03 Mei 2009

Sejumput Indonesia di Layar Kaca

Berbagai program hiburan di televisi swasta nasional datang dan pergi. Namun, program yang mendokumentasikan kekayaan alam dan budaya Indonesia nyaris tidak pernah hilang.

Jelajah, misalnya, hadir di layar Trans TV sejak 1 Desember 2001 hingga sekarang. Bahkan, program ini beranak pinak menjadi Jelajah Jelajah dan Jelajah Dunia.

Acara sejenis, Jejak Petualang, juga bertahan di Trans7. Acara ini sudah ada sejak tahun 2003 ketika Trans7 bernama TV7. Seperti Jelajah, Jejak Petualang juga melahirkan varian baru, yakni Jejak Petualang Survival yang—hingga awal Mei—baru tayang tiga episode. Di luar itu, Trans7 melahirkan beberapa program sejenis, antara lain Mancing Mania, Bocah Petualang, dan Dunia Air.

Di tvOne, ada program Nuansa 1000 Pulau yang ditayangkan sejak tahun 2008, sementara di Metro TV ada acara Archipelago.

Jika kita tarik ke belakang, program semacam ini juga kita temui pada pertengahan tahun 1990-an. Yang paling sering dibicarakan adalah Anak Seribu Pulau besutan Garin Nugroho dan diproduksi Miles Film Production. Program dokumenter itu ditayangkan di lima televisi, yakni RCTI, TPI, ANTV, SCTV, dan Indosiar. Daya tahan tayangan ini mengindikasikan bahwa acara tersebut ditonton banyak pemirsa dan mendatangkan iklan.

Gambar indah

Secara umum, program televisi nasional yang berbicara soal alam dan budaya Indonesia dikemas dalam bentuk liputan petualangan atau perjalanan. Tengoklah bagaimana Jelajah, dalam salah satu episodenya, mengajak pemirsa berpetualang di padang savana Baluran, Situbondo, Jawa Timur.

Melalui layar kaca, kita bisa melihat lereng gunung terjal, hamparan rumput dan semak kering, tanah kerontang, serta awan yang berarak di langit biru. Presenter Jelajah, Roro Ratih, kemudian bercerita tentang perilaku burung merak jantan ketika merayu betinanya.

Gambar-gambar yang ditampilkan Nuansa 1000 Pulau juga tidak kalah indahnya. Pada episode ”Pesona di Tengah Wallacea”, pemirsa diajak melihat perilaku binatang endemik monyet hitam. Presenter Gemala Krupskaya juga mengajak pemirsa berkuda mengelilingi padang rumput di kaki Gunung Soputan.

Di episode ”Susutnya Salju Abadi”, presenter Medina Kamil mengajak pemirsa ”mendaki” Puncak Jaya di Papua. Pemirsa bisa melihat bagaimana susahnya perjalanan ke puncak es itu dan betapa putihnya salju di sana.

Produser Jejak Petualang Dody Johanjaya, Jumat (1/5), mengatakan, gambar yang indah dan detail sangat penting dalam program semidokumenter yang memotret keindahan alam dan budaya. Hal senada disampaikan Produser Jelajah Bahwani.

Kelemahan narasi

Dari sisi visual, program-program tadi sungguh enak dilihat dan memanjakan mata pemirsa. Jika toh ditelisik, kelemahan masih sering ditemukan dalam narasi.

Di episode ”Susutnya Salju Abadi” (Jejak Petualang), misalnya, berkali-kali presenter mengatakan bahwa suhu di Puncak Jaya sangat dingin. Namun, hingga akhir acara, presenter tidak menjelaskan berapa suhu udara di sana. Mungkin, hari itu tidak ada kru yang membawa termometer.

Secara umum, narasi dalam program Jelajah, Jejak Petualang, dan Nuansa 1000 Pulau tampaknya belum dioptimalkan. Narasi yang muncul lebih banyak didasarkan pada apa yang dilihat, dirasa, dan dialami presenter ketika berpetualang. Sialnya, presenter adalah orang awam seperti kebanyakan pemirsa sehingga informasi yang mereka sampaikan sering kali seadanya.

Mungkin kita bisa maklum jika mengetahui setiap episode Jejak Petualang atau Jelajah dibuat hanya dalam waktu rata-rata satu minggu dan dana rata-rata Rp 10 juta. Kita sulit membandingkan dengan liputan National Geographic yang waktunya bisa berbulan-bulan dan dananya sangat besar.

Seberapa pun pencapaian kualitasnya, acara Jejak Petualang, Jelajah, dan Nuansa 1000 Pulau tetaplah penting. Setidaknya, acara-acara itu telah membantu mendokumentasikan kekayaan alam dan budaya Indonesia yang melimpah.

Acara itu juga memberikan alternatif tontonan bagi pemirsa televisi yang sekarang dikepung sinetron, infotainment, reality show cinta-cintaan, dan komedi situasi yang tidak lucu. Setidaknya masih ada ”gizi” di tengah umbaran gemerlap dunia hiburan....
(Kompas Minggu)

1 komentar:

blueroses mengatakan...

bisa tolong tampilkan tulisan yang kaitannya dengan "distribusi pertelevisian di Indonesia"..?