANDY MAULANA, Jambi
tolong kepada pemerintah banyak tayangan tv yang tidak mendidik hanya melihatkan kekayaan,bentuk tubuh dan gaya kebarat baratan saja contoh seperti SCTV hampir setiap hari acaranya dipenhuni sinetron dan realety yang btidak mendidik malah membodohbodohi
Tayangan TPI dari Zaenuri, Jawa Tengah
Bagaimana pendapat KPI dengan tayangan TPI menjelang pagi yang dipandu seorang wanita dengan suara mendesah 2 yang rasa2nya tidak pas sama situasinya.wassalam
Pengaduan Stasiun TV dari Dimas Rangga, Jawa Tengah
Siaran sinetron yg ditayangkan salah satu stasiun TV Indosiar sangat mengganggu sekali,terutama yg diproduksi oleh PT. Gentabuana karena sinetron yg ada hanya menampilkan adegan kekerasan,tangisan dan hal mistis saja..mohon KPI dapat bertindak tegas terhadap sinetron di Indonesia seperti halnya TPI yg dlm menayangkan sinetron memberikan judul yg sangat membuat saya ngeri..Mohon untuk KPI dapat bertindak jg..Terima kasih
20 November 2008
TV Edukasi Kolaborasi Dengan 120 TV Lokal
Televisi (TV) Edukasi yang dibuat Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bekerjasama dengan empat perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia dalam program penerapan Teknologi Informasi (IT) kini telah berkolaborasi dengan 120 TV lokal. Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan, Depdiknas Ir.Lilik Gani HA, MSc, Phd, mengatakan, program TV Edukasi sebenarnya sudah dimulai sejak 2004 lalu, namun hingga saat ini belum banyak diketahui orang karena kurangnya sosialisasi. "Mulai `e-learning`, `e-book`, hingga TV edukasi sudah dilakukan," katanya pada saat "roadshow" Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Detiknas) di gedung Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Kamis.
Menurut dia, TV Edukasi ini sudah berkolaborasi dengan 120 TV lokal di Indonesia. "Bisa diakses siapa saja asalkan memiliki parabola," ujarnya. Sebagai stimulan, kata dia, Depdiknas akan memberikan 80.275 pesawat TV kepada sekolah negeri dan swasta di seluruh Indonesia. "Satu sekolah dapat dua TV, harapannya kekurangannya mereka membeli TV sendiri," katanya.TV Edukasi ini dapat diakses melalui frekuensi 3807 Mhz satelit Telkom I dan melakukan siaran empat jam sehari, mulai pukul 14.00-1600 WIB dan 18.00-20.00 WIB. Empat PTN yang dimaksud meliputi Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), dan Intitut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. (Antara)
19 November 2008
TVRI Pun Tak Luput Dari Teguran KPI Lho!
KPI Pusat memberikan peringatan terakhir kepada TVRI terkait penayangan program acara Forum Indonesia Raya pada 16 November 2008. Acara tersebut menampilkan pembaca acara Raslina Rasyidin yang menurut catatan KPI merupakan Wakil Sekretariat Jendral (Wasekjen) salah satu partai politik peserta Pemilu 2009.
Hal itu terungkap dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani oleh Plt Ketua KPI Pusat, S. Sinansari Ecip, kepada Dirut TVRI, hari ini (18/11). Dalam surat tersebut dijelaskan, keterlibatan salah satu pengurus teras sebuah partai politik dalam membawakan suatu program acara dinilai KPI Pusat tidak netral dan melanggar ketetuan yang ada di dalam UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
KPI Pusat juga mengingatkan TVRI bahwa peringatan yang sama pernah dilayangkan oleh KPI Pusat pada 14 Juli 2006. Pada waktu itu, TVRI menayangkan program Mimbar Demokrasi dengan pembawa acara Anas Urbaningrum yang pada saat itu menjabat sebagai salah satu pengurus partai politik.Pada akhir surat ditegaskan, KPI Pusat akan memproses sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku jika TVRI tidak mematuhi keputusan atau teguran tersebut. (KPI)
17 November 2008
ANTV Janji Perbaiki Face to Face
Antv menyatakan menyesal atas pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI yang terjadi pada tayangan reality show "Face to Face" pada 8 November lalu. Antv berjanji akan melakukan perbaikan secara serius terhadap tayangan mereka agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Hal itu diungkapkan antv dalam surat jawaban mereka atas surat teguran KPI terhadap tayangan tersebut, pekan ini. Keseriusan antv untuk memperbaiki tayangan acara tersebut ditandai juga dengan kedatangan perwakilan mereka, Zoraya Perucha dan Dudi Hendrakusum ke KPI Pusat, hari ini (17/11).
Kedua perwakilan antv diterima oleh anggota KPI Pusat, Yazirwan Uyun, Don Bosco Selamun dan Muhammad Izzul Muslim. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan antv mengungkapkan bahwa mereka telah melakukan teguran keras pada production house (PH) yang memproduksi acara Face to Face. Antv juga meminta kepada PH tersebut untuk mematuhi semua aturan yang tercantum dalam P3 dan SPS KPI.
