11 Januari 2009

Banyaknya Mutilasi Jangan Salahkan Televisi

Banyaknya kasus pembunuhan dan mutilasi yang terjadi di Indonesia belakangan ini, tidak hanya disebabkan maraknya tayangan kriminal di televisi tetapi juga disebabkan oleh faktor pribadi, lingkungan masyarakat dan ekonomi, kata psikolog Undip Semarang, Hastaning Sakti.

"Menanggapi banyaknya kasus pembunuhan dan mutilasi yang akhir-akhir ini sering terjadi, sebaiknya masyarakat jangan menyalahkan televisi, banyak faktor lain yang sebenarnya juga menjadi pemicu terjadinya hal itu," katanya di Semarang, Senin.

Faktor lain yang juga menjadi penyebab seseorang melakukan pembunuhan juga mutilasi adalah kesalahan pola pikir, ekonomi, lingkungan sosial, dan keluarga.

Ia menjelaskan, rata-rata orang Indonesia tidak bisa mengatur tingkat emosional mereka, sehingga jalan keluar yang diambil ketika menghadapi masalah sering kali jauh dari kebiasaan orang normal.

Tingkat pendidikan yang rendah, menurut dia, sebagai salah satu faktor penyebab orang melakukan tindak kejahatan."Bisa kita lihat, rata-rata pelaku kejahatan, pembunuhan dan mutilasi pada kasus belakangan ini, dilakukan oleh orang yang tingkat pendidikannya rendah," kata dosen Fakultas Psikologi Undip ini.

Kasus mutilasi akhir-akhir ini banyak ditemukan di beberapa kota di Indonesia, seperti aksi yang dilakukan Ryan di Jakarta, penemuan potongan tubuh manusia di bus Mayasari Jakarta dan terakhir di kawasan wisata Kopeng Kabupaten Semarang.

Disinggung masalah televisi sebagai penyebab maraknya kasus pembunuhan dan mutilasi, ia mengatakan, televisi itu sebenarnya sangat penting untuk pengetahuan dan pendidikan, hanya saja masyarakat belum siap menerima itu, sehingga baik atau buruk apapun yang ada di televisi cenderung akan dicontoh.

Psikolog dari Universitas Katolik Soegiyopranoto, Kristiana Haryanti juga menyatakan hal serupa, banyak faktor lain yang mempengaruhi seseorang melakukan tindakan pembunuhan seperti faktor pribadi, tekanan lingkungan, dan pendidikan.

Ia mengatakan tiap orang mempunyai tingkat ambang stres yang berbeda. "Itu yang menyebabkan jenis penyelesaian tiap orang berbeda ketika menghadapi suatu masalah," katanya.

"Orang yang mempunyai masalah yang sama belum tentu sama dalam hal menyelesaikannya karena tingkat ambang stres tiap orang berbeda," katanya.

Ia mencontohkan, bila ada dua orang yang mengalami putus cinta, satu orang mungkin akan bunuh diri, dan orang lainnya mungkin akan bersikap acuh tak acuh dan segera mencari penggantinya.

Faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat ambang stres, menurut Kristiana, adalah kepribadian dan lingkungan. "Faktor kepribadian dan lingkungan adalah hal yang membuat ketangguhan seseorang yang mengalami masalah menjadi berbeda," katanya.

Ia menilai saat ini memang televisi banyak menayangkan hal-hal yang negatif, tetapi perlu ada seleksi yang lebih ketat terhadap tayangan negatif oleh instansi terkait. (Ant)

Tidak ada komentar: