14 Mei 2009

TV Masih Menjadi Media Favorit Advertiser

Dari data Consumer Nielsen Insight, dalam sepuluh tahun terakhir, TV masih menjadi media yang paling banyak dilihat orang sehingga masih menjadi media favorit bagi para pemilik brand perusahaan untuk mengiklankan produk atau perusahaannya. Sementara internet menjadi media yang tingkat pertumbuhan penggunanya paling tinggi.

Dalam seminar AGB Nielsen “Bringing The Best Return from TV as a Medium of Advertising” di Hotel Intercontinental, Jakarta, kemarin (12/05), Managing Director AGB Nielsen, Irawati Pratignyo mengungkapkan beberapa fakta di dalam dunia pertelevisian dan advertising (periklanan), seperti target audience (pemirsa) untuk prime time menurun pada periode 1998-2008. "Terjadi penurunan jangka waktu menonton TV per orang tiap harinya sebesar 10% dalam periode yang sama, dan fakta bahwa dunia iklan sekarang berada dalam vicious circle", kata Irawati. Sebagai saran, Irawati mengusulkan agar perusahaan tidak hanya berpedoman pada rating saja untuk mengiklankan produknya tetapi juga GRP dan CPRP yang terencana serta dengan mengevaluasi target pemirsa.

Hadir pula sebagai pembicara, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Fetty Fajriati yang mengungkapkan bahwa TV masih menjadi magnet untuk beriklan karena TV dapat mencapai seluruh batas demografi, selalu ada tempat untuk iklan dan memberikan dampak kognitif, afektif, dan konatif yang besar bagi pemirsanya. Dia juga menjelaskan posisi KPI sebagai pengawas isi siaran dalam hal ini termasuk materi iklan sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 pasal 46 ayat 2 tentang Penyiaran. "Menurut Undang-undang, materi iklan yang disiarkan wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI, jadi walaupun materi iklan sudah mendapatkan tanda lulus sensor namun jika iklan yang ditayangkan dinilai bermasalah (oleh KPI), tetap dapak dikenai sanksi", tambah Fetty.

Selain KPI, lembaga lain sebagai regulator iklan TV adalah Lembaga Sensor Film (LSF) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Dijelaskan pula, sebagai pemegang amanah dari undang-undang tersebut maka KPI bersama dengan PPPI dan KPI daerah akan membuat rancangan peraturan iklan.

Pada kesempatan tersebut, Presiden Direktur RCTI, Sutanto Hartono memberikan penjelasan mengenai peranan dan karakteristik Mass Channel (kanal besar). Menurutnya Mass Channel seperti RCTI lebih memilih pola daily (harian) untuk program acaranya dibandingkan weekly (mingguan).

Selain itu, juga hadir GM Marketing and Business Development Metro TV, Desi Anwar yang menjelaskan peranan dari Niche Channel (kanal spesifik) dalam memaksimalkan hasil dari suatu iklan. Desi Anwar juga mengungkapkan bahwa pemasangan iklan di Niche Channel seperti Metro TV tidak hanya untuk menjual suatu produk lewat iklan 30 detik tetapi sebagai alat marketing yang dapat disesuaikan dengan program acara TV dengan durasi lebih dari 30 detik.

Pembicara lainnya adalah Andi Sadha, Managing Partner Active Media Nusantara yang menjelaskan tentang memaksimalkan kekuatan TV untuk meraih hasil yang ditargetkan. Langkah yang dapat diambil oleh para pemilik brand dan advertiser di antaranya adalah memahami target dari mengiklankan produk mereka dibanding mengikuti setiap langkah para pesaing, memahami preferensi target pemirsa, harus relevan dan menghibur masyarakat/target pemirsa.

Untuk meningkatkan efisiensi dalam memasang iklan di TV maka diperlukan audit. Hal ini diungkapkan oleh Charles Godbold, Media Expert Accenture. Sedangkan Malcolm Spry, CEO and Global JV Board – AGB Nielsen Media Research menjelaskan bahwa resesi ekonomi memberikan dampak kepada dunia periklanan, sehingga terjadi pergeseran. " konsumen menginginkan pilihan, kontrol dan aktualitas kemudian advertisers meningkatkan penggunaan media lain untuk iklannya seperti internet", tambah Malcolm.