Antv juga mengakui pelanggaran tersebut disebabkan adanya kekurangan pada quality control internal dalam sistem sensorship. Antv juga menyatakan sudah memperketat dan memperbaiki system quality control internal.
Mengenai hal ini, anggota KPI Pusat, Yazirwan Uyun, Don Bosco Selamun dan M. Izzul Muslimin mengungkapkan apresiasinya dan menyampaikan terima kasih atas itikad baik dari antv untuk memperbaiki tayangannya. Dalam pertemuan tersebut, Uyun menegaskan bahwa KPI berupaya tidak sewenang-wenang terhadap industri penyiaran khususnya televisi. Meskipun sebenarnya ada kewenangan KPI untuk mempidanakan suatu stasiun televisi yang melanggar.
”Kami juga tidak ingin mematikan dan menghalangi-halangi kreatifitas dari pelaku-pelaku penyiaran. Kami berharap jangan terlalu takut,” katanya.Uyun juga menjelaskan bahwa KPI dalam memberikan teguran selalu didahuli dengan melakukan pengamatan dan analisa yang mendalam. ”Kami selalu melakukan pengamatan dan analisa mendalam terhadap sebuah tayangan yang dianggap melanggar. Setelah itu, baru kami melakukan teguran,” jelasnya. (KPI)
Junkteve, Dampak Buruk Televisi
Pernahkah kita menghitung berapa orang mati dan ''mati'' setiap hari di layar televisi kita? Bisakah kita menghitung berapa banyak peluru dimuntahkan seharian di layar TV kita? Berapa banyak pula korban berdarah-darah yang kucuran darahnya dihidangkan bersamaan saat kita makan siang?
Mungkin kita tidak sempat menghitung atau terlalu ''kurang kerjaan''. Atau kalaupun sempat, mungkin kita tidak bisa menghitungnya karena saking besarnya angka yang akan kita dapat.
Tapi, pernahkah kita berpikir bahwa apa yang disajikan dalam televisi kita itu -yang dikemas dalam bentuk hiburan- benar-benar menghibur? Pernahkah kita berpikir bahwa tayangan yang sering diberi ''tugas'' memberi pendidikan tersebut berdampak tidak mendidik?
Tulisan ini hanya memberikan ilustrasi betapa televisi bisa menjadi sumber malapetaka luar biasa bila kita abaikan. Efeknya bisa dahsyat karena televisi berada sangat dekat dengan kita. Apalagi, tidak ada film kekerasan yang menyebutkan bahwa di dalamnya terkandung ajaran kekerasan. Mereka membungkusnya dengan aksi laga, mega-action, dan seterusnya.
Ajarkan Kekerasan
Survei membuktikan, tayangan TV kita sarat kekerasan. Mulai pagi, siang, malam, hingga pagi lagi, kekerasan itu berderet-deret seperti barisan prajurit TNI apel pagi. Ada hasil riset yang menyebutkan, 9 di antara 10 acara TV mengandung kekerasan!
Survei yang lain menunjukkan bahwa menonton tayangan kekerasan akan meningkatkan perilaku agresif dan prokekerasan. Bukan satu atau dua survei, tapi ribuan riset menyimpulkan: menonton tayangan kekerasan meningkatkan perilaku agresif!
Penahapan dalam ''belajar kekerasan'' itu bisa dijabarkan sebagai berikut. Pertama, berlangsung tahap belajar metode agresi (observational learning). Setelah terbiasa pada hal itu, kemampuan mengendalikan dirinya berkurang (disinhibition) dan akhirnya tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban agresi (desensitization, penumpulan perasaan).
Kekerasan pun menjadi hal yang dianggap biasa karena berlangsung rutin. Menurut guru besar komunikasi Stephen Kline, hanya diperlukan waktu sejam untuk merasakan efek desensitization, penumpulan perasaan.
Sebuah survei menunjukkan, 800 anak usia 8 tahun -yang banyak nonton kekerasan di TV- cenderung lebih agresif ketika mencapai usia 19-30 tahun serta membuat masalah lebih besar -seperti kekerasan dalam rumah tangga atau pelanggaran lalu lintas.
Meski seseorang tidak agresif pada usia 8 tahun, jika menonton kekerasan di TV dalam jumlah cukup banyak, dia akan menjadi lebih agresif pada usia 19 tahun dibanding yang tidak menonton.
Pengaruh kekerasan tersebut bisa mengenai remaja dan anak-anak dari segala usia, kedua jenis kelamin (laki atau perempuan), serta semua tingkat sosioekonomis (miskin atau kaya) dan inteligensia (IQ tinggi, jongkok, atau merayap). Juga, tidak terbatas pada anak yang sudah agresif serta tidak mengenal asal negara.
Lihat saja berbagai berita kriminal -curat (pencurian dengan kekerasan), pembunuhan, pemerkosaan, mutilasi, dan lain-lain. Semakin banyak saja pelakunya adalah ''orang-orang yang sebelumnya dikenal alim''.
Lalu, dengar saja ''pembelaannya'' yang menyatakan bahwa ia melakukan itu hanya meniru atau mempraktikkan apa yang mereka lihat di tayangan TV, video compact disc atau internet.
Apa Dampaknya?
John Naisbitt bersama koleganya -Nana Naisbitt dan Douglas Phillips- menyebutkan, kita saat ini berada dalam Zona Mabuk Teknologi. Dia mengungkapkan itu dalam buku High Tech High Touch yang diindonesiakan dengan judul Pencarian Makna di Tengah Perkembangan Pesat Teknologi.
Naisbitt menyebutkan, dalam situasi mabuk teknologi itulah terjadi kebingungan sikap dalam menghadapi media. Memang, media tidak hanya berdampak negatif. Toh, media bisa disebut sebegai jendela dunia, obor penerang, dan sebagainya. Tapi, di sisi lain ada efek dari isi media. Tidak hanya kekerasan, tapi juga seks, mistis, mimpi-mimpi, dan sebagainya.
Nah, efek kekerasan yang berakibat terhadap penurunan perasaan yang disebut itu akan berdampak sosial. Selain akan menyulitkan kita untuk mengenali bahaya yang sesungguhnya dalam kehidupan nyata, ia juga bisa membahayakan jiwa.
Kita akan kebal terhadap kesakitan yang dirasakan orang lain. Kita tidak peduli akan penderitaan orang lain. Rasa empati tumpul. Kita akan mengidap istilah Sissela Bok sebagai compassion fatigue (keletihan yang tidak sanggup lagi merasa terharu ataupun berbelas kasihan).
Lalu, Apa?
Melawan media. Itulah kunci gerakan yang bisa dibangun. Bukan melawan dengan kekerasan seperti dengan cara menduduki kantornya, membakar gedungnya, atau menganiaya awak medianya. Melawan media harus dilakukan dengan tindakan cerdas. Kita jelas tidak mungkin mengharapkan media (televisi) berbuat sebagaimana yang kita inginkan. Kita tidak mungkin memaksa media menyediakan tayangan seperti yang kita harapkan saja.
Karena tidak mungkin memaksa media menuruti kita, kita sendiri yang harus menentukan sikap. Kita ibaratkan saja TV sebagai makanan, tapi makanan dengan dampak yang merugikan kita. Jika ada junkfood, kita sebut saja junkteve yang sebaiknya tidak kita konsumsi karena buruk bagi kesehatan.
Mulai sekarang ini juga. Jangan ditunda.***
* Dyah A.M., alumnus FPBS IKIP Semarang, aktivis CermaT (Cerdas Memahami TV) Jogja
16 November 2008
Sebagian Acara Reality Show di TV Memang Kelewat Batas
Bagaimana sikap Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI atas tayangan reality show yang menabrak privasi? ”Sebagian terkadang out of control,” kata Yazirwan Uyun, Kepala Bidang Penyiaran KPI Pusat, Kamis (13/11). Menurut dia, ada beberapa hal yang berpotensi dilanggar reality show, yakni masalah privasi, kekerasan, dan ucapan kotor. Mengapa? Karena jalan ceritanya penuh dengan konflik.
Selama Januari-Oktober 2008, KPI Pusat telah menerima 38 pengaduan dan keberatan masyarakat atas tayangan reality show. Namun, KPI baru menemukan satu reality show, yakni Face to Face (antv), yang melanggar UU Penyiaran dan Standar Program Siaran (SPS).
Pelanggaran itu tidak menyangkut privasi, melainkan ucapan kotor. Atas pelanggaran itu, KPI menegur antv pada 11 November lalu. Sejauh ini KPI belum menemukan pelanggaran terkait masalah privasi. ”Menurut kami, sejauh para pemain yang terlibat setuju masalah pribadinya diungkap di televisi, maka tidak ada pelanggaran privasi,” katanya.
Yazirwan mengatakan, di Amerika Serikat, Federal Communication Commission (FCC)—lembaga yang fungsinya sama dengan KPI—mengatur acara reality show. Aturan tersebut melarang eksploitasi anak, pengucapan kata-kata kotor, dan pornografi. Selain itu, FCC juga bisa menghukum pembuat reality show jika ternyata acara itu penuh rekayasa dan dibuat-buat.
Di Indonesia, tidak ada aturan yang secara khusus mengatur reality show. Jenis acara itu, seperti tayangan lain, tunduk pada UU Penyiaran dan SPS. Kedua aturan itu, antara lain, mengatur pelanggaran atas hak pribadi, kekerasan, makian, penggunaan dan kamera tersembunyi. Akan tetapi, lanjut Yazirwan, tidak semua pasal dalam SPS bersifat operasional. ”Ada beberapa pasal yang multitafsir. Itulah yang harus diubah,” ungkap Yazirwan.
Pengamat media massa, Ashadi Siregar, berpendapat, pengawasan atas tayangan televisi tidak bisa diserahkan seluruhnya kepada KPI. Kaum profesional penyiaran semestinya mengembangkan sendiri kesadaran etik mereka. (Kompas Minggu)
Pemirsa: Maaf, Ini Ruang Pribadi Kami
Harian Kompas Minggu : Siapa yang belum pernah menonton infotainmen, disengaja atau tidak? Tayangan itu menunjukkan betapa batas antara ruang privat dan ruang publik hanyalah sebuah garis yang sangat tipis. Program infotainmen bisa dibilang reality show yang sesungguhnya—kisah nyata yang dikemas menjadi satu tontonan. Ada proses editing, namun tanpa rekayasa. Kisah tentang perceraian, perselisihan keluarga, perselingkuhan, poligami, hingga dukacita menjadi drama ”mengasyikkan”.
Konflik artis Kiki Fatmala dengan ibunya, Farida, hanya satu contoh. Perseteruan keduanya sudah diliput infotainmen sejak empat tahun lalu. Bagaimana Farida berteriak sambil mengacung- acungkan tangan, mengucap kata-kata kasar, sedangkan Kiki berurai air mata. Semua itu terekam kamera, bukan adegan dalam sinetron. Kiki merasa sangat tegang kala itu. ”Mood jadi gak bagus dan itu terbawa ke dalam rumah tangga. Keadaan itu memicu perceraianku dengan suami,” tutur Kiki. Karena cerita sudah telanjur bergulir, ia hanya berharap bisa rujuk dengan ibunya. Namun, yang terjadi, ”Semakin banyak cerita, keadaan makin tidak karu- karuan. Aku merasa dipojokkan karena yang ditayangkan yang buruk-buruk saja.” Kiki menahan diri untuk tidak bicara dan membela diri. ”Tapi para pekerja infotainmen selalu mencari kesalahanku. Bayangkan, rumahku ditungguin sampai pukul 03.00,” paparnya.
Saking tegangnya, tiap hari Kiki menjerit dan menjedot-jedot kepalanya sendiri. ”Mataku sempat buram gak bisa melihat karena saraf mata tegang,” ujarnya.
Penyanyi dan presenter Dewi Sandra juga pernah ”dikejar-kejar” pemburu berita. Mulai dari waktu ia menikah ”diam-diam” dengan Surya Saputra, lantas bercerai, dan menikah lagi ”diam-diam” dengan Glenn Fredly. Oya, menikah ”diam-diam” di sini maksudnya menikah tanpa mengundang wartawan untuk meliput acara itu. Pernikahan Dewi dengan Glenn di Bali juga menjadi berita menarik yang tampaknya sayang dilewatkan. Meski tidak bisa masuk ke ruang pernikahan, reporter infotainmen berhasil mendapatkan informasi dari para tamu undangan. ”Mungkin hidupku ini memang penuh drama, jadi banyak yang doyan,” kata Dewi seraya tertawa.
Penyanyi dan promotor pertunjukan musik Melanie Subono pun pernah merasa sangat terganggu saat perseteruan dengan ayahnya, Adrie Subono, direkam kamera infotainmen. Juga ketika ia berkonflik dengan suami pertamanya, Radja, dan lantas bercerai. ”Reporter dan pekerja infotainmen nongkrong di depan rumah gua sampai pagi,” ujarnya. Melanie punya taktik jitu. Ia ”menghilang” dua tahun untuk menyepi. Ia sama sekali tidak menghubungi keluarganya, dan ternyata hal itu justru langkah penyembuhan buat ia dan keluarga. Bahkan, ia lantas menemukan jodoh yang sekarang menjadi suaminya, I Gusti Ngurah Agus Wijaya.
Ini ruang privat
Dewi dengan tegas membedakan batas antara ruang privat dan publik. Keluarga, pernikahan, perceraian, dan agama adalah sesuatu yang privat. Makanya, ia enggan pernikahan yang ia nilai sakral sampai tersebar, bahkan menjadi tontonan. Begitu pula dengan perceraian, jika tersebar luas, rasanya seperti mempertontonkan persoalan pribadi di muka umum. ”Bahkan ketika ibuku meninggal dua bulan lalu, aku tak mau jenazahnya sampai direkam kamera. Aku juga tidak mau diwawancarai. Aku bilang, please… kami sedang berduka. Kalau aku yang nanti mati, boleh di-shooting,” papar Dewi. Maka itu, kalau ditanya sesuatu yang personal, Dewi akan menjawab sesingkat mungkin. Kalau ditanya bagaimana hubungan dengan Glenn, ia akan menjawab baik. Soal anak juga hal privat buat Dewi. Jangankan ditanya wartawan, ditanya tetangga atau kerabat dekat saja rasanya risi. Meski hanya pertanyaan standar, ”Kapan punya momongan? Kok belum juga punya anak?”
Buat presenter Tamara Geraldine, masalah keluarga dan rumah tangganya juga sangat privat. Batasannya sangat jelas. Ada banyak hal dalam kehidupannya yang tidak ingin ia bagi dengan orang lain. ”Jangankan ke infotainmen, ke suami saja kadang aku tak mau bagi,” terangnya.
Sama dengan para artis itu, orang biasa yang tidak terkenal pun enggan wilayah pribadinya diungkap. Rangga (25), misalnya. Meski ia pernah dua kali ikut acara reality show, namun semua itu direkayasa. Shooting biasanya dikerjakan dua hari, dan sehari ia dibayar Rp 300.000.
Wilayah abu-abu
Buat pekerja infotainmen, mereka telah melakukan sesuatu yang tepat, yakni memberi informasi kepada masyarakat. Wilayah hitam dan putih bagi artis pada akhirnya bisa menjadi ”abu-abu” karena si artis sendiri yang menjadikannya ”abu-abu”, begitu kata produser acara Kabar-kabari dan Kasak-kusuk, Aroz Hadi. Aroz menjelaskan, sejumlah artis justru menggelar jumpa pers soal perceraiannya. Dari sana lalu muncul pendapat umum bahwa perceraian bukan hal tabu untuk diungkap. ”Tapi kalau artis tegas- tegas tidak mau bicara, kami juga bisa apa,” ujarnya.
Kiki, Tamara, Dewi, maupun Melanie berpendapat sama. Mereka lebih menghargai peliputan tentang prestasi, kerja, dan karya dibandingkan gosip rumah tangga. Namun ya bagaimana lagi. Berita soal konflik rumah tangga selalu meraih rating tinggi. ”Masyarakat lebih antusias melihat sesuatu yang personal, misalnya merek sepatu KD dibanding KD meluncurkan album apa,” jelas Aroz.
Soalnya, bagi pebisnis media tampaknya memang itu: rating, bisnis, bisnis...
Masih Adakah Ruang Privat di Televisi?
Masih adakah ruang privat di era ketika televisi bisa seenaknya membeberkan kisah cinta, keretakan rumah tangga, hingga perceraian siapa saja? Anda mungkin masih ingat konflik Kiki Fatmala dan ibunya, Farida, yang dibeberkan hampir semua infotainmen tahun 2006. Saat itu, jutaan pemirsa TV bisa menyaksikan bagaimana Farida dengan geram mengutuki Kiki. Kiki hanyalah salah seorang dari banyak pesohor yang ruang pribadinya habis dikoyak-koyak infotainmen dan media gosip. Perselisihan dengan ibunya, masa lalunya, dan proses perceraian dengan suaminya diulas sampai tandas. Ketika penonton mulai jenuh dengan berita kawin-cerai dan konflik selebriti, televisi pun melirik urusan pribadi masyarakat umum. Maka, muncullah acara- acara reality show, seperti Playboy Kabel, Backstreet (SCTV), Termehek-mehek (Trans TV), Face to Face, Cinta Patut Diuji (antv), Mata-mata (RCTI), dan seabrek acara sejenis.
Seperti infotainmen, reality show semacam ini kerap membeberkan masalah pribadi orang lain dengan amat detail. Percintaan, perselingkuhan, konflik, dan tingkah negatif seseorang diintip, kemudian dijadikan tontonan layaknya sinetron, lengkap dengan tangisan, gamparan, dan makian. Secara umum, acara-acara semacam itu melayani siapa saja yang ingin mengadukan masalah pribadinya. Karena itu, ada istilah pelapor atau klien buat mereka yang mengadu. Ada pula istilah target buat mereka yang diadukan.
Tengoklah Termehek-mehek episode 9 Agustus 2008. Seorang perempuan yang dihamili dan ditinggal begitu saja oleh pacarnya mengadu ke kru Termehek-mehek. Kru langsung menindaklanjuti pengaduan itu dengan mencarikan pacar si perempuan (target). Singkat cerita, kru berhasil menemukan target di rumah orangtuanya. Di depan orangtua target, si perempuan meminta pertanggungjawaban sambil mengiba-iba. Orangtua target tampak begitu kaget, marah, dan malu bukan main. Apalagi semua masalah itu diabadikan kamera. Dia pun menampar wajah anaknya dan meminta kru mematikan kamera.
Pada salah satu episode Playboy Kabel, seorang perempuan (pelapor) meminta kru menguji kesetiaan pacarnya (target). Kru pun mengirim seorang perempuan lain untuk menggoda target. Semua aktivitas dan obrolan penggoda dan target direkam kamera tersembunyi dan bisa dilihat serta didengar langsung pelapor. ”Elu udah punya pacar?” kata perempuan penggoda. ”Belum,” jawab si target. Maka, murkalah si pelapor mendengar jawaban target yang tak lain adalah pacarnya. Dia pun keluar dari persembunyian dan mendatangi pacarnya. Plak... plak... plak. Dia menampar pacarnya dan saat itu minta putus.
Pimpinan PT Triwarsana Helmy Yahya yang memproduksi sebagian besar reality show semacam itu mengklaim, kisah yang diangkat benar-benar nyata. Meski begitu, dia akui ada unsur rekayasa pada plot cerita. ”Kami memilih adegan-adegan yang bisa menguras emosi pemirsa,” katanya, Selasa (11/11).
Kepala Departemen Marketing PR Trans TV Hadiansyah Lubis juga mengklaim kisah Termehek-mehek adalah nyata. Bahkan, acara itu dimainkan langsung si pemilik kisah. Menurut dia, sekarang ini tidak sulit untuk menemukan orang yang bersedia membeberkan masalah pribadinya, asalkan bisa masuk televisi. Dalam satu minggu, katanya, pihaknya menerima 25-50 surat elektronik dari orang-orang yang ingin kisah pribadinya diangkat Termehek-mehek.
Namun, cerita Rangga (25) agak berbeda. Pegawai swasta ini mengaku pernah main dalam dua reality show cinta-cintaan yang berbeda. ”Kisah yang gue mainin bukan masalah pribadi gue. Itu ada skenarionya. Malu dong kalau masalah pribadi gue dibeberkan ke jutaan pemirsa,” katanya.
Jika ukurannya rating, reality show yang mengulas masalah pribadi tergolong digemari penonton. Menurut Hadiansyah, Termehek-mehek ratingnya rata-rata 7 atau ditonton sekitar 3,5 juta orang setiap episode. ”Rating acara ini mengalahkan semua acara hiburan di seluruh televisi nasional saat ini,” katanya, Rabu (12/11). Budi Darmawan, Manager PR SCTV, menambahkan, reality show cinta-cintaan di stasiunnya juga memperoleh sambutan yang baik dari penonton. Karena itu, SCTV memasang sekaligus beberapa reality show cinta dalam sepekan.
Soal etika
Mengapa acara seperti itu digemari? Abdul (32), warga Cileduk, mengatakan, dia sering merasa terhanyut dengan kisah yang diangkat reality show. ”Istri saya kadang ikut menangis kalau melihat kisah orang dikhianati cintanya,” kata Abdul yang biasa menonton reality show berdua istrinya. Namun, sebagian penonton mengaku muak dengan acara-acara semacam itu. ”Acara televisi kok isinya ribuuut melulu,” kata Waluyo (27), warga Kemanggisan.
Harry (32), warga Cakung, menilai, reality show kurang etis karena membeberkan rahasia kehidupan orang lain di televisi. ”Itu sebabnya saya malas nonton acara semacam itu,” ujarnya.
Reality show yang mengulas masalah pribadi memang menimbulkan pro-kontra. Namun, bagi pembuat reality show, etis tidaknya membeberkan masalah pribadi ke ruang publik ternyata sekadar perkara teknis. Menurut Helmy, sepanjang yang bersangkutan bersedia mengungkap kisah pribadinya di televisi, berarti tidak ada masalah. ”Yang penting tidak merugikan orang lain.” Hadiansyah menambahkan, pihaknya selalu memperlihatkan hasil shooting sebelum ditayangkan. Jika yang bersangkutan keberatan, tayangan akan dibatalkan. Apa pun penilaian orang, Helmy mengatakan, dia akan tetap memproduksi acara-acara semacam itu. ”Saya sudah kebal dikomentari, diprotes. Saya memilih menulikan kuping,” ujarnya. Helmy mengingatkan bahwa reality show semacam itu ada karena masyarakat memiliki kegemaran mengintip urusan pribadi orang lain. ”Kita kan seperti itu,” katanya.
Dosen Filsafat Universitas Indonesia, Rocky Gerung, berpendapat, bangsa ini memang memiliki tabiat suka memarodikan diri sendiri. Kita senang mengolok-olok dan melihat orang diolok-olok. Itu sebabnya, kita gemar menonton tayangan gosip dan reality show yang menerabas batas privasi orang lain. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa kita selama ini tidak memiliki kedewasaan dan tanggung jawab.
Pengamat media massa, Ashadi Siregar, menambahkan, kita jangan terlalu berharap televisi akan memiliki kesadaran tentang batas ruang privat dan publik. Pasalnya, kesadaran mereka sebatas pada konsumen. ”Dunia televisi sekarang ini adalah dunia dagang. Yang mereka buat bukan (acara) yang pantas atau tidak, tapi sensasional atau tidak. Kalau sekarang konflik (pribadi) laku dijual, maka itulah yang dijual.” (Kompas Minggu)
13 November 2008
Program di ANTV dan SCTV Kena Semprit KPI
KPI Pusat memberikan teguran terakhir kepada ANTV terkait pelanggaran pada program reality show Face to Face tanggal 8 November lalu. KPI Pusat menegaskan akan menghentikan program tersebut jika ANTV tidak segera melakukan perbaikan secara siginifikan. Hal itu disampaikan dalam surat teguran KPI Pusat kepada ANTV yang ditandatangani oleh Ketua KPI Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja, pekan ini.
Dijelaskan KPI Pusat, pelanggaran yang dilakukan program tersebut terjadi ketika adanya adegan perkelahian salah satu pemain secara tegas mengeluarkan kata-kata kotor/jorok yang berkaitan dengan hubungan seksual. Perkataan tersebut terjadi pada detik 15.40 sampai 15.50.
Menurut KPI, tayangan tersebut telah melanggar aturan di Pasal 13 ayat 1 dan 2 di P3 dan SPS. Adapun bunyi Pasal 13 ayat 1 P3 dan SPS yakni lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, serta menghina agama dan Tuhan. Sedangkan Pasal 13 ayat 2 berbunyi, kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, baik yang diungkapkan secara verbal maupun verbal.
Selain acara "Face to Face" di ANTV, film lepas "Extra Large" juga kena tegur. Film bioskop yang tayang pada 10 November 2008 pukul 21.00 di SCTV ini dinilai banyak menampilkan adegan dan percakapan yang mengesankan hubungan seks secara eksplisit dan vulgar. Untuk itu, KPI meminta agar SCTV tidak lagi menayangkan tayangan film tersebut dan tayangan sejenis lainnya.
Mengutip isi surat yang dilayangkan ke SCTV hari ini, tayangan tersebut dinilai KPI telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Dalam surat yang ditandatangani Wakil Ketua KPI Pusat ini, KPI mengancam akan mnenjatuhkan sanksi lebih lanjut apabila SCTV tidak mamatuhi teguran di atas.
Surat teguran KPI Pusat ini juga ditembuskan kepada DPR RI, Menkominfo, Kapolri, Kejagung, Ketua MUI, Ketua NU, Ketua LSF dan seluruh ketua KPID di Indonesia.
11 November 2008
KPID Jabar Minta Tiga TV Hentikan Program SMS Berhadiah
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Barat melayangkan surat teguran kepada tiga televisi swasta nasional terkait dengan acara SMS berhadiah dengan kriteria judi. Isi surat tersebut meminta kepada pihak manajemen televisi untuk menghentikan siaran tersebut karena berdampak tidak baik terhadap kehidupan masyarakat dan menyimpang dari fungsi lembaga siaran. "Sudah ada respons dari salah satu televisi (swasta nasional). Isinya akan menghentikan siaran dalam waktu dekat," kata Ketua KPID Jabar Dadang Rahmat Hidayat di Bandung.
Dadang belum bisa menyebutkan tiga lembaga siaran tersebut karena sedang dalam proses evaluasi. Ia hanya menyebutkan, acara yang disarankan untuk dihentikan itu ditayangkan pada tengah malam dengan menjanjikan sejumlah uang kepada masyarakat setelah mengirimkan SMS ke nomor tertentu. Pihak KPID Jabar, tambah Dadang, sudah berkoordinasi dengan dinas lain, seperti Dinas Sosial dan MUI. Dalam penyelenggaraan kuis SMS judi itu, Dinsos hanya mengeluarkan izin penyelenggaraan, bukan izin siaran.
Menyinggung soal isi siaran lembaga siaran, kata Dadang, saat ini masih banyak lembaga siaran yang belum menyampaikan isi siaran secara beragam. Disebutkan Dadang, untuk televisi nasional lebih dari 65 persen menyelenggarakan siaran hiburan. Untuk televisi lokal masih lebih baik karena menyelenggarakan siaran hiburan sebanyak 47 persen. Untuk lembaga radio, kebanyakan menyelenggarakan siaran hiburan di atas 75 persen. "Kalau diteliti lebih jauh, ada yang lebih dari itu. Ada yang seharian cuma muter MP3 (musik, Red). Yang diamanatkan undang-undang itu keberagaman siaran," kata Dadang.
Sejak tahun 2005 di Jabar ada 366 lembaga siaran, radio, dan televisi yang menunggu izin siaran dari KPI. Dalam waktu dekat akan dilakukan rapat bersama kelayakan siaran lembaga siaran. Tidak semua lembaga siaran itu akan menerima surat izin penyelenggaraan siaran. (KPI)
09 November 2008
Berbagai Komentar Tentang Pemberitaan TV Pada Eksekusi Amrozi Cs.
Pemberitaan tentang eksekusi Amrozi Cs di layar TV mendapat sambutan yang kurang bagus. Ini perlu menjadi perhatian bagi para pengelola Televisi. Beberapa komentar kami kutip dari milis-milis yang membahas mengenai media di tanah air.
------
Saya juga jijik liat TV-One dan teve lain yang menghebohkan eksekusi ini. Memang kesalahan ada pada pemerintah, yang tak menyederhanakan eksekusi, sebagaimana pada eksekusi mati lainnya, yang tenang, tak menghebohkan. Jelas, ada tujuan politik tertentu di balik rame-rameini. Sengaja dilambat-lambatkan, sengaja dihebohkan. Nampak sekali TV ini "menuhankan" rating. Yang penting rame, rating nomer 1. Gak penting yang mati siapa, nasib korban Bali seperti apa, yang penting tevenya siaran langsung, dari Cilacap, dari Banten, dari Tenggulun.
"Kamilah yang pertama, hanya kami kami nembus sumber sulit, wartawanlain nggak dapat. Kami yang paling hebat. Nggak peduli apa yang diberitakan, dan dampaknya kepada masyarakat," itulah statement yang ingin mereka tegaskan. Bahkan seandainya, untuk itu, harus mengubah sosok teroris psikopat menjadi pahlawan yang dielu-elukan, mereka sama sekali tak keberatan melakukannya.
Di salah satu seri "Die Hard" ada kritik keras si sutradara, John Mc Tiernan, kepada tokoh wartawan teve yang menghalalkan cara dalam rangka mendapatkan berita. Wartawan ambisius itu mencurigai ada yang tak beres pada pesawat di udara, dan kemudian siaran langsung, tak peduli meski mengancam penumpang lain. Sampai akhirnya disetrum sama Holly, isteri sang jagoan. Kemudian wartawan itu masuk ke rumah John McClane, dengan mengintimidasi pembantu yang pendatang gelap dari Amerika Latin. Sejijik itu saya kepada teve-teve yang menghebohkan siaran langsung eksikusi teroris Amrozy Cs itu. Wassalam, Dimas.
------
Setuju. Media masa terutama tv one terkesan glorifying amrozi cs. Sampai pun waktu laporan reporternya dari kampung amrozi. Apa maksudnya?
------
Setuju, kenapa sih terlalu heboh, terutama media TV, memberitakan terpidana mati pelaku bom Bali I hingga berpekan-pekan? Detik demi detik berita tentang Amrozi cs menempati berita utama, seolah nggak ada berita lain lagi yang lebih penting. Coba tanya kenapa, pemerintah seolah-seolah ragu ketika keputusan eksekusi diberitakan berlama-lama. Betul, ini membuat bias berita yang justru memahlawankan Amrozi cs itu. Tak dipikirkan keluarga korban bom Bali itu makin merasakan sakit hati ketika tampang Amrozi disiarkan ketawa-ketiwi terus menerus, tanpa sedikitpun tampak dan merasa punya beban bahwa akibat ulahnya banyak orang tak bersalah menjadi korban. Pemberitaan seperti ini tanggung jawab siapa? Kadang-kadang juga pertanyaan reporter yangdiajukan kepada keluarga korban begitu konyol, seperti wawancara satu stasiun TV pada Minggu 9/11. Masa pertanyaannya begini, "Kenapa sihIbu kok benci banget kepada Amrozi cs?". Itu pertanyaan apa? Ada dasar ke-tak-empatian pada perasaan keluarga korban. Tersirat ada rasa keberpihakan reporter kepada pelaku Bom Bali itu.
Pemerintah juga begitu. Saya suka nggak mengerti dengan negri ajaib ini. Apa maksudnya peristiwa itu diheboh-hebohkan? Kalau mau diekesekusi ya segera ditembak saja, tanpa ramai-ramai. Lalu jenazahnya dikirim kepada keluarganya. Selesai. Jadi apa perlunya diperlakukan dengan sangat spesial jenazah mereka dinaikkan helikopter yang khusus disediakan? Bahkan hingga 3 biji ke masing-masing rumah keluarga Amrozi cs itu lengkap dengan gambaran routenya detil segala... hebat..hebat. Apa sih istimewanya mereka? Apa ini nggak berlebihan? Saya mulai curiga, membesar-besarkan bahaya dampak eksekusi ini ada alasan pihak-pihak tertentu guna memanfaatkan anggaran keamanan yang bisa jadi berjumlah tak terbatas untuk operasi atas nama pengamanan yang berminggu-minggu itu. Itu duitnya siapa? Itu pasti jumlah yang sangat tidak kecil. Saya pikir eksekusi dilakukan saja diam-diam, dilokasi tertentu yang terbatas pengamanannya, ancaman bahaya tak perlu dihembuskan ke mana-mana yang membuat rasa takut masyarakat. Dengan demikian biaya pun tak terlalu dihambur-hamburkan. Jadi siapa sebenarnya yang mengambil manfaat sebesar-besarnya atas hebohnya berita eksekusi Amrozi cs itu? Coba tanya siapa?
06 November 2008
Siaran Percobaan Dua TV Swasta Dihentikan
Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalimantan Tengah bersama Balai Loka Monitor Kalimantan Tengah (Kalteg) menghentikan siaran percobaan dua stasiun televisi nasional Global TV dan TPI di Palangka Raya sejak tanggal 3 November lalu. "Dua TV swasta itu belum bisa memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan, sehingga siarannya dihentikan sementara waktu," kata Wakil Ketua KPID Kalteng Sigit Wido, di Palangka Raya, Rabu.
Menurut Sigit, kedua stasiun TV tersebut belum dapat memenuhi persyaratan yakni membentuk badan hukum lokal dan menyediakan konten siaran lokal dengan durasi minimal 10 persen. Siaran percobaan kedua TV swasta di Kota Palangka Raya telah dimulai sejak tiga bulan lalu dengan hanya mengajukan izin kepada pemerintah daerah, dan baru menerima rekomendasi kelayakan dari KPID setempat belum lama ini. "Sedangkan RCTI, Metro TV, dan SCTV, tetap melakukan siaran, karena tiga TV itu telah existing siaran di Palangka Raya sebelum KPID terbentuk. Saat ini, ketiganya juga tengah mengurus persyaratan serupa," jelasnya.
Sigit mengemukakan, Global TV dan TPI baru dapat melanjutkan siaran kembali di Kota Palangka Raya dengan frekuensi yang diminta setelah mendapat izin dari Pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat setelah persyaratan itu dipenuhi. Kedua TV swasta itu cepat masuk siaran percobaan di Palangka Raya karena merupakan satu grup dengan RCTI sehingga memanfaatkan tower milik stasiun televisi nasional itu.
"Semuanya kini tergantung pemerintah dan KPI Pusat, kapan Global TV dan TPI bisa siaran lagi," jelasnya. Dengan dihentikannya siaran dua TV swasta itu, warga Kota Palangka Raya yang tidak mempunyai parabola kini hanya menikmati siaran empat TV nasional yakni RCTI, SCTV, Metro TV, TVRI, ditambah satu TV daerah yakni Borneo TV. (Dari berbagai sumber